38. All Of You

2.5K 88 0
                                    

Tatapan lembutmu sekarang berubah menjadi tatapan dingin yang membekukan hatiku.

Dengan langkah gontai aku berjalan menuju rumah. Sekarang aku tak perlu takut lagi untuk melangkah masuk. Aku sudah betah di rumah dengan kehangatan yang menyambutku setiap langkahnya. Dan pertama kali aku pulang jam 8 malam malam.

"Keira!!! Gimana makan malemnya? Enak? Barang bawaan apa itu?" tanya mama lembut yang sedang duduk di sofa ruang keluarga dan sesekali menyesap tehnya.

"Ya walau ada sedikit tipuan. Tapi membuat keadaan lebih baik," jawabku apa adanya sambil menatap barang-barang pemberian para lelaki yang menghancurkan hatiku.

"Maksud lo?" tanya Kak Devan.

"Gue ditipu sama Vania. Ternyata dia sudah menyiapkan surprise untuk gue. Dan ini semua. Sebenarnya yang spesial bukan barang ini. Tetapi orang yang memberikannya untuk gue," ceritaku sambil menunjukan barang bawaanku yang memenuhi tangan.

"Orang siapa yang memberikan banyak hadiah buat lo? Lo ada menang lomba apa? Tidur?" sindir Keila.

"Banyak orang dan semua itu adalah orang yang lo tolak, Keila. Mereka semua meminta maaf dan memberikan semua barang ini sebagai tanda minta maaf. Kali ini mereka tulus. Benar-benar meminta maaf karena telah membuat hati gue terluka."

"Wow! Ternyata Keira sudah menjadi putri! Dia dikelilingi banyak pria," ketusnya.

"Gue gak selebay lo seperti itu. Lo gak nyangka kan kalau gue mendapat hadiah sebanyak ini? Apakah lo pernah mendapatkannya? Maksud gue, mendapatkan barang sebanyak ini dalam 1 hari," tanyaku.

"Jangan mencoba menantang gue! Kalau gue gak menutup mata untuk cowok yang suka sama gye, pasti mereka akan ngejar-ngejar gue sekarang," gerutunya angkuh.

"Sudah jangan bertengkar. Keira, kamu dapet barang itu dari cowok?" tanya mama penasaran. Aku mengangguk.

"Kamu boleh saja berteman atau bersahabat dengan cowok. Tetapi ingat! Kalian gak boleh pacaran! Mama tau kalian sudah cukup besar untuk pacaran, tapi memang mama khawatir kalau kamu sakit hati. Itu sudah menjadi resiko dalam jatuh cinta. Tunggu saatnya sampai kamu siap untuk menerima resiko itu dengan kedewasaanmu," nasihatnya lembut.

"Santai ma. Aku trauma menyukai cowok dan ternyata dia suka sama Keila. Mereka hanya memanfaatkanku. Mulai saat ini kalau bisa aku tak mau menyukai cowok mana pun keculai jodohku. Aku gak mau ma, sakit hati untuk kesekian kalinya."

"Itu yang mama takutkan. Mama gak mau ada lelaki yang memberi pengaruh buruk untuk kalian. Kecuali jika kalian sudah dewasa dan bisa menganggung resiko yang kamu akan alami. Kamu bahkan bisa mengatasinya. Tapi sekarang, mama gak yakin kamu bisa," ujar mama sambil tersenyum.

Aku memperhatikannya dalam-dalam. Kapan terakhir kali mama tersenyum padaku? Aku tak terlalu mengingat hal kecil seperti itu. Dulu aku kira aku akan mendapatkannya setiap hari. Tapi ternyata tidak dan buruknya aku tak memperhatikannya. Aku rindu senyum keibuannya yang dapat membuat hatiku tenang. Dia bisa membuatku bahagia. Aku rindu hal itu walaupun aku melihatnya setiap hari. Tapi senyuman itu bukan untukku. Untuk Keila. Dan sekarang aku melihat mata teduh itu menatapku dengan senyuman yang aku rindukan.

"Kenapa kamu menangis sayang? Apa mama berbuat salah kepadamu?" tanya mama panik.

Aku segera tersadar dari lamunanku. Dan aku baru mengetahui tetesan air mata yang keluar dari mataku. Aku segera meletakkan barang yang aku bawa di lantai. Aku menghapus air mataku dan menghampiri mama. Aku memeluknya erat seakan-akan aku tak mau kehilangannya. Aku tak mau dia meninggalkanku lagi atau menyuruhku pergi. Aku ingin dia ada di sebelahku mengikuti kehidupanku. Walau aku tau. Dia bisa saja pergi dengan mata terpejam.

"Mama! Maafkan aku yang banyak salah! Aku memang anak kurang ajar yang selalu pulang malam dan membentak mama setiap harinya! Aku gak bermaksud begitu ma! Aku hanya merasa mama pilih kasih dan membuatku gak betah di rumah. Sejujurnya aku takut untuk masuk rumah sendiri dan merasa seperti ini rumah hantu. Yang membuatku takut itu adalah bentakan mama dan sambutan saat aku pulang. Aku selalu disambut dengan amarah mama seakan-akan aku gak diinginkan di keluarga ini. Aku sebenarnya kangen mama yang dulu. Mama yang selalu memelukku tanpa pilih kasih," tangisku.

Dengan lembut mama mengusap kepalaku dengan tangan yang lain memelukku. Dia juga ikut menangis.

"Itu bukan salah kamu. Ini salah mama yang selalu menekanmu untuk melakukan sesempurna yang mama inginkan. Maafin mama ya nak..."

Aku menatapnya. Aku memang sangat mengharapkan momen ini.

"Sekarang kamu tidur. Mama tahu kamu lelah atas semuanya." Mama melepas pelukannya dan aku segera berjalan ke kamar. Tentunya dengan mengabaikan tatapan Keila yang tak suka kalau aku sudah mendapatkan kebahagiaanku. Sorot matanya selalu mengikuti sampai aku hilang dari pandangannya.

•••

Aku menghampiri Vania dengan wajah yang sangat semangat dan berbinar-binar. Aku akan menanyakan soal tipuannya kemarin. Sungguh itu sebuah kejutan!

"Vania! Kok lo kemaren nipu gue dengan alasan nemenin makan malem?" tanyaku pura-pura kesal.

"Wow, apa sih pagi-pagi udah teriak?" gerutunya.

"Ceritakan sama gue bagaimana lo bisa berbuat seperti itu? Gue kaget dan gak nyangka banget sumpah!" ujarku.

"Ya... Gu-gue mengundang mereka."

Aku mengernyit. Dia seperti berbohong. "Emang lo masih punya kontak mereka?"

"Sudah lah. Tapi lo seneng kan udah ketemu mereka? Mereka udah minta maaf kan sama lo?" tanya Vania.

"Seneng sih. Tapi gue beneran gak nyangka! Itu kejutan yang paling the best yang pernah lo berikan untuk gue!" seruku.

"Hehehe iya sama-sama. Nanti juga lo akan tau yang sebenarnya."

"Sebenarnya apa? Lo punya rahasia yang gue gak tau ya?" tanyaku bingung.

Bukannya menjawab, Vania malah mengedipkan sebelah matanya dengan jail. Kalau sudah seperti ini, aku tak akan bisa tau kecuali di waktu yang tepat.

"Gue mau ke toilet bentar. Tunggu sini ya," perintahku dan segera berjalan ke toilet.

Dan langkahku terhenti sebelum melewati kelas Aiden. Aku lupa kalau toiletnya tak jauh dari kelasnya dan harus melewatinya. Buruknya, Aiden sedang bersender ke tembok depan kelasnya dengan buku pelajaran yang sedang ia pegang. Aku menarik nafas dalam dan mulai melangkahkan kakiku lagi. Aku mencoba cuek dan tidak peduli dengan Aiden yang akan aku lewati. Sialnya aku telah mencobanya dan gagal. Aku gemetar saat tepat di depannya. Aku tak tahu kenapa aku seperti ini. Ini karena kesal, takut, atau rindu?

"Kenapa gemeter?" tanyanya sambil menatapku dingin.

Kemana tatapan lembutnya itu pergi? Kenapa dia harus berubah menjadi dingin seperti ini? Jujur, aku merindukannya.

"Kebelet. Mau ke toilet." Dengan cepat aku belari ke toilet. Aku tak tahan jika harus berada di dekatnya sekarang.

THANK YOU FOR READING

JANGAN LUPA COMMENT AND VOTE
SELAMAT MEMBACA!
echakeisha_❤️

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang