17. Sorry

3K 118 0
                                    

Ketika mereka tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, aku mengetahuinya. Dan kau jauh lebih baik dari pada yang mereka kira.

"Maaf gue gak nyusul lo tadi," lirih Audrey memecah keheningan di mobil taxi.

"Apa yang terjadi setelah gue pergi?"

"Jadi tuh ya, gue sebenarnya mau nyusul lo tapi gue kaget sama Aiden. Dia menggebrak meja tepat dihadapan Keila sampe semua orang nengok ke dia. Gila deh! Mukanya langsung sangar kayak orang yang ingin membunuh orang itu." Audrey bercerita.

"Lalu apa yang terjadi?"

"Dia membentak Keila dengan suara yang keras....banget! Semua orang ngeliat dia kayak ketakutan gitu pas ngedengernya sampe mau manggil satpam tapi untungnya emosinya masih stabil. Jadi hanya ngebentak doang kok, gak sampe ada adu tangan."

"Dia bentak apa?" tanyaku untuk menggali informasi lebih dalam.

"Gue gak inget persis tapi pokoknya intinya dia bilang kalau Keira tidak boleh seenaknya menghina lo dengan cara seperti itu. Lo memang gak sesempurna Keila tapi lo jauh lebih baik dari pada Keila karena lo katanya anak yang tegar. Dia juga bilang kalau andaikan Keila yang berada di posisi lo, sepertinya Keila akan bunuh diri dengan masalah dan beban seberat itu. Oh ya! Dia bilang sambil menekan meja. Katanya Keila harus menghargai usaha lo."

Aku terdiam. Dia ternyata peduli. Air mataku berlinang.

"Habis ngomong begitu dia langsung pergi nyusul lo. Gue mau ikut tapi gak dibolehin dia."

"Gue tadi ngusir dia. Ini salah gue gak mau ngedenger ucapannya. Gue mau ke rumahnya sekarang," ujarku.

"Diusir? Lo harus minta maaf sekarang," usulnya.

"Iya gue mau minta maaf. Gue kira dia gak peduli sama gue lagi dan lebih memilih Keila. Gue takut kalau dia direbut oleh Keila. Dia pernah setuju untuk membuat Keila menjadi orang terpercaya."

"Sepertinya tidak mungkin. Keila menyebalkan dan hanya cari muka. Mungkin dia hanya iri kalau Aiden lebih dekat sama lo sampai lo yang menjadi temen yang paling dia percaya."

"Semoga Aiden mengabaikannya seperti yang lo bicarakan." Aku menatap keluar jendela.

"Keira. Gue mau bilang sesuatu tapi lo jangan marah," ujar Audrey takut. "Apa?"

"Setelah gue melihat-lihat sepertinya Aiden suka sama lo. Dari cara dia peduli dan membela lo dia sepertinya suka sama lo."

Apa?!

•••

"Aiden!" Aku memanggil dengan keras. "Aiden!!" Aku berteriak sekali lagi. Dan tak lama kemudian Aiden muncul dari pintu menatapku dengan perasaan menyesal.

"Aiden... Maafin gue... Gue yang salah gak mau dengerin lo. Audrey udah menceritakan semuanya. Maafin gue... please... Gue emang kurang ajar!!" Mataku sudah berlinang air mata.

"Udah gak apa-apa. Gue ngerti perasaan lo... Dengan perasaan buruk seperti itu memang membuat menjengkelkan apalagi penyebabnya adalah saudara kandung lo sendiri. Pikiran lo juga jadi kacau." Aiden mengusap air mataku.

"Lo mau kan nemenin gue? Jangan jauhin gue," kataku memohon.

"Iya gue gak akan ngejauhin lo. Apa pun demi lo." Aiden tersenyum dengan lembut.

"Makasih Aiden. Hanya lo yang gue punya. Yang tulus."

"Mau masuk?" tawarnya. Aku mengecek jam tanganku. Baru jam 8 malam. "Boleh," jawabku mengangguk dan Aiden memberikanku jalan untuk masuk.

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang