24. Know My Big Secret

2.8K 99 0
                                    

Aku sudah yakin kalau kamu adalah orang yang bisa aku percaya. Tapi nyatanya... Kamu mengkhianatiku begitu saja.

Aku mematikan alarmku yang sudah berbunyi. Dengan malas aku bangkit dari tidurku dan segera mengecek jam. Baru jam 5. Terlalu pagi untuk hari Sabtu. Sayangnya aku tak bisa melanjutkan tidur. Ini semua karena Aiden yang mengajakku jogging. Aku segera mandi dan memakai jaket joggingku. Aku segera turun ke bawah dan disambut dengan tatapan aneh dari, mama, papa, Keila, dan Kak Devan.

"Keira? Tumben bangun pagi," komentar mama.

"Wah udah mandi lagi. Mau jogging?" tanya Kak Devan. Aku mengangguk dan segera mengambil roti bakarku untuk sarapan.

"Aku sarapan duluan ya. Setengah 6 mau berangkat soalnya." Aku memakan roti bakarku.

"Iya gak apa apa. Tumben kamu rajin begini. Coba setiap hari seperti ini. Bangun pagi terus olahraga." Mama sibuk mengomentari diriku yang berubah.

"Olahraga sama siapa? Sendiri?" tanya Keila.

"Temen gue."

Baru saja selesai makan, ketukan pintu membuatku melonjak dan segera membuka pintu.

"Pagi cantik! Udah siap?" tanya Aiden dengan senyuman bahagia.

"Siapa itu Keira?" tanya mama sambil menghampiriku.

"Eh tante!" sapa Aiden sopan lalu salim.

"Kamu yang dulu itu? Yang melihat lukisan Keira dan kamu yang nelpon Keila saat makan malam? Untuk apa kamu ke sini?" tanya mama datar.

"Tante, saya mau ngajak Keira jogging. Boleh gak tante?" tanyanya.

"Boleh. Setiap hari juga boleh," ujar mama sambil tersenyum.

"Keira! Aiden! Gue ikut ya!" seru Keila yang tiba-tiba datang. Aku memutar bola mataku malas.

"Gak perlu Keila. Lain kali deh ya... Gue mau sama Keira dulu," tolak Aiden halus.

"Ya sudah sana jogging. Hati-hati!" Kata mama lalu berlenggang pergi.

"Gue ikut napa." Keila memelas.

"Eh! Lo kan pinter tapi kenapa kuping lo budek ya?" sindirku.

"Lain kali aja lah. Gue mau sama Keira dulu. Bye!" Aiden menarikku pergi.

Rambutku berterbangan karena angin pagi yang meyejukkan. Matahari mulai menunjukkan dirinya dengan malu-malu di ufuk timur dan siap untuk menyinari dunia.

"Lo ngertiin gue banget ya. Makasih." Aiden menatapku bingung.

"Lo udah gak ngasih Keila ikut. Gue kira lo bakal ngebiarin dia ikut."

"Ohh.. Harus gue gak kasih. Gue tau lo risih sama dia. Gue juga kurang suka sama dia."

"Kenapa gak suka? Apa yang kurang darinya? Dia kan sama lo tuh baik, apalagi dia pinter," tanyaku heran dengan fakta tersebut.

"Sama kayak lo. Gue gak suka sikapnya. Dia punya muka 2. Dia baik sama gue di depan. Gue pernah pergi keluar kelas duduk-duduk di depan," cerita Aiden.

"Boleh tau ceritanya apa?" tanyaku.

"Boleh. No secret behind us. Dia bilang kalau dia tuh sebenarnya takut sama gue. Karena gossip yang beredar kalau gue pembunuh berdarah dingin. Gue gak seburuk itu kok. Dia bilang pengen jaga jarak sama gue kalau dia bisa. Padahal dia dulu pernah bilang kalau dia gak takut sama gue dan ternyata itu hanya kebohongan belaka."

"Gue juga dulu sedikit percaya sama gossip itu. Apalagi dengan tauran dan pertengkaran yang lo alami. Gue jadi tambah takut dan gak mau berurusan dengan lo. Tapi sejak gue ketemu sama lo, gue jadi tau kalau lo sebenarnya bermaksud baik tapi belom bisa mengendalikan emosi. Tapi kalau gossip lo membunuh mantan lo itu salah, apa yang menyebabkan lo gak masuk selama 5 bulan?" tanyaku kepo.

The Real HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang