"Den! Den!"
Mendengar namanya dipanggil, ia menoleh. "Manggil gua, lo?"
Lelaki kelas sepuluh itu langsung menggeleng. "Bukan, kak."
"Lah terus?" tanya Deni bertepatan dengan anak lelaki yang mendatangi mereka.
"Gua manggil Aden." jawabnya sambil menunjuk temannya dengan dagunya. "Nih orangnya."
Deni langsung ber-oh ria. Lalu melanjutkan jalannya menuju lapangan. Hari ini jadwal kelasnya berolahraga. Ia meregangkan ototnya ketika sudah berada di lapangan.
"Dari mana lo?" tanya Wisnu yang sedang merapikan tali sepatunya.
"Dari kelas lah, dari mana lagi?" tanya Deni sambil berlari di tempat. Saatnya pemanasan, ia menendang Wisnu yang belum selesai-selesai juga dengan sepatunya. "Lo diliatin Pak Anton tuh!"
Wisnu langsung berdiri dan mengikuti gerakan pemanasan. Ia terdorong ketika Deni begitu sengaja menyenggol bahunya saat diperintahkan Pak Anton untuk berlari mengelilingi lapangan.
"Lari 3 kali semuanya!"
Deni menoleh, tertawa jahat saat melihat Wisnu menatapnya jengkel. Ia berlari semakin cepat ketika Wisnu hendak menyamakan larinya. Mengeluarkan siulan ketika melihat Yana dan Bella berjalan di koridor. "Cewek."
Yang disapa Yana yang melambai Bella. Deni melempar senyumnya kepada Bella. Lalu memberi kecup jauh saat Yana menatapnya. Ia kembali berlari saat Pak Anton kembali berteriak. Menyerukan semua sudah harus kembali berbaris.
Sebelas Ips 3 hari ini praktek bola besar. Sepak bola. Hal yang sangat digemari oleh para lelaki dan kurang disukai oleh para perempuan. Para perempuan memilih untuk duduk di tepi lapangan, menonton para lelaki yang kini sedang sibuk membagi tim. Karena belum ambil nilai, mereka diberi kebebasan untuk bermain. Bukankah ini enaknya jam olahraga? Apalagi jika gurumu sangat pengertian.
Permainan dimulai. Deni kebagian tugas menjadi kiper. Ia sudah tentu dengan 6 orang temannya itu 1 tim. Wisnu sedang menggiring bola ke gawang lawan namun bola berhasil direbut oleh lawannya. Permainan semakin seru ketika skor masih kacamata. Deni sedikit mengangkat kaos olahraganya untuk menyapu keringat di wajahnya. Ia lalu bersiap-siap ketika bola mendekatinya.
"Tangkap, Den!"
"Den!"
"Bola, Den!"
Teriakan teman-teman 1 timnya membuat Deni sigap menangkap bola dengan kedua tangannya. Ia mengoper bola ke temannya lalu mengedarkan pandangan. Matanya melirik ke kanan ketika mendengar ada yang memanggilnya. Di sana, di depan kelas XI Ips 4 ada Bella yang bertepuk tangan heboh. "SEMANGAT YA, DENI!"
Deni tersenyum tipis lalu mengangguk. Ia baru saja mau mengalihkan pandangan ketika melihat Yana keluar dari kelas hendak menyeret Bella untuk kembali ke kelas. "YAN, YANA!"
Teriakan yang bukan hanya membuat Yana dan Bella menatapnya tapi juga teman-teman sekelasnya, Pak Anton serta anak-anak kelas lain yang sedang berolahraga. Ia menaruh kedua tangannya di sisi mulut. Kembali berteriak. "LO LIHAT GUA DEH. BOLA AJA BISA GUA TANGKAP, APALAGI HATI LO."
Beberapa menyorakinya, beberapa lagi langsung menggodanya dengan kata 'cieee'. Yana memelototinya lalu menarik Bella kembali ke dalam kelas. Sedangkan Deni yang masih tersenyum lebar langsung menutup kedua telinganya ketika mendengar pluitan Pak Anton. "Kamu masih bocah aja gaya-gaya ngegombalin anak orang!"
Deni meringis. Ia mengangkat dua jarinya tanda peach lalu kembali fokus dengan permainan yang ternyata sempat terhenti karena kelakuannya. Ia menepuk tangannya heboh berusaha menyadarkan teman-temannya. "AYO, LANJUT!"
Bagai tersadar dari hipnotis. Permainan kembali dilanjutkan. Wawan yang kini menggiring bola. Ia membawa bola ke gawang lawan dan.. "Goal."
Wawan bertos ria bersama timnya. Deni yang mencuri perhatian karena heboh sendiri. Lelaki itu mengangkat kedua tangannya seperti berdoa lalu bergerak ke kanan dan kiri seraya bernyanyi.
Alhamdulillah wa syukurillah
Bersyukur padamu ya Allah..Para perempuan kelasnya tersenyum geli melihat kelakuannya. Pak Anton bahkan menggelengkan kepalanya dengan kelakuan ajaib Deni.
Tak terasa 15 menit lagi jam pelajaran Pak Anton selesai. Guru itu meniup pluitnya menyuruh semua kembali berbaris dan segera berganti seragam. Seluruh siswi langsung mengacir kembali ke kelas. Pak Anton meminta Elzan dan Bimo untuk mengembalikan bola tapi keduanya malah meminta izin untuk kembali bermain. "Kalian gak mau ganti seragam?" tanya Pak Anton membuat para siswa itu menggeleng.
"Kita ganti bajunya cepet aja kok, Pak. Gak se-lama cewek-cewek." bela Fathir yang diangguki teman-temannya.
Pak Anton mengangguk. Ia melirik jam tangannya. "Kalian boleh bermain tapi hanya 10 menit. 5 menitnya gunakan untuk mengganti seragam."
"Siap, Pak!" seru Wisnu sambil memberi hormat pada Pak Anton.
Pak Anton mengangguk. "Ingat hanya 10 menit. Kalau setelah pelajaran bapak langsung istirahat sih bapak membebaskan kalian untuk bermain tapi kan setelah jam pelajaran bapak di kelas kalian, itu jam guru lain. Nanti bapak yang kena tegur karena dinilai mengambil jam pelajaran guru lain."
"Iya, pak. Kita paham soal itu." kata Agus membuat Pak Anton kembali mengangguk. Satu per satu menyalimi Pak Anton lalu kembali bermain bola dengan semangat.
_D E N I A L_
Yana menyumpal kedua telinganya dengan earphone saat Bella kembali berceloteh soal Deni. Momen-momen paling mengesalkan menurut Yana seperti saat ini. Momen di mana guru yang mengajar tidak bisa masuk karena sedang pelatihan. Kelas hanya diberi tugas, yang sama saja seperti jam kosong karena kelas jadi sangat berisik. Apalagi Bella, perempuan itu seperti tak pernah habis baterai-nya, selalu saja menceritakan cogan-cogan yang dia tau terutama Deni.
"Kalo gua jadi lo ya, Yan. Ih gua udah putusin aja kali si Sandi sandi itu, jadian sama Deni yang uhh pacarable banget." Bella menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Dia udah ganteng, manis, lucu lagi ya ampun, kok tipe gua banget sih?" Satu tangannya mengeluarkan ponsel dari saku seragam lalu membuka instagram. Ia membuka instagram Deni lalu menunjukkannya ke Yana. Memperlihatkan postingan terakhir Deni yang sudah ia like dan komen. "Ganteng banget, kan?"
Yana mendengus. "Ganteng itu relatif. Yang ganteng menurut lo belum tentu ganteng menurut gua." Ia men-scroll lagu di hpnya lalu mem-play asal karena yang ia lakukan hanya agar tidak mendengar kicauan Bella lagi.
Bella meliriknya kesal lalu kembali men-stalker cogan-cogan sma harapan. Ia menonton story Riko lalu menyikut lengan Yana membuat Yana mematikan lagu lalu melepas salah satu earphone-nya. "Apa lagi Bella sayang?"
Bella terkikik lalu memperlihatkan story Riko yang sedang bersama Indah. "Riko lagi pdkt-in Indah, ya?"
Yana melipat kedua tangannya. "Cuma karena mereka lagi berdua, lo bilang mereka lagi pdkt? Kan lo tau sendiri mereka sekelas."
Bella tersenyum meringis. "Ya tapi kan ini mojok loh, Yan. Tuh tuh liat."
Yana memutar bola matanya kesal. "Lo tuh ngurusin orang mulu, Bell. Lo sendiri gak punya urusan apa?"
Pertanyaan yang membuat Bella mengerucutkan bibirnya. Ia berhenti mengganggu Yana dan mulai menenggelamkan kepala di atas meja. Yana kembali mendengarkan lagu sembari mengerjakan tugasnya.
Jadi awal part ini terinspirasi dari aku yang sering noleh kalo ada yang manggil, padahal orang itu manggil orang lain bukan aku haha
Mau nanya nih. Kalau Deni itu nyata, gimana? Kamu jadi ilfeel kayak Yana apa suka kayak Bella?
Terima kasih telah membaca DENIAL. tag temen kamu dong, kalo kamu merasa cerita ini recommended buat dibaca hehe
I ❤ u 😚
Rabu, 18 Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
Jugendliteratur[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...