Tika membantu Deni memasang dasi. Kakaknya itu tidak berhenti menggerutu sejak disuruh mengenakan jas oleh Papanya. Tadinya ia ingin memakai kaos hitam padahal Mamanya sudah memberi tahu kalau mereka bukan mau makan di pinggir jalan. Tika yang kesal dengan ocehan kakaknya langsung memasang dasi dengan erat membuat Deni melotot. Ia menepuk-nepuk tangan Tika yang masih di lehernya. "Uhuk uhukkk, Tik. Long--"
"Diem makanya! Berisik banget! Lagian Kak Deni katro banget sih." Tika melonggarkan dasi lalu merapikan jas Deni.
Deni cemberut. Ia duduk di tepi ranjangnya lalu menatap Tika. Adiknya itu sudah cantik dengan polesan make up tipis dan dress abu-abu yang dikenakannya. Deni membaringkan dirinya membuat Tika menendang kakinya lalu menarik tangannya paksa. "Ayo, turun! Gak usah baring gitu nanti kak Deni alasan ketiduran."
Deni terkekeh. Tika sangat hafal dengan rencana busuknya. Ia pasrah ditarik-tarik Tika menuruni tangga. Ulan berada di anak tangga paling bawah, ternyata dia mau menyusul kedua anaknya jika anak-anaknya itu masih belum turun. Ia tersenyum menatap Deni. "Tumben ganteng kamu, Den."
Deni tertawa. "Yahh sayang banget mama baru nyadar sama kegantengan Deni." Ia menyisir rambutnya ke belakang lalu melepas tangan Tika yang masih menariknya. Ia ganti jadi merangkul adiknya itu juga merangkul Ulan menuju ruang tamu. "Papa mana?"
Ulan melepas rangkulan Deni lalu mengambil tasnya yang berada di sofa. "Udah di mobil. Ayo kita berangkat."
Deni menyuruh Tika mengikuti Ulan melangkah menuju mobil karena ia yang mengunci rumah. "Eh monyong monyong."
Deni mengusap dadanya lalu mengeluarkan ponselnya yang berdering. Ia mengernyitkan dahinya ketika melihat nama Wafa sebagai penelpon. "Halo, kak Wafa?"
"Deni."
Deni menjepit ponsel di antara leher dan telinganya. "Kenapa, kak?"
"Lo sibuk gak?"
"Gua mau dinner ini."
Terdengar helaan nafas lesu di seberang sana. "Padahal kakak mau curhat."
"Curhat sama Yana dulu deh."
"Yana lagi keluar."
"Keluar?"
"Sama pacarnya."
Deni menghela nafas. "Nanti tunggu gua pulang dinner ya?"
"Hm. Oke deh, see you, Den. "
"See you."
Bunyi klakson mobil membuat Deni segera berlari menuju mobil. Vano sudah meliriknya sinis membuat Deni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maaf, Pa. Tadi ada yang nelpon."
Vano mulai mengendarai mobilnya keluar pekarangan rumah. Ia menatap kedua anaknya yang kini sibuk berdebat mana yang lebih dulu ada antara telur dan ayam. Ulan hanya terkekeh melihat kelakuan keduanya.
"Ayam duluan, kak Deni!"
Deni menggeleng. "Ayam asalnya dari mana coba?"
"Telur."
Deni menjentikkan jarinya. "Nah itu berarti telur duluan."
Tika menggeleng kesal. "Ayam duluan. Telur juga kan asalnya dari ayam."
"Telur."
"Ayam."
"Telur."
"Ayam."
Deni melirik Vano lalu mengangkat alisnya. "Telur kan, Pa?"
Vano mengendikkan bahunya. "Terserah kalian."

KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
Genç Kurgu[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...