u t a S

7.2K 372 14
                                    

Deniii13 : Pagi Selamat

Deni tertawa sendiri melihat line yang baru saja dikirimkannya. Ia meletakkan ponselnya lalu menarik mangkuk berisi mie rebus yang baru saja diseduhnya. Iya, Deni makan mie instan, karena lupa nemenin Ulan ke pasar.

"Kak Deni," Tika (--adiknya Deni) datang dan duduk dihadapannya. Ia mengambil satu buah apel dan langsung menggigitnya. "Kak Deni kok dirumah mulu? Gak liburan gitu?"

Deni menggeleng. "Kalo kakak liburan, ntar gak ada yang nemenin kamu dirumah. Mau?"

Tika menggaruk kepalanya. "Iya juga sih," Ia melirik meja makan, hanya terdapat buah-buahan dingin yang berarti baru saja dikeluarkan dari kulkas, serta mangkuk yang ada dihadapan Deni. "Kak, Mama gak masak ya?"

Deni melihat Tika yang melirik mangkuknya, ia merasa sedikit bersalah, hanya sedikit, karena ia tetap memasang wajah tanpa dosa sambil memakan mienya. "Mama belum bangun tidur, makanya belum ada makanan. Kamu mau kakak masakin mie?"

Awalnya Tika mau mengangguk tapi saat melihat ada Ulan yang sudah berdiri dibelakang Deni, ia jadi diam. Sedikit melotot dan menahan tawa karena melihat ekspresi Ulan yang seperti ingin memasukkan wajah Deni kedalam mangkuk mienya.

"Oh.. Mama belum bangun ya kak?"

Deni mengangguk. "Iya, mama kebo banget ya? Masa kalah sama anak-anaknya yang lebih muda gini. Faktor U kali ya?"

Tika menendang-nendang kaki Deni dari bawah meja, memberinya kode agar menoleh tapi Deni malah cuek, ia tetap asik memakan mienya.

"Kak Deni," lirihnya sambil menggigit apelnya. "Coba liat kebelakang deh."

Deni meneguk ludahnya susah payah. Ia menyelesaikan makannya dan langsung meminum airnya. Setelah itu, ia berdiri dan bergeser tanpa menoleh kebelakang. "Kakak, mau mandi dulu ya-----aaawwwwww."

Tika tertawa melihat Deni yang berteriak akibat perutnya dicubit oleh Ulan. "Mama kebo? Mama tua? Apalagi? apalagi?"

Deni meringis saat melihat wajah Ulan yang tampak sangat emosi padanya. Ia memasang wajah tampan yang sok di imut-imutkan sambil mengedipkan-ngedipkan matanya. "Siapa yang bilang begitu Ma? Sini kasih tau Deni. Mama kan manusia bukan kebo. Mama juga gak tua kok. Asal Mama tau ya? Semalem, pas Deni nonton on the spot, Deni bangga banget sama Mama."

Ulan melepaskan tangannya yang tadi mencubit Deni. "Bangga? Kenapa?"

Deni memasang wajah pura-pura kaget. "Loh, Mama gak nonton tadi malem?"

Ulan menggeleng. "Ada apa emang?"

Deni berdehem lalu menatap Ulan. "Mama termasuk dalam kategori 'tujuh Mahmud fenomenal didunia'."

Tika yang sedang mengunyah apelnya langsung tersedak sementara Ulan kembali mencubit Deni. "Mana ada kategori gitu."

"Ih, ada Ma serius," Deni mencoba meyakinkan Ulan. "Duarius malah."

Ulan terkekeh. "Kamu itu paling pinter, masang muka serius disaat lagi bercanda."

"Iyadong.. Deni," Deni menaikkan kedua alisnya membuat Ulan tertawa.

"Tapi, Mama ini ibu kandung kamu. Seserius apapun muka kamu, kalo kamu lagi bercanda atau bohong, Mama pasti tau." Ulan mengusap bahu Deni lalu tersenyum. "Walaupun kamu gak cerita apapun ke Mama. Mama pasti tau perasaan kamu, lagi sedih atau senang. Jadi, kamu gak perlu berbohong didepan Mama."

Deni terdiam sejenak lalu kembali menatap Ulan dengan tersenyum menampilkan deretan giginya. "Iya Mamanya Deni yang paling pengertian sejagad raya. Mama gak usah ngeluarin kata-kata bijak deh. Masih pagi ini Ma."

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang