m a n E

3.1K 185 2
                                    

Yana sedang berdandan dimeja riasnya ketika Wafa mengetuk pintu kamarnya. "Kenapa, kak?" teriaknya.

"Ada Deni tuh."

Yana langsung meletakkan gincunya dengan kasar keatas meja rias. Ia mendengus. Malam ini ia sudah memiliki rencana dinner dan nonton bioskop bersama Sandi, tapi kenapa malah Deni lagi yang datang?

Yana menyelesaikan dandannya dan melangkah keluar dari kamar. Ia melihat Wafa yang meliriknya dari atas sampai bawah. "Mau jalan?"

Yana mengangguk membuat Wafa ber-oh ria. "Sama Deni?"

Yana menggeleng membuat Wafa ingin bertanya lagi tapi Yana langsung pergi dari hadapannya. Ia melangkah menuju ruang tamu yang nampak Deni sedang bercengkrama dengan Darma Marizki, Ayahnya.

"Hai, Yan." Deni tersenyum lebar menatapnya membuat Yana memutar bola matanya. Ia duduk disamping Darma.

"Mau ngapain kesini? Gua mau pergi nih sama Sandi." tuturnya yang tak mau Deni berbasa-basi.

Senyum Deni memudar. Ia mengangguk pelan. "Gua cuma mau minta seragam putih abu-abu yang kemarin gua pinjamin ke lo."

Yana mengangguk. "Bentar, gua ambil."

Yana memasuki ruang setrika dan mengambil seragam putih yang bernama Cilla Rivana, dan rok abu-abu. Yana sempat bingung itu punya siapa, yang ia tau, itu pasti punya anak sekolahnya karena ada alamat sekolahnya tertera diseragam itu.

Yana melipat seragam dan rok itu lalu memasukkannya kedalam paper bagnya. Ia melangkah menuju ruang tamu dan langsung menyodorkan paper bag itu kehadapan Deni. Deni langsung menerima paper bag itu. "Sampein ke yang punya, gua makasih banget udah dipinjemin."

Deni mengangguk. Ia sudah berdiri ketika Rafitha muncul dengan celemek ditubuhnya. "Eh ada Deni. Kita mau makan malam loh. Deni ikut makan, ya?"

Yana terlihat tidak suka dengan ucapan Bundanya itu. "Bun, tapi Yana mau pergi sama Sandi."

Wafa yang baru saja turun dari lantai 2  langsung menceletuk. "Yaudah pergi gih. Emang kenapa kalo Deni tetep disini? Gak harus ada lo kan?"

Yana menatap kakaknya kesal. Ia melangkah menuju kamarnya dan mengecek line yang ternyata sudah ada line dari Sandi. Senyum dibibirnya mengembang ketika Sandi mengatakan bahwa ia sudah berada didepan komplek perumahannya.

Yana mematut diri lagi didepan cermin lalu memakai sling bag dan flatshoesnya. Ia merapikan rambut lalu melangkah keluar kamar dengan perasaan sangat bahagia.

"Enak banget kan, Den?" Wafa menyuap nasi dengan potongan ikan nilanya. "Kalo Bunda yang masak, emang gini nih kakak, gak bisa berhenti, maunya nambah mulu."

Deni tersenyum. Ia mengangguk membetulkan ucapan Wafa.

Darma berdehem membuat Wafa langsung diam. Satu hal kesamaannya dengan Deni adalah, suka berbicara disaat sedang makan. Tapi Deni lebih parah, karena saat ditegur pun ia tetap melanggar, berbeda dengan Wafa yang langsung makan dalam diam ketika Ayahnya padahal hanya berdehem.

Darma menyelesaikan makannya. Ia membersihkan mulutnya dengan tissue lalu meminum airnya ketika Yana muncul dihadapannya.

"Bun, Yah. Yana pergi dulu, ya?" Yana menyalimi tangan Darma dan Rafitha. Kepada Wafa, ia hanya melirik sinis dan pada Deni, ia tak melakukan apa-apa selain mengabaikan.

Darma mengangguk. "Jangan pulang lebih dari jam 9 malam. Kalau telat Ayah akan sur--"

"Suruh Deni buat nyeret Yana pulang. Yayaya, Yana udah hafal, Yah." Yana mendengus. Ia melirik Deni dengan kepalan tangan yang terangkat seolah mau menonjok.

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang