"PAJAK LO, DEN!"
Deni memutar bola matanya jengah. "Pajak apa lagi?"
Wawan terbahak melihat wajah masam Deni. "PAJAK BARU PUTUS!"
Seruan yang membuat seisi kelas menertawakannya. Deni melempar gulungan kertas pada Wawan. "Masih pagi gak usah ngebacot!"
Wisnu berdeham. "Kalo gua jadi Cilla, gua gak bakal mau ngeliat muka lo lagi, Den."
Deni menenggelamkan wajahnya di atas meja. "Diem ah, Nu. Gak usah ngebuat gua semakin bersalah."
Wisnu melirik Deni dengan sinis lalu mengobrol dengan Elzan dan Bimo. Deni jadi tak semangat sekolah karena diejek sedari tadi. Ini semua karena mulut ember Wisnu yang menyebarkan soal hubungannya dan Cilla yang sudah kandas. Memikirkan perkataan Cilla membuatnya teringat soal Yana. Deni melangkah keluar kelas mendapat sorakan dari teman-teman kampretnya.
"KENAPA KELUAR, DEN?!" tanya Fathir yang hanya mendapat balasan 'bacot' dari Deni.
Deni duduk di depan kelasnya. Tersenyum tipis pada murid-murid yang menyapanya saat berlalu-lalang. Ia memainkan ponselnya ketika 2 pasang sepatu muncul di depannya. Deni mendongak, melempar senyum. "Hai, Yan, Bell."
Bella tersenyum lebar. "Selamat pagi, Deni."
Deni mengangguk. "Pagi juga."
Bella langsung menarik Yana untuk ikut duduk di dekat Deni. "Gua denger lo sama adek kelas itu putus. Emang bener?"
Deni mengangguk. "Iya."
Yana terkekeh. "Jadi jomblo dong?"
Deni meliriknya sekilas lalu ikut terkekeh. "Jomblo ngatain jomblo."
Bella tertawa lalu menepuk jidatnya. "Gua lupa ngerjain pr. Yan, gua liat pr lo ya?"
Yana mengangguk. "Yaudah, ayo kita ke kelas."
Bella menggeleng. "Lo di sini aja temenin Deni. Oke?"
Yana menatap Bella bingung. Apalagi ketika temannya itu sudah berlari memasuki kelas meninggalkannya benar-benar hanya berdua dengan Deni.
Yana berdiri membuat Deni menatapnya. "Lo mau ke mana?"
"Kita juga harus masuk kelas masing-masing, kan?"
Deni melirik jam tangannya. "Belum bel kok. Duduk dulu, Yan. Gua pengin ngobrol."
Yana mengangguk kaku, ia kembali duduk di sebelah Deni. Berdeham sebentar lalu melirik Deni. "Mau ngomong apa?"
"Lo putus sama Sandi?"
"Lo udah tau ngapain nanya?"
Deni merutuki dirinya sendiri. "Kenapa bisa sampai putus?"
Yana menyandarkan tubuhnya. "Udah gak cocok aja. Gua gak suka sama sifatnya, dan lo sendiri tau keluarga gua gak begitu wellcome sama dia."
Deni ber--oh ria. "Jadi gak ada kemungkinan buat balikan lagi?"
Yana menatapnya sekilas lalu terkekeh. "Pertanyaan lo kayak lo mau nembak gua, Den."
Deni menggeleng panik. Ia jadi gelagapan sendiri. "Pede banget sih. Enggak lah. Sandi itu temen gua, masa gua nusuk temen sendiri?"
Yana semakin terbahak. Ia merapikan rambutnya ke belakang telinga. "Sekarang kan memang zaman-nya teman makan teman."
Deni menoleh lalu mengangkat jari tengahnya ke jendela di belakangnya ketika sadar teman-temannya menyorakinya yang sedang bersama Yana.
"Kelas lo gak suka gua kayaknya, Den." Yana sadar dengan teriakan-teriakan itu. Ia menjadi tak nyaman berdua dengan Deni.
Deni kembali menatap jendela kelasnya lalu melotot pada Wisnu, sang provokator keributan. Ia menatap Yana lalu terkekeh. "Udah gak usah diheranin. Maklumin aja, kelas gua kan isinya emang toa semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
Novela Juvenil[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...