Malam hari kali ini masih sama seperti malam-malam biasanya, kelabu baginya. Iya, Deni kan jomblo 😏 Biasanya, ia akan datang kerumah Yana. Sekedar mengajak cewek itu jalan, jika Yana tidak mau, maka ia akan tetap berada dirumah cewek itu sambil berbincang dengan Bundanya atau Kakaknya.
Tapi malam ini Deni tidak berniat kesana. Karena saat chattan, Yana mengabarinya, bahwa ia akan jalan dengan Sandi. Sebenarnya Deni tau, apa yang ia lakukan ini salah. Menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih. Sebut saja dia penikung. Tapi kalian juga sudah tau kan? Bahwa cinta itu buta, itu prinsip yang dipegang teguh oleh Deni ✌
Dia juga makin melangkah maju karena mendapat restu langsung dari Rafitha dan Wafa. Deni sudah punya nama baik di mata keluarga Yana. Diibaratkan persen, ia dan Yana akan pacaran peluangnya sudah 50%, 25%nya lagi hadir ketika Yana sudah putus, benar-benar putus dari Sandi. Dan 25% yang lain hadir, ketika Yana ikhlas membuka hati buat pengemis cinta yang satu ini (re: Deni)
Saat ini cowok itu sedang makan malam bersama kedua orangtuanya serta adiknya. Ia masih saja mengoceh padahal masih ada makanan dimulutnya. Devano Atmaja yang biasa disebut Papa Vano itu menatap anak sulungnya dengan datar. "Telen dulu, Den!!"
Deni menelan makanannya lalu terkekeh. "Papa gak mau jalan-jalan berduaan sama Mama?"
Ulan menatap Deni dengan alis terangkat. "Mama sama Papa bukan anak muda lagi, Den. Udah gak perlu begituan lah."
Deni menyendokkan nasi dan potongan daging kemulutnya. Ia mengunyah sambil berkata. "Perlu lah, Ma. Sekali-kali gitu. Mumpung Papa dirumah. Emang Mama gak kangen jalan berduaan sama Papa? Kalian juga kan masih mu--"
"Telen, Den!" tegur Vano. "Kalo masih makan, jangan ngomong!"
Deni menelan makanannya lalu tertawa lagi, membuat Tika, Ulan dan Vano menatapnya bingung. Anak itu selalu tertawa. Saat dimarahin, diceramahin, diajak ngobrol, intinya Deni selalu tertawa. Mereka jarang melihat Deni bersedih ataupun diam. Ia tipikal orang yang hyperaktif. Contohnya saja sekarang. Ia terus mengoceh padahal Vano selalu mengingatkan semuanya, ketika makan jangan ada yang berbicara sebelum makannya selesai. Tapi anaknya yang satu ini selalu saja melanggar perintahnya.
"Ma," Tika meneguk minumnya lalu menatap Deni sekilas. "Kayaknya kita harus bawa kak Deni ke Dokter deh atau ke psikiater sekalian." sarannya membuat Ulan mengangguk sementara Deni tertawa.
Tuh kan, bukannya marah atau tak terima. Ia malah tertawa mendengar saran dari Tika. Vano menatap anaknya itu dengan alis hampir menyatu. Kerutan didahinya tercetak jelas membuat Deni yang merasa ditatap langsung menatapnya juga dan membuatnya kaget ketika Deni mengedipkan mata seolah menggoda.
"Tika bener, Ma. Deni harus diperiksa. Sepertinya jiwanya sudah terguncang hebat." tutur Vano sambil menyesap kopi hitamnya.
Deni memanyunkan bibirnya lalu tersenyum geli. "Papa Vano kayak gak tau Deni aja," ia sudah selesai makan dan sedang meneguk airnya. "Deni kan lagi bahagia sekarang."
"Kapan sih kamu gak bahagia, Den?" tanya Ulan membuat Deni kembali tertawa.
"Mama paling tau Deni. Tuh Pa, dengerin kata Mama. Deni selalu bahagia, makanya jadi ganteng gini." ia mengusap rambutnya sendiri lalu menaik-turunkan alisnya. "Udah cocok kan, jadi model cover majalah?"
"Iyain." sahut Tika yang mulai kesal dengan kakaknya. "Kak Deni itu IQnya berapa sih? Kalo ngomong kok gak nyambung?"
Deni kembali tertawa membuat Tika berniat melempar sendok kearahnya tapi langsung dihentikan Ulan. "Jangan, Tik. Sendok ini belum lunas loh." candanya membuat yang lain tertawa.
Tika juga ikut tertawa tapi langsung diam ketika Deni menatapnya. "Habis Tika kesel, Ma. Kakak ditanyain bukannya jawab malah ketawa."
"Terserah kakak dong," Deni tersenyum. "Kamu tau gak, kenapa kak Deni ketawa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
Teen Fiction[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...