Den
Deni mengernyit. Agak heran karena pesan yang baru saja ia baca adalah dari Yana. Kenapa? Ada apa hingga gadis itu menghubunginya? Berusaha tak peduli, Deni kembali menikmati rokoknya. Saat ini ia berada di balkon kamarnya. Riko dan Wisnu sudah mengajaknya nongkrong tadi tapi Deni sedang tidak mood. Ia ingin sendiri dulu. Deni berdecak ketika hpnya kembali berbunyi. Pesan-pesan dari orang yang sama kembali masuk membuat Deni sedikit tak percaya.
Den
Gua sakit
Hanya 2 kata tapi mampu membuat Deni terkejut. Ia menginjak rokoknya hingga mati lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya. Deni menyambar kunci motornya, berlari menuruni tangga membuat Tika bingung. "Kak Deni mau ke mana?"
"Mau keluar bentar. Ada urusan genting."
Tika menggaruk kepalanya. "Genting? Atap rumah kita maksudnya? Genting kita baik-baik aja kok, kak."
Deni mendelik tak paham dengan otak adiknya. "Itu genteng. Kamu anak siapa sih?"
"Anak Mama Ulan dan Papa Vano."
Deni mengacak rambutnya. "Udah, kakak pergi dulu ya. Bilangin Mama Papa, kakak mau jengukin temen yang sakit."
"Siapa yang sakit? Perasaan kak Riko sama kak Wisnu sehat-sehat aja. Buktinya tadi kan mereka ke sini mau ngajak kakak keluar."
Deni menatap Tika dengan malas. "Emang teman kak Deni mereka berdua aja? Temen kakak banyak, Tika."
Tika melipat tangannya lalu memperhatikan Deni yang sudah mau keluar pintu. "Temen apa temen, kak? Apa jangan-jangan pacar kakak yang sakit?"
Deni menggeleng. "Cilla gak sakit. Udah ah kakak pergi dulu. Assalamu'alaikum."
Deni langsung berlari ke motornya dan mengendarai dengan kecepatan tinggi. Perasaannya kalut ketika tau Yana sakit. Lampu merah yang biasanya terasa sebentar menjadi lama bagi Deni. Ia menggerutu kesal. Deni menekan klakson-nya berkali-kali ketika lampu merah berganti hijau. Ia meneriaki pengendara motor di depannya. "WOY JALAN WOYYY!!"
Seorang pengendara motor yang berada di sampingnya menyela. "Sabar, mas. Ini jalanan umum."
Deni mendengus lalu menyalip motor yang dirasanya lelet itu. Tancapan gasnya semakin kencang, tingga beberapa belokan lagi ia akan sampai ke rumah Yana. Bunyi ponselnya membuat Deni emosi. Ia menepikan motornya lalu mengangkat telpon tanpa melihat nama si penelepon.
"APAAN SIH AH?! GUA LAGI GAK BISA DIGANGGU!!"
Hening.
Deni berdecak. "GAK PENTING GUA MATIIN NIH!"
"Kak Deni."
Deg.
Deni menurunkan ponselnya dari telinga untuk melihat nama si penelpon. Ia memukul kepalanya sendiri, merutuki kebodohannya. Kembali mendekatkan ponsel ke telinganya, Deni berdeham. "Maaf, Cill. Tadi gua kira Wisnu."
"Lagi di mana?"
Deni menatap sekitarnya. "Di jalan."
"Sama siapa?"
"Sendiri, kan lo gak mau lagi diajak jalan sama gua."
"Kata siapa?"
Deni menghela nafasnya lalu terdiam.
"Di jalan ngapain?"
Deni mau menjawab tapi kembali menutup mulutnya. Masa iya, dia bilang mau datengin Yana disaat hubungan dia sama Cilla lagi gak jelas begini.
![](https://img.wattpad.com/cover/124108164-288-k320667.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
أدب المراهقين[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...