h u j u t h u l u p a u D

2.1K 147 2
                                    

Play mulmed ya, guys.
Happy reading:)

_D E N I A L_

Kehebohan di kelas XI Ips 3 membuat Vani muak dan menggebrak mejanya. Ia memarahi seksi keamanan di kelasnya yang tak lain adalah Deni. "Lo tuh ya, Den! Bukannya negur yang berisik malah ikut berisik! Lo kan tau jabatan lo di sini apa?!"

Deni meringis. Ia mengangguk lalu tersenyum jahil. "Iya, Van. Gua tau gua seksi."

Jawaban yang membuat kubu cowok terbahak sedangkan yang cewek memandang Deni dengan geli, ada juga yang kesal. Contohnya Chintia. Perempuan itu menggelengkan kepala lalu membuang muka ketika Deni meliriknya.

Vani melotot lalu berjalan ke meja Deni. Ia menggeram kesal karena Deni menatapnya polos. "Harusnya lo nyatat aja nama mereka kalo mereka gak mau diem."

Deni menggeleng. "Gitu amat sama temen, Van. Mana tega gua." Deni menatap teman-temannya lalu kembali menatap Vani. "Segila-gilanya mereka, mereka tetep teman gua."

Bimo mendengus lalu menempeleng kepala Deni dari belakang. "Halah gak terharu gua sama omongan lo, Den. Gak ingat apa? Kapan hari lo mitnah kita-kita ke bu Susan hah?"

Pertanyaan sinis, membuat Deni membungkam mulutnya yang ingin tergelak. Ia diam saja ketika Vani dan teman-temannya kembali menasihatinya ini dan itu.

Kehadiran Fathir yang baru saja dari toilet membuat bola lampu di kepala Deni keluar. Ia tersenyum lalu menyuruh Fathir mendekat. Dengan muka memelasnya Deni menunjuk Vani. "Gebetan lo, Thir. Marahin gua dari tadi. Mending lo ajakin mojok dah tuh biar kagak emosian mulu."

Vani menatap Deni tak percaya. Ia jadi gugup sendiri ketika seluruh teman sekelasnya memperhatikan dia dan tentunya Fathir. Dasar Deni sialan. Ia menunjuk Deni dengan mata melotot. "Den, mulut lo--"

"Apa?" sahut Deni. Ia menjulurkan lidahnya meledek lalu berdiri, berpura-pura kesandung kaki meja dan mendorong Fathir mendekat ke Vani. Pura-pura mengaduh, Deni mengusap kakinya yang padahal memakai sepatu. "Aduh, ini siapa yang naroh meja di sini?"

Wisnu terbahak. "Ini kan meja kita, Den. Ya emang di sini tempatnya." ia melirik Deni yang melempar kode. Wisnu menatap Vani yang kini tubuhnya menempel dengan Fathir.

Deni bersiul heboh membuat teman-temannya bersorak melihat Vani dengan muka merah padamnya. "Eh ketua kelas, gapapa kok kalo mau pdkt-an dulu. Biar kelas, gua yang ngurus dah. Terima beres deh buketu."

Chintia menyadarkan Vani dengan menarik tangan cewek itu agar berjarak dengan Fathir. Ia mengguncang tubuh Vani. "Sadar, Van. Kalo lo gak ngurus kelas dan ngasih tanggung jawab ke Deni. Percaya sama gua, dalam 5 menit kelas kita udah musnah, Van."

Perumpamaan yang membuat seisi kelas tergelak. Chintia itu memang suka kesal sama Deni. Saking kesalnya, dia suka melebih-lebihkan sesuatu.

Elzan menepuk-nepuk pundak Deni. "Sabar, Den. Sabar. Orang ngeselin memang banyak yang benci."

Deni terkekeh. "Sa ae lo parutan kelapa."

Fathir berdeham membuat Vani menatapnya. "Maklumin, Van. Kelas di kasih tugas doang tanpa guru ya pasti ribut. Selagi mereka gak ganggu lo, gapapa kan?"

Vani menutup mulutnya. Mau menyanggah tapi yang diomongkan Fathir kan memang benar. Mereka membentuk kubu masing-masing. Ada yang benar-benar mengerjakan tugas. Ada yang bergosip, ada yang bermain dan ada yang heboh sendiri.

Vani mengangguk. Ia kembali ke bangkunya sambil melirik Deni. "Tapi jangan ribut banget, gua gak mau kena tegur!"

Deni memberi hormat dan senyum manisnya. "Siap buketu."

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang