Yana tersenyum, melambaikan tangannya kepada Sandi. Lelaki itu menaikkan kaca mobilnya lalu melanjutkan perjalanan menuju sekolahnya sendiri. Yana melangkah di sepanjang koridor menuju kelas. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit. Murid-murid sudah berdatangan. Dahinya mengerut kesal melihat 4 cowok rusuh ips 3 sedang duduk dan bergosip ria di depan kelas. Baru ia mau lewat ketika seseorang di antara cowok itu tiba-tiba berdiri dan menghadangnya. "Pagi, Yana cantik." sapanya yang dibalas tawa oleh teman-temannya.
Yana memutar bola matanya. Ia melirik sinis cowok dihadapannya. "Apaan sih?! Minggir gak, lo?!" ia melotot membuat cowok itu mengangkat kedua tangannya seolah menyerah.
"Udah, Wan. Diliat Deni abis lo!" kata Elzan lalu menarik Wawan dari hadapan Yana.
"Galak begitu kok Deni suka banget yak? Kayak gak ada cewek lain aja." gumam Bimo yang sebenarnya pelan tapi karena pendengarannya Yana tajam, ia menoleh dan memelototi Bimo yang langsung menunduk takut.
Fathir yang melihat kelakuan teman-temannya itu hanya diam. Ia lebih memilih mengeluarkan earphone yang langsung ia pasang ke ponselnya. Yana melirik ke empat cowok itu bergantian. Biasa mereka bertujuh, dengan Agus, Wisnu dan..
"DENIIIII!"
Teriakan itu membuat semua yang ada di koridor menoleh termasuk Yana. Matanya membelalak melihat Deni yang masih memakai helm sedang kejar-kejaran dengan Wisnu yang memakai sendal jepit. Saat sampai di dekat Yana, Deni langsung bersembunyi di belakangnya dan menjadikan Yana sebagai bentengnya. Wisnu dengan muka merahnya menatap tajam ke arah Deni.
"Gak ada di gua, Nu! Percaya sama gua!" ujar Deni dengan nafas ngos-ngosan.
Wisnu menggeleng. "Percaya sama lo itu sesat." ia menjulurkan tangannya. "Siniin sepatu gua."
Deni menggeleng. "Dibilang gua gak megang sepatu lo. Gak percaya ya udah."
"Tapi semalam gua line lo nanya soal sepatu gua, kata lo, lo yang bawa." Wisnu mendengus. Ia mengacak rambutnya.
"Sepatu apaan sih?" tanya Elzan akhirnya karena penasaran.
Deni berdehem. "Sepatu sekolah Wisnu yang biasa dia lepas kalo mau futsal."
"Lah biasa kan lo pake lagi abis selese futsal?" Bimo ikut bertanya karena heran.
"Yaiya, tapi kemaren gua lupa karena abis futsal gua langsung pulang pake sendal dan itu sepatu ketinggalan."
"Nah yaudah berarti hilang." celetuk Fathir membuat Wisnu gregetan.
"Yah kalo ilang sih gapapa, cuma masa iya seharian ini gua make swallow? Ntar masuk bk lagi gua." Wisnu mendengus, ia melirik Deni yang memasang watadosnya. "Lo juga ngapa boongin gua? Kalo lo jujur, lo gak bawa ya gua pake sepatu gua yang lain lah."
Deni menyengir. "Sorry, deh. Gua bales line lo itu pas ngigo, Nu."
Yana mulai pusing dengan pembicaraan mereka. Ia memilih melangkahkan kakinya menuju kelas daripada mendengarkan insiden hilangnya sepatu Wisnu.
Bel masukan telah berbunyi. Seluruh murid berbondong-bondong masuk ke dalam kelas masing-masing. Wisnu menghela nafasnya pasrah. Ia akan kena hukuman hari ini.
_D E N I A L_
Riko menepuk bahu Deni. Ia melirik yang lain sembari tersenyum ramah. "Gua gabung boleh gak nih?" kedua tangannya berada di saku celana, matanya masih setia menatap Deni dan 5 orang teman sekelasnya.
Wawan yang mengangguk membuatnya duduk di sebelah Deni. "Wisnu mana?" tanyanya yang dibalas tawa Deni. "Lo apain lagi si Wisnu, Den?"
Deni tergelak. "Kenapa lagi gua? Kalo Wisnu hilang, gua mulu yang kena perasaan."
Wawan yang sedang asik membuat snapgram pun menyahut. "Ya emang elo, biangnya."
Riko mengerutkan dahinya tak paham. Ia menatap Fathir seolah minta penjelasan. Fathir berdehem lalu melirik Deni sekilas. "Itu si Wisnu kehilangan sepatu, tadi berangkat pake swallow ya udah lah kena sama bu Susan."
"Sepatu?" tanya Riko yang diiyakan oleh Bimo. Ia berpikir sejenak lalu menjitak kepala Deni.
"Awwww!" Deni mengusap kepalanya. Ia menatap Riko dengan wajah seolah tersakiti. "Apalagi salahku? Apalagi salahku?"
Agus melemparinya sedotan. "Gausah nyanyi! Suara banci lebih bagus daripada suara lo!"
Riko menatapnya tajam. "Semalam lo ke rumah gua nenteng sepatu, kan?"
Deni bergumam seraya otaknya berpikir. "Emang iya?"
Riko mendengus. Memang susah berbicara dengan Deni. "Itu sepatunya Wisnu, kan?"
Deni terdiam lalu menjentikkan jarinya heboh. "Nah iya itu sepatunya Wisnu. Astaga, Rik. Ternyata sama lo ya sepatunya? Kasian si Wisnu sampe dihukum gara-gara gak pake sepatu. Lo emang temen yang jahat, Rik." serunya yang langsung membuat Riko mengepalkan tangannya kuat.
Elzan menggelengkan kepalanya takjub. Ia mengusap bahu Riko. "Sabar, Rik. Banyakin istighfar aja kalo sama Deni."
Baru Riko mau bersuara ketika Deni sudah berteriak. "WISNU! SINI, LO! GUA UDAH TAU SIAPA YANG NGAMBIL SEPATU LO!"
Wisnu mendengus. Memilih mengabaikan Deni karena ia hendak memesan jus jambu. Namun Deni tak terima dengan sikap Wisnu, ia kembali menarik nafas dan berteriak. "WISNU! WISNU! GUA UDAH NANGKAP MALING SEPATU LO NIH! BURUAN SINI! BIAR KITA BAWA KE KANTOR POLISI!"
Wisnu melirik temannya itu dengan wajah sebal. Semua yang ada di kantin pun memperhatikan Deni. Cowok itu tidak malu sama sekali sudah heboh sejak tadi.
"Makasih, mbak." Wisnu tersenyum saat menerima pesanannya. Ia melangkah menuju Deni yang kini mulutnya sudah dibekap oleh Riko.
"Bacot banget ini orang." gumam Wisnu melirik Deni yang meronta. "Kenal kagak, manggil-manggil gua."
Fathir mengangguk setuju. "Nah, bener. Gimana kalo kita buang ke laut?"
Yang lain ikut mengangguk membuat Riko menahan tawanya. Ketika merasa tangannya dijilat, ia langsung melepaskan Deni. "Anjir, dijilat."
Deni terbahak. "Siapa suruh nyiksa gua?" ia menatap Wisnu lalu menunjuk Riko. "Ni nih malingnya, Nu. Sepatu lo sama dia."
Wisnu melirik Riko. "Rik, lo kan kaya ya? Masa iya malingin sepatu gua? Sepatu lo aja banyak."
Riko memijat kepalanya yang sekarang merasa pusing. "Ya terus lo percaya sama si Deni? Tuh anak udah gak waras emang. Orang dia sendiri yang tadi malam ke rumah gua bawa sepatu lo terus pas mau pulang, gua ingetin bawa lagi eh dia bilang. 'buat lo aja sepatunya, Rik.'."
Deni langsung menggeleng. "Gua difitnah, Nu. Ya ampun kejamnya lo ke gua, Rik."
Wisnu mendengus. Ia memilih untuk duduk, tak menghiraukan Deni lagi. "Ntar malam ngumpul yok kita," matanya melirik Deni. "Bertujuh aja."
Riko langsung menyela. "Lah gua gak diajak dong?"
"Ya bertujuh sama lo maksudnya, Rik." jawab Wisnu. "Yang gila gak usah diajak."
Deni ikut duduk dengan antusias. "Emang mau ngumpul dimana?"
Riko mengikuti Wisnu. Ia mengusap tengkuknya. "Kayak ada yang ngomong gak sih?"
Deni yang merasa tersinggung pun mengambil es batu bekas esnya dan menaruhnya di leher Riko. Riko langsung berdiri karena kaget. "Anjir ah lo, Den! Dingin bego!"
Deni mengusap dadanya. "Sabar gua. Dikatain anjir, bego, gila duhh untung gua punya hati penyabar."
Wisnu dan yang lainnya akhirnya tergelak. Semengesalkan apapun, Deni selalu membuat orang-orang terhibur dengan tingkah konyolnya. Wisnu bahkan tak bisa marah soal sepatu, ia hanya kesal karena selalu dikerjain Deni. Mungkin kapan-kapan, ia akan mengajak yang lain untuk ngerjain Deni balik. Mungkin.
Pendek, ya? Aku berusaha buat ini dari semalam, dan hasil semalam cuma setengahnya, sekarang pun aku merasa kurang puas dengan hasil chapter ini:( so, aku butuh semangat dari kalian, guys.
Rabu, 11 Juli 2018.
![](https://img.wattpad.com/cover/124108164-288-k320667.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL
Fiksi Remaja[SELESAI] Kata orang, cinta itu buta. Kata orang sih gitu. Beberapa dari kalian pasti setuju dan ada juga yang gak setuju. Kenapa? Karena, ada yang benar-benar buta akibat cinta. Ada juga yang benar-benar cinta akibat buta. Bingung? Sama, aku yang...