t a p m e h u l u p a g i T

1.7K 135 0
                                    

Wisnu menatap Deni yang terlihat tidak fokus belajar, meskipun setiap hari juga tatapannya memang seperti itu. Ia menyenggol Deni. "Kenapa lagi lo?"

Deni melirik Wisnu lalu terkekeh. "Bosen gua belajar mulu," Ia melirik guru di depan. "Bolos yuk!" bisiknya membuat Wisnu setuju.

Deni menyengir lebar lalu menyusun rencana dengan Wisnu. Ia akan izin ke wc kemudian tidak kembali-kembali hingga Wisnu mengajukan diri untuk mencarinya. Murid yang teladan bukan?

Keberuntungan memang sedang berada di pihak mereka karena gerbang sekolah sedang terbuka lebar dan satpam sedang serius bicara dengan guru piket hingga memudahkan Deni dan Wisnu berlari keluar sekolah.

Sebenarnya ketahuan karena guru piket itu meneriaki mereka tapi bukan anak-anak nakal namanya jika menoleh dan membatalkan aksi bolos. Mereka segera menaiki motor masing-masing. Wisnu menatap Deni lalu mengumpat.

"Anying!" umpatnya ketika Deni dengan polos bertanya mereka akan bolos ke mana. "Lo yang ngajakin, lo yang gak tau tujuan kita!"

Deni tergelak. "Terserah lo dah."

"Gua juga gak ada tujuan!"

Deni menahan senyumnya. "Kelam amat hidup lo kagak ada tujuan."

"Bang--"

Deni mengibaskan tangannya kemudian menyalakan mesin motornya. "Udah ah capek telinga gua denger lo ngumpat mulu," Ia terkekeh. "Gua gak tau mau ke mana jadi lo terserah mau ke mana. Kita misah aja."

Tanpa mendengarkan protesan Wisnu yang sudah mengumpat seisi kebun binatang. Deni segera menancap gas motornya ke jalan raya tanpa tau hendak ke mana. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya yang berkecamuk tentang 2 orang.

Yana dan Cilla.

Selalu tentang mereka.

Deni tau, sekarang ia adalah pacar Cilla tapi Deni tidak mau status itu membuat dia dan Yana menjadi orang asing.

Deni tau, Yana juga punya pacar tapi mereka masih bisa berteman, kan? Seharusnya begitu. Seharusnya semudah pemikirannya tapi nyatanya?

Kenapa kedua cewek itu membuatnya berada di posisi yang serba salah? Deni tak mungkin membela salah satunya.

Deni tidak menyalahkan siapapun karena di antara masalah-masalah yang ia dapat, ia tau bahwa yang harus disalahkan atas semua ini adalah dirinya sendiri. Deni menancapkan gasnya dengan kecepatan tinggi sebagai pelampiasan atas apa yang ia rasa. Saat melihat seorang bapak yang sedang mendorong gerobak hendak menyebrang dengan cepat Deni mengerem motornya hingga decitannya terdengar. Nafasnya naik turun, beberapa pengendara di belakangnya mengumpat. Bahkan satu di antara mereka mengatainya anak nakal karena bolos sekolah. Jelas ketahuan kan, ia memakai seragam sekolah dan berkeliaran di jalan pada jam 11 siang.

Deni menurunkan standar motornya lalu menghampiri bapak yang hampir ia tabrak. Tangan bapak itu gemetaran, tatapannya kosong sepertinya ia masih syok. Deni memegang pundaknya. "Pak, saya minta maaf, pak. Saya salah sudah bawa motor ugal-ugalan seperti tadi."

Bapak itu tersentak lalu menatapnya. Ia mengangguk kaku lalu melanjutkan mendorong gerobak ke seberang jalan. Deni bengong lalu mengikuti bapak itu dengan motornya. "Pak, bapak gak maafin saya nih?"

"Pak, saya benar-benar minta maaf. Saya tau say--"

"Jangan diulangi lagi."

Deni menatap bapak itu lalu mengangguk. "Saya gak akan ngebut lagi."

Bapak itu menatap Deni. "Lalu buat apa kamu masih mengikuti saya?"

Deni tersenyum tipis. "Bapak mau ke mana?" ia balik bertanya membuat Bapak itu menatapnya tajam.

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang