u t a s h u l u p a u D

2.1K 110 0
                                    

Terjaga semalaman karena memikirkan tentang Yana membuat Deni datang ke sekolah, masih dengan muka kucelnya. Tidak memakai ikat pinggang, rambut berantakan, melamun di parkiran membuat Cilla yang berpapasan menyapanya.

Cilla tersenyum kikuk karena Deni tak menanggapinya. Lelaki itu masih melamun, tak sadar hingga Riko datang dan menepuk bahunya dengan keras. "WOYYY!"

Deni terlonjak lalu menempeleng Riko. Ia mengusap telinganya. "Mulut lo punya berapa pita teriak, Rik?"

Riko terbahak. Ia melirik Cilla lalu tersenyum. Dirangkulnya Deni lalu menghadapkan tubuh Deni ke Cilla. "Ya elo juga, pagi-pagi disapa dedek emesh malah sok jual mahal."

Deni mengerjapkan matanya sekali lagi. Meringis karena baru sadar ada Cilla. Ia menyikut Riko. "Ngomong apa lo, Rik? Gua mah gak pernah jual mahal."

Riko menyeringai. "Ya ini buktinya. Lo disapa malah gak ngeheranin. Sok ganteng banget emang lo!" Ia melirik Cilla. "Maklumin temen gua ya, dek."

Cilla terhenyak. Ia mengangguk pelan. "Iya, santai aja kak. Gapapa kok." Ia memegang tali tasnya. "Kalo gitu, gua duluan ya?"

Deni tersenyum lalu mengangguk. "Silahkan degem." tangannya mempersilahkan Cilla melangkah membuat Riko mendorongnya. "Ah elah apaan sih, Rik?!"

"Lo anterin Cilla ke kelasnya lah."

Jawaban yang membuat Deni mengernyit bingung. Baru ia mau menyanggah ketika Cilla berdeham.

"Eh gak perlu, kak. Gue bis--"

Riko kembali mendorong Deni untuk berjalan di samping Cilla. "Gapapa kok, dek. Deni tuh mana tega ngeliat degem jalan sendirian. Iya gak, Den?"

Deni sudah melayangkan tatapan lasernya pada Riko. Ia mengangguk dengan senyum palsu lalu melirik Cilla. Melihat Cilla yang merasa tak enak membuat Deni gemas dan secara reflek mengacak rambutnya. "Mukanya kok gitu sih? Gak mau banget ya gua anterin?"

Cilla terkesiap. "Enggak, bukan gitu kak."

Deni langsung menarik tangannya. "Yaudah, ayo gua anterin ke kelas lo biar lo gak bolos."

Cilla tergelak. Ia mengikuti langkah Deni yang mengenggam tangannya. "Siapa juga yang mau bolos?"

Deni meliriknya lalu tersenyum geli. "Ya siapa tau lo mau bolos, kan? Bukannya ke kelas malah ke kantin."

Cilla menggeleng. "Bukannya lo ya yang begitu?"

"Ih lo kok tau? Wahh lo merhatiin gua ya? Aduh, jadi tersandung nih gua."

Cilla berhenti melangkah membuat Deni jadi berhenti. "Kenapa? Ini bukan kelas lo kan? Ayo ke kelas lo."

"Eh itu kak, di depan ada--"

Brukkk.

Cilla menutup mulutnya karena hendak tertawa. Deni jatuh di koridor karena terkait kaki seseorang siswa yang sedang asik duduk selonjoran bersama beberapa temannya di lantai.

Deni bangun sambil mengusap pantatnya. Ia melotot pada beberapa adik kelasnya itu. "Eh lo lo pada udah disediain tempat duduk depan kelas malah selonjoran di lantai koridor."

Salah seorang di antara mereka yang mengakibatkan Deni terjatuh langsung meminta maaf. Sedangkan yang lain meringis, menahan tawa, menggaruk kepala.

Cilla membuang mukanya karena benar-benar mau tertawa melihat Deni yang kini berkacak pinggang. Ia mengangguk dengan wajah sok cool-nya. "Lain kali jangan begini lagi. Beruntung cuma gua yang jatuh, kalo Cilla juga jatuh gimana? Mana dia pake rok lagi, oh atau lo pada sengaja ya mau ngintipin rok cewek-cewek kalo mereka ada yang jatuh?" tuduhnya yang membuat Cilla melotot sementara adik-adik kelasnya yang dituduh langsung menggeleng.

"Enggak kak. Gua gak mesum gitu," sahut salah seorangnya lalu melirik teman-temannya. "Gak tau dah kalo yang lain."

Cukup. Deni tergelak lalu menganggukkan kepalanya. Ia rasa, jatuhnya kali ini membuat ia sedikit  terhibur. Ia melirik Cilla. "Ayo, Cil."

Cilla menatapnya lalu mengangguk. Mereka kembali melangkah menuju kelas Cilla. Hal yang ternyata disadari oleh Yana dari kejauhan.

__D E N I A L__

Gedoran keras dari pintu kelas membuat anak-anak sebelas ips 3 langsung terdiam. Mereka melirik pintu lalu mulai menyoraki Deni bahkan ada yang melemparkan gulungan kertas ke arahnya.

"Ngagetin aja lo, Den."

"Iya. Kirain guru."

Deni berdiri di depan lalu menggelengkan kepalanya melihat kelasnya yang rusuh. "Apa cuma sama guru, lo semua bisa di atur? Kalo gitu apa gunanya gua di sini?"

Wawan mendengus. "Lo kan memang gak berguna, Den. Haha."

Deni menunjuk Wawan. "Eh lo kalo ngomong suka bener." Ia ikut tergelak lalu melangkah menuju bangkunya.

Diliriknya Wisnu yang sedang khidmat menyalin pr. "Eh belum kelar lo nyontek guenya?"

Suatu benda kecil mengenai kepala Deni. Deni menatap lantai dan memungut penghapus hitam. "Punya siapa ni?"

"Punya pemilik pr yang lo aku-akuin pr lo." sahut Elzan membuat Deni terkekeh.

"Weh, bro Elzan santai dong." Deni menyugar rambutnya lalu meletakkan tasnya di atas meja.

Kaki kirinya melipat dan diletakkan di atas kaki kanan. Ia menyandarkan punggungnya lalu bersiul-siul. Menggoda Fathir yang sedang berdiri di depan meja Vani. "Nu, temen lo lagi usaha ya?"

"Siapa?" tanya Wisnu dengan tangan yang masih sibuk menyalin pr Elzan.

Deni menarik rambut Wisnu agar mendongak dan mengarahkan kepala lelaki itu ke meja Vani. Wisnu terkekeh. "Ohh si Fathir? Ya biarin lah, temen lo juga itu."

Deni mengangguk. Ia bersiul kencang membuat Vani akhirnya sadar. Ia menoleh dan menatap Deni dengan sinis. "Apaan sih lo siul-siul?!"

Deni langsung mengusap dadanya seolah kaget. "Lah? Gua gak nyiulin elo. Kalo lo merasa ya bagus haha." Ia mengedipkan matanya pada Fathir yang kini menyuruh Vani kembali menghadapnya.

Mereka berbincang-bincang membuat Deni tersenyum jahil. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memutar lagu.

Dulu kita masih remaja
Usia saat sma

Kali ini bukan hanya Vani dan Fathir yang menatapnya tapi juga beberapa anak yang duduk berdekatan dengan bangku Deni. "Dilan?" tanya Wawan membuat Deni menggeleng.

Ia menunjuk Fathir. "Itu Fathir sama Vani."

Vani melemparkan pensil ke Deni. "Lo berisik lagi gua lempar meja nih!"

Deni mengambil pensil Vani lalu melangkah mendekati Fathir. Ia meletakkan pensil Vani di saku seragam Fathir. "Nih gua kasih ke elo, Thir. Gak usah cemburu gitu. Cuma pensil kok."

Fathir mendelik. "Siapa juga yang cemburu?"

"Lah elo langsung melototin gua pas Vani marahin gua."

Fathir memijit pangkal hidungnya. Ia menatap Vani lalu tersenyum. "Udah, Van. Gak usah di tanggepin." Ia menggeser Deni lalu duduk di sebelah Vani mengabaikan Deni yang kini berlutut di depan meja Vani lalu menatap mereka dengan menopang dagu.

Bimo tergelak. "Udah, Den. Si Fathir tuh blushing lo godain mulu."

Deni menahan senyumnya. Ia mengeluarkan ponsel lalu memotret Vani dan Fathir yang sedang tertawa bersama. Memasangnya menjadi snapgram lalu men-tag dua orang itu.

Wisnu memanggilnya membuat Deni bersiul satu kali lagi menggoda Fathir dan Vani lalu kembali ke bangkunya.








































































































Kalian pernah gak sih berada di posisi Fathir atau Vani? Suka sama temen sekelas sendiri? 😂

Rabu, 1 Agustus 2018

Wish bulan ini. Semoga menjadi lebih baik dari sebelumnya 😊

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang