a u D

6.3K 283 8
                                    

Liburan telah usai. Sma Harapan kembali ramai oleh siswa-siswi, guru-guru, staff tata usaha, orang-orang kantin, satpam dan beberapa cleaning service. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi ketika Bu Nurul (--guru matematika) yang kebagian tugas mengajar dikelas XI Ips 3, sedang mengabsen murid-muridnya.

"Chintia Purnama."

"Hadir, Bu." seorang gadis yang duduk dimeja paling depan barisan kedua mengangkat tangannya.

Bu Nurul mencentang namanya, lalu membaca nama dibawah nama Chintia. "Deni."

Hening.

Tak ada yang menyahut, membuat Bu Nurul mendongak. Ia memicingkan matanya, meneliti wajah seluruh muridnya, membuat mereka yang ditatap jadi grogi, bukan baper loh ya. Cuma, ya bayangin aja, apa yang kamu rasain ketika ditatap oleh guru yang tidak kenal kata BERCANDA dalam kamusnya. Tipikal guru yang membuat muridnya selalu takut, karena selalu fokus mengajar tanpa ada basa-basi sama sekali.

"Deni mana?"

Pertanyaan itu membuat bingung seisi kelas. Mereka tidak tau cara menjelaskan yang masuk akal dan diterima oleh guru satu ini.

"Disini, siapa temannya Deni?"

Wisnu mengangkat tangannya. Sedikit prihatin dengan temannya yang satu itu. Tadinya, ia tak mau angkat tangan, tapi karena tidak ada yang mengangkat tangan membuat Wisnu ikhlas tidak ikhlas mengangkat tangannya.

"Miris banget sih lo Den. Gak ada yang ngakuin lo temen, disaat lo susah HAHA" batinnya berucap.

Bu Nurul menatapnya. "Mana teman kamu itu? Gak turun dihari pertama tahun ajaran baru?"

Wisnu menggaruk kepalanya bingung. "Mungkin dia bel--"

"Assalamu'alaikum, ya Akhi ya Ukhti." Deni masuk kekelas dengan bernyanyi membuat suasana yang tadi hening dan mencekam menjadi lebih santai karena tawa dan helaan nafas lega dari teman-temannya.

Wisnu sendiri sudah terbahak melihat tingkah Deni di hari pertama mereka menginjakkan kaki di kelas sebelas.

"Kamu, Deni?" tanya bu Nurul yang menatap Deni dari atas ke bawah.

Deni mengangguk dengan senyum lebarnya. Ia melangkah mendekat lalu menyalami tangan bu Nurul yang tak berkedip menatapnya. "Ibu zinah mata loh bu. Ngeliatin saya segitunya."

Bu Nurul melotot lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu itu!! kenapa terlambat?!"

Deni terkekeh. "Bu, jawab dulu salam saya tadi. Sebagai umat muslim, jika ada yang memberi salam maka muslim yang la--"

"Wa'alaikumussalam. Sudah, sana kamu duduk!!" Bu Nurul kembali mengabsen muridnya.

Deni sendiri menuruti perkataan Bu Nurul dengan melangkah dan duduk disamping Wisnu.

"Kita duduk disini, Nu?" tanyanya yang membuat Wisnu mengangguk. "Tuh kan. Udah gua duga. Kalo pilihan lo, pasti dapet yang jelek kan?"

Wisnu menjitak kepala Deni dengan keras. "Syukur-syukur gua mau duduk sama lo. Gak usah cerewet."

"Ya tapi, gak duduk ditengah-tengah gini juga kali Nu," Deni tidak terima karena bangkunya berada di meja nomor dua dari depan, barisan ketiga. "Disini, gua gak bisa main hape, gak bisa tidur, gak bisa main, gak bisa ngus--"

"Lo sekolah buat belajar kan? Bukan buat ngelakuin semua hal yang lo sebut tadi." Wisnu mengangkat tangannya saat dirinya diabsen Bu Nurul.

Deni menatapnya takjub lalu bertepuk tangan heboh. "Kamu sudah bijak, Nak." ia mengusap bahu Wisnu membuat Wisnu menepis tangannya.

DENIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang