"Rumitnya jatuh hati, setiap kesalahan akan tetap termaafkan, bahkan kesalahan terbesar sekalipun."
*****
Kini Nasya sedang berada di taman belakang sekolah. Air matanya mengalir sangat deras, ketika seseorang yang ia sukai tanpa sengaja melukai hatinya. Tidak hanya itu, ia merasa amat sedih karena baru kali ini ada seseorang yang berani menghina dan merendahkan keluarganya. Sekali lagi, Nasya benci kenyataan tersebut.
"Hei, cewek unik!" Panggil seseorang.
"Mbahmu cewek unik, ada apa?" Ketus Nasya sembari mengusap air matanya menggunakan tangannya.
"Haha, lo ngapain disini?" Tanya Raffa.
"Habis nyari udara segar."
"Bohong banget, abis nangis? Kenapa? Cerita sama gue sini."Ucap Raffa lembut.
"Engg.. enggak apa-apa kok kak, hehe."
Raffa tersenyum tulus. "Kalo ada masalah lo boleh cerita sama gue, jangan nangis kayak gini," Ucap Raffa sembari mengacak rambut Nasya gemas.
"Ish Kak Rafraf!! Jadi berantakan kan!!" Kesal Nasya yang sudah mengembungkan pipinya.
Raffa senang ketika Nasya memanggilnya dengan sebutan, Rafraf. Sangat lucu, baginya.
"Gak apa-apa, tetep lucu ko."
Blush. Pasti pipi Nasya sudah memerah sekarang.
"Jadi, mau cerita gak sama gue?" Nasya mengangguk.
"Jadi..."
*****
Nathan beranjak dari kantin dan berniat untuk pergi.
"Alva mau kemana?"
"Bukan urusan lo." Nathan berjalan meninggalkan Rachel.
Nathan sudah berada di depan kelas Nasya.
"Nasya."
Ketiga teman Nasya mengerutkan dahinya.
"Nasya mana?"
"Mau ngapain lo?"
"Masih belom puas, huh?!"
"Atau mau nyuruh Nasya minta maaf ke kakak kelas gak tau diri itu?"
"Gak." Ketus Nathan.
"Halah mauan lo! Pergi lo dari sini, Nasya gak ada!"
"Kemana?"
"Kenapa lo kepo? Lu pikir setelah lo dan rachel ngehina keluarga Nasya. Nasya mau ketemu sama lo? Cih, jijik."
"Lo gak tau apa-apa tentang keluarga Nasya jadi gak usah sok tau!"
"Dan satu lagi gue ingetin Nasya sensitif kalo udah bahas soal keluarganya."
"Dan ya, dia cuma tinggal sama abangnya, Tidak dengan kedua orang tuanya." Ketiga teman Nasya langsung pergi mencari Nasya dan meninggalkan Nathan yang mematung.
"Maaf."
*****
"Jadi gitu Kak, hehe." Ucap Nasya yang tanpa sadar air matanya mengalir di pipinya.
"Jangan nangis." Ucap Raffa lembut. Tangannya tergerak untuk menghapus air mata Nasya yang mengalir.
"Gue tau perasaan lo, ayah lo bakalan tetap jadi ayah lo, jangan pernah benci dia."
"Gue gak munafik, gue emang pernah ngomong kalo gue benci sama ayah. Tapi saat emosi gue reda, gue ingin menarik ucapan itu, gue pengen bilang kalo gue sayang banget sama dia." Nasya tersenyum sendu.
"Hey cewek unik jangan cengeng!"
Tanpa Raffa dan Nasya ketahui, sepasang mata elang tengah memperhatikannya dengan tatapan yang tidak seperti biasa. Bukan tatapan datar yang biasa ia tunjukkan, bukan. Kali ini, tatapan itu terlihat sangat sendu. Nathan.
"Gue gak cengeng!" Elak Nasya.
"Masa? Itu tadi nangis hayoh." Goda Raffa.
"Ih enggak, udah ah gue mau ke kelas dulu, bye!" Ucap Nasya lalu pergi meninggalkan raffa yang terus saja menjahilinya.
"Cie nangis." Goda Raffa semakin gencar.
"Seenggaknya lo masih bisa tersenyum."
Nasya berjalan, kembali dengan senyuman ceria nya. Tiba-tiba sebuah tangan menarik tangannya.
"Aaaaa!!" Pekik Nasya. Nathan langsung membekap mulutnya.
"Berisik." Ucap Nathan. Lalu menjauhkan tangannya.
"Ada apa?"
"Mau nyuruh gue minta maaf sama Kak Rachel? Gue gak mau!"
"Gak."
"Terus apa? Minta maaf sama lo gitu?"
"Maaf." Nasya membulatkan mulutnya tanda tak percaya.
Ini mimpi kan?
Oh ayolah ini bukan Nathan. Seorang Nathan tak pernah minta maaf pada siapapun atas kesalahannya. Tapi sekarang? Dia meminta maaf pada seorang wanita. Ada apa ini?
"Iya."
"Yaudah kalo gitu gue pergi ya."Ucap Nasya lalu pergi dengan perasaan yang tak karuan.
"Gue ngomong apa barusan?"
"Maaf?"
"Shit!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasyaa
Teen FictionSaat senyum, adalah sebuah alasan bertahan dalam lara yang berteman. Sekedar kata hampa, rasa, dan peran utama. Sekedar pertemuan, kilasan, dan kalimat perpisahan. Tentang gadis tegar, kalimat penenang, serta segala putus asanya. Nathan Alvaro Melvi...