"Jika anda tidak suka saya, maka saya mohon berpura-puralah untuk mencintai saya."-Nasya.
*****
"Kak Nathan makasih ya, hehe."
"Ya."
"Gue seneng karena lo peduli sama gue."
"Gua gak pernah peduli sama lo, gua hanya ngerasa bersalah."
"Tapi bagi gue lo itu peduli hehe."
"Jangan mimpi."
"Gak usah geer."
Jleb!
Nasya tersenyum,
"Tapi gue rasa lo peduli sama gue.""Dream? Lo pikir gua bakal peduli sama lo? Ngaca, karena sampai kapanpun gua gak akan pernah peduli sama lo."
"Kalo gitu kapan lo suka sama gue?"
"Cih, pertanyaan tolol."
"Dengar baik-baik yaa, gua ingetin sekali lagi, dan gua tekankan bahwa gue GAK AKAN pernah suka sama lo. So, jangan halu."
Satu bulir air mata berhasil turun dari mata indah milik Nasya.
"Gua harap lo berhenti suka sama gua, atau lo akan ngerasain lebih sakit dari ini."
"Jangan rendahin harga diri lo sebagai cewek."
"Sudah cukup?"
"Sudah merasa puas dengan hinaan lo? Gua gak akan pernah nyesal suka sama lo, gue berharap suatu saat nanti lo sadar bahwa gue bener-bener sayang sama lo, dan gue berharap suatu saat nanti lo bakal natap gue." Ujar Nasya lalu pergi dari UKS dengan kepala yang sangat berat.
Sebelum benar-benar keluar dari UKS, Nasya membalilkan tubuhnya dan menatap Nathan yang tengah sibuk mencari kesibukan.
"Kalau lo gak suka sama gue, gue mohon sama lo untuk pura-pura suka sama gue, seenggaknya dengan gitu doang gue bisa senang, hehe." Ucapnya lalu berlalu.
Nathan terdiam, memang ada yang salah dengan ucapannya tadi? Niat dia hanya ingin Nasya berhenti mengejarnya, namun mengapa dengan hatinya yang tengah gelisah? Ada rasa bersalah yang tersimpan, namun gengsi mengalahkan semuanya.
Di sisi lain.
Nasya kini tenga berjalan menuju kelasnya. Dengan wajah yang sangat pucat dia berjalan tertatih menuju kelasnya.
"Nasya?" Ujar seseorang, lalu dengan cepat menghampiri Nasya.
"Syaa?"
"Eh- Kak Rafraf ada apa?" Ya, orang yang memanggilnya itu adalah Raffa.
"Lo kenapa? Ko wajah lo 'pucat' gitu?"
"Ahh? Gak apa-apa ko ka, hanya gak enak badan ajaa kok Kak, hehe."
"Lo sakit? Sini duduk dulu." Ujar Raffa, lalu membantu Nasya duduk.
"Lo lemas gini, lo sakit apa?"
"Gak apa-apa kok Kak, cuma pusing biasa. Nanti juga sembuh."
"Cepet sembuh pala lo penjol, jelas-jelas lo udah pucat gitu dibilang cuma pusing biasa. Ayo ke UKS gua antar."
"Gak, gua gak mau ke UKS. Gue mau ke kelas aja, Kak."
"Gak, gak bisa. Nanti lo makin parah, mending sekarang istirahat aja dulu okay? Daripada makin parah ayoo cepet." Ucapnya.
"Ish serius Kak, bentar lagi juga sembuh."
Raffa langsung menggendong Nasya ala bridal style, sontak membuat Nasya terkejut.
"Ish Kak Rafraf turunin gue!" Ucap Nasya memberontak.
"Diam!" Nasya langsung terdiam, sekuat apapun memberontak dia tidak dapat mengalahkan tenaga Raffa yang kuat.
Raffa mengulum senyum, memperlihatkan lesung pipi dekat matanya. Manis sekali.
"Pinter."
"Pemaksa."
"Bodo."
Tanpa mereka sedari, sepasang mata elang yang tajam kini tengah menatap mereka dari kejauhan dengan tatapan yang sulit diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasyaa
Подростковая литератураSaat senyum, adalah sebuah alasan bertahan dalam lara yang berteman. Sekedar kata hampa, rasa, dan peran utama. Sekedar pertemuan, kilasan, dan kalimat perpisahan. Tentang gadis tegar, kalimat penenang, serta segala putus asanya. Nathan Alvaro Melvi...