31. Lagi.

3.7K 191 3
                                    

"Jangan nangis, lo selalu jelek kalo nangis. Jangan senyum berlebihan, lo selalu sangat cantik kalo senyum. Dan apapun tentang lo, gue selalu suka."

****


Nasya tiada henti menangis, bahkan ketika semua temannya bertanya Nasya tak mau menjawab dan meneruskan tangisnya.

Wajahnya tak terlihat, karena berada dikedua lipatan tangnnya. Bahunya bergetar, menandakan bahwa ia masih menangis.

"Sya, udah. Lo gak malu di liat sama satu kelas gini?"

Nasya tak meresponnya, ia hanya diam. Mungkin tangisannya sudah selesai. Namun, masih sesenggukan efek sehabis menangis.

"Udah gue bilang, jangan samperin mereka. See? lo tetap gak di anggap kan? Sya, jangan gini terus. Gue gak mau liat lo kaya gini terus, ayo mana Nasya yang ceria? yang usil?"

Nasya mengangkat kepalanya, menatap ke arah Maura. Matanya sedikit bengkak dan merah, serta hidung dan wajah yang memerah khas seperti habis menangis.

"Gue, gue cuma kangen ibu Ra... gue cuma pengen di peluk, walaupun cuma sebentar Ra."

Maura nenatap sendu ke arah Nasya, ia mengambil tangan Nasya.

"Sya, kalo lo kangen di peluk lo bisa meluk gue. Lo bisa ko anggap gue ibu lo, anggap gue apapun yang lo mau, asal jangan babu aja."

Nasyaa tersenyum,
"Berati tukang kebon, boleh dong?"

"Yeuu, kampret."

****

"Dek, abang harus berangkat ke jepang hari ini. Maaf ya, abang gak bisa jemput kamu. Baik-baik di rumah, abang cuma sebentar ko disana. Nanti setelah urusan selesai, abang langsung pulang. Jaga diri baik-baik, jangan telat makan, abang sayang kamu. Nanti abang pulang, bonus oleh-oleh deh. Love you dek."

Setelah mendapat pesan tersebut, Nasya langsung bergegas pulang bertepatan dengan bunyi bel pulang sekolah. Ia ingin cepat-cepat sampai rumah. Kali ini ia benar-benar lelah.

Ia melangkah cepat, dan berpesan pada Maura jika Nathan menanyakannya jawab saja bahwa ia sudah di jemput pulang.

"Mang!"

Nasya langsung menaiki angkot tersebut dengan tergesa, takut berpapasan dengan Nathan.

****

"Nasya, mana?" Tanya Nathan, ketika Maura berjalan melewatinya. Tapi, ia sendirian. Tak ada senyum Nasya.

"Dijemput tadi." Jawab Maura acuh, lalu kembali melanjutkan jalannya yang tertunda.

"Duluan?"

Nathan sedikit heran dengan sikap Nasya hari ini. Tidak biasanya gadis itu menghindar dan menghilang seharian.

****

"Assalamualaikum..." Ucap Nasya ketika memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam." Suara berat seseorang menjawab salamnya. Ia sangat familiar dengan suara ini, ini suara... ayahnya.

Dengan kaki yang sedikit gemetar, ia menghampiri ayahnya yang tengah berdiri didampingi oleh seorang gadis yang terlihat lebih muda dari ayahnya.

NasyaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang