"Memberi perhatian, melalui cara yang berbeda."
******
Setelah berucap perkataan terakhir untuk ibunya, Nasya pergi berlari entah kemana tanpa tujuan. Dia berlari menerobos dinginnya hujan yang turun begitu deras, mewakili perasaan yang tak bisa dijelaskan.
Ia kalang kabut, Nasya hanya bisa menangis dan berlari terus tak menentu arah. Ingin rasanya pergi dari bumi ini, dan meninggalkan semua hal yang membuatnya terasa mati rasa.
Apa kesalahannya sebenarnya? Mengapa ibunya begitu benci? Nasya tidak tahu letak kesalahannya.
Dulu, dia tak pernah melakukan apapun. Bahkan dia tak pernah mengecewakan ibunya. Tetapi mengapa ibunya berubah menjadi monster mengerikan? Apa yang membuat ibunya berubah? Jika ia penyebabnya, maka hilangkan Nasya di bumi sekarang juga.
Jika kehadirannya hanya membawa petaka bagi ibunya, maka lenyapkan ia sekarang juga.
"Kenapa terasa begitu tidak adil, Tuhan? Kenapa?!" Jeritnya dibawah hujan deras yang mengguyur wajahnya begitu keras.
"Apa kesalahan saya kepada ibu saya tuhan? Kenapa ibu sebegitu bencinya terhadap saya? Mengapa Tuhan, mengapa?!"
Deru air hujan sangat terdengar begitu jelas. Apa hujan sedang berkompromi dengan perasaan Nasya?
Nasya terduduk di bawah bulan yang tampak sedikit muram.
Apa bulan pun merasakan kesedihan yang melanda Nasya?
"Nasya sudah lelah Tuhan, lelah dengan takdir yang membuat Nasya begitu mati rasa."
"Bolehkah Nasya mengadu, Tuhan?"
Nasya menangis hebat beriringan dengan hujan yang semakin deras terasa.
"Nasya hanya ingin keluarga Nasya kembali seperti dulu, itu saja."
Tiba-tiba Nasya merasa dirinya tak lagi terkena air hujan yang begitu deras.
Karena penasaran, ia mendongkak, menatap ke arah tujuannya.
Payung?
Dan yang memegang?
Nathan.
"Ck, ngapain lo disini?"
"Bocah amat."
"Nyusahin."
"Lo ngapain disini? Pergi sana!" Usir Nasya sarkastik.
Nathan mengangkat sebelah alisnya,
"Kalo gue gak mau?""Terserah lo, bukan urusan gue!" Ujar Nasya lalu bersiap melangkahkan kaki beranjak meninggalkan Nathan.
Namun langkahnya terhenti. Karena tangan besar Nathan menarik pergelangan tangannya.
"Apa sih?!"
"Pulang."
"Ogah gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Nasyaa
Teen FictionSaat senyum, adalah sebuah alasan bertahan dalam lara yang berteman. Sekedar kata hampa, rasa, dan peran utama. Sekedar pertemuan, kilasan, dan kalimat perpisahan. Tentang gadis tegar, kalimat penenang, serta segala putus asanya. Nathan Alvaro Melvi...