"Berhentikan waktu sekejap, aku hanya ingin selalu bersamamu."
"Gue bisa ko ka, buktinya kemarin gue jauhin lo hehe."
"Terserah, oh iya gue dengar kemarin katanya lo kepilih jadi pasangab Rio di acara promnight nanti."
"Iya memang, dan lo tau ka? Gue di suruh jadi putri salju! Aaaa gue gak mauu gak mauu, alalagi kalo harus di dandan, mending jadi tayoo aja!!" Ucap Nasya menggebu-gebu.
"Santai bisa gak?"
"Eh hehe, maaf ka. Habisnya kesal.."
Bibir Nathan terangkat membuat senyuma kecil yang sangat manis.
"Kenapa gak mau?"
"Nanti kalau di dandan mirip badut, apalagu pasangannya itu si muka datar Rio, gak mau deh!!" Ujar Nasya dengan wajah kesalnya.
"Kan Rio ganteng."
"Ganteng apa nya? Datar kaya giu." Nasya mendengus kesal.
"Kalo sam gue gimana?"
"Sudahi saja, pipiku sudah sangat merah. Ahhhh ka Nathan gilaa!! Gue jimayuu ahhhh love love gede dehh!!"
"Gak usah blushing."
"E-enggak ko ka, gak blushing."
"Memang kakak ikut acara promnight?" Sekarang giliran Nasya yang bertanya.
"Ikut."
"Jadi pasangan siapa?"
"Rachel."
Jleb.
"Oh hehe..."
"Kenapa?"
"Gak apa-apa ka."
Gak apa-apa? Definisi dari, marah, kesal, kecewa, sakit, cemburu.
"Gue ke kelas dulu ya ka, sebentar lagi sudah bel hehe." Ujar Nasya lalu bangkit dari duduknya.
Namun, saat hendak pergi tangannya ditahan. Membuat langkahnya ikut tertahan.
"Sini aja."
"Ta-tap kaa.."
"Sini aja." Ujarnya lalu menarik tubuh Nasya hingga duduk di pangkuannya.
Refleks Nasya kaget.
"Eh ma-maaf kaa.." Ujar Nasya lalu berpindah posisi duduk di sisi Nathan.
"Jangan cemburu."
"E-enggak ko, ka Nathan lagi sakit ya?"
"Sakit?"
"Siapa tau kepala ka Nathan habis ke pentok gitu, makannya ka Nathan mau dekat-dekat sama gue."
Nathan terkekeh kecil.
"Enggak, gue gak apa-apa. Lo gak senang gue dekatin lo?"
"Ehh enggak kaa!!"
Perlahan kepala Nathan berpindah pada pundak Nasya.
"Maaf."
"Maaf untuk apa ka?"
Kepalanya terangkat menatap lekat, mata coklat, hidung mancung, bibir ranum merah yang menjadi candu Nasya, kini berada di dekatnya. Aroma nafas mintnya dapat terasa lebih jelas.
"Untuk semuanya."
Nasya nyengir memperlihatkan lesung di dekat pipi nya.
"Cantik."
"Amin ka Nathan hehe." Ujar Nasya senang.
"Kenapa senyum-senyum."
"Nasya hanya senang ka Nathan nganggep Nasya hehe."
"Maaf jika gue membuat lo menunggu. Tapi perasaan gue masih belum pasti."
Sakit.
"Gak apa-apa ko ka, udah nganggep Nasya aja, gue sudah senang ka hehe."
Nathan mengacak rambutnya.
"Tapi jika lo sudah lelah, berhenti saja nunggu gue ya."
"Nasya gak pernah lelah."
Nathan menoel hidung Nasya,
"Iyaa terserah, tapi memang lo gak sakit hati ngeliat gue sama rachel?""Enggak, kan gue udah biasa."
"Lo ngomong gitu, gue makin ngerasa bersalah."
"Eh-eh merasa bersalah kenapa ka?"
"Karena gue sering bikin lo nangis."
"Gak apa-apa ko ka, gue juga nangisnya gak setiap detik hehe."
"Maaf."
"Udah dong ka, Nasya pergi nih."
"Boleh, asal jangan pergi dari gue."
"Enggak dong hehehe."
Tangan besar Nathan menggenggam tangan mungil milik Nasya, hangat. Dengan sesekali mengelus tangan Nasya. Entah apa, yang Nasya tau hanya ia senang seperti ini.
"Ka Nathan, gue mau ke kelas."
"Jangan." Tangannya memegang erat tangan Nasya.
"Tapi nanti dimarahi."
"Gak apa-apa, bolos aja."
Nasya membulatkan matanya.
"Enak aja, nanti dimarahin emak dong!"
"Yasudah sana." Ujar Nathan dingin.
"Iya iya, hari ini Nasya bolos deh." Ucap Nasya pasrah.
Nathan tersenyum, lalu mengelus lembut kembali tangan Nasya.
Nasya tersenyum bahagia tanpa Nathan ketahui.
Senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasyaa
JugendliteraturSaat senyum, adalah sebuah alasan bertahan dalam lara yang berteman. Sekedar kata hampa, rasa, dan peran utama. Sekedar pertemuan, kilasan, dan kalimat perpisahan. Tentang gadis tegar, kalimat penenang, serta segala putus asanya. Nathan Alvaro Melvi...