28 | Please, Be Happy

4.6K 760 14
                                    

Sudah tiga hari Mona mencoba menghindari terlalu banyak hubungan kerja dengan Axel. Biasanya, Mona yang mengantar kopi langsung ke ruangan Axel, tapi terhitung sejak dua hari lalu, ini adalah kali ketiga Mona membiarkan OB mengantar langsung kopi itu kepada Axel, tanpa melalui Mona dan sebisa mungkin, Mona pergi untuk makan siang ke luar, bersama siapapun yang dia kenal setelah makan siang Axel tiba sehingga, tak ada alasan Axel untuk mendesaknya makan siang bersama.

Pagi menjelang siang ini, OB baru saja ke luar dari ruangan Axel saat dia menatap Mona dengan tatapan cemas. "Mbak Mona, maaf. Pak Axel bilang, Mbak Mona ditunggu di dalam ruangan. Kayaknya, Pak Axel marah karena yang antar kopi bukan Mbak Mona beberapa hari belakangan."

"Tapi gak akan ngerubah rasa kopi itu, kan?" Mona memutar bola matanya sebelum bangkit berdiri dan sedikit membungkukkan tubuh kepada si OB, "Makasih, ya."

"Sama-sama, Mbak."

Setelah si OB pergi, Mona menghela napas lagi sebelum melangkah menuju ke ruangan Axel. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas, sebentar lagi makan siang sehingga, dia bisa langsung menanyakan apa yang ingin Axel makan. Mona mengetuk pintu dan membukanya, dia memasuki ruangan Axel dengan kepala tertunduk.

"Permisi, Pak. Bapak manggil saya?"

Didapatinya, Axel yang menatap serius laptop yang ada di hadapannya. "Saya butuh bantuan kamu untuk membuat laporan. Saya udah buat draft, tolong kamu cek apakah ada pengetikan yang salah atau apapun itu. Saya buatnya buru-buru dan saya email ke kamu."

Mona mengangguk meskipun, Axel masih tak menatapnya. "Siap, laksanakan, Pak." Mona menahan napas, menunduk dan berkata pelan, "Saya permisi, Pak," sebelum melangkah meninggalkan ruangan, tanpa menyadari tatapan yang Axel berikan kepadanya, seakan ingin memanggil, tapi lidah terlalu kelu untuk berucap.

Dua jam Mona berkelut dengan laporan yang Axel buat, memeriksa tiap kata yang Axel ketik di sana meskipun, jelas-jelas cowok itu sangat baik dalam membuat laporan. Mona tak mendapati banyak kesalahan, kecuali kesalahan ketik yang menurut Mona hanya kesalahan sangat kecil.

Selesai berkutat dengan laporan itu, Mona mengirimkan balik revisi darinya ke email Axel sebelum bangkit berdiri dan melangkah menuju ke ruangan Axel untuk memberitahukan mengenai revisi yang sudah dia email ke Axel.

Mona mengetuk pintu dan membukanya perlahan. Napas Mona tertahan begitu didapatinya Axel yang membaringkan kepalanya di meja, terlihat tertidur cukup pulas.

Senyuman tipis muncul di bibir Mona begitu menyadari Axel yang tertidur dengan deru napas yang cukup tenang. Mona melangkah mendekat dan benar saja, Axel benar-benar tertidur dengan tenang, tak lagi dengan deru napas tak beraturan ataupun teriakan-teriakan yang terkadang membuat Mona pilu sendiri mendengarnya.

Entah berapa lama Mona menatapi wajah tertidur Axel sampai akhirnya, dia sadar dari pikiran-pikirannya tentang Axel. Mona menggelengkan kepala dan memejamkan mata sebelum berbalik. Dia menundukkan kepala dan menahan napas lagi.

Mau sampai kapan kayak gini, Mon? Lama-lama gak nyaman kerja begitu. Emang benar, ya. Gak seharusnya ada hubungan lebih dari sekedar rekan kerja atau pertemanan di dunia kerja karena secara gak langsung mempengaruhi fokus kerja.

Kaki Mona baru hendak melangkah meninggalkan ruangan Axel saat suara berat Axel terdengar dan membuat Mona tersentak.

"Monalisa."

Mona memejamkan mata sekilas. Selama dia bekerja di sini, Mona jarang atau bahkan tak pernah sekalipun mendengar Axel memanggil nama panggilannya dengan benar. Tak pernah sekalipun Axel memanggilnya dengan nama Mona, hanya Mona. Jika tidak Monalisa, ya Lisa. Tak tahu kenapa.

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang