Sudah tiga hari Mona harus menghadapi tatapan sinis banyak orang padanya. Beruntung, Mona mencoba untuk tak peduli. Di manapun Mona berada, Mona selalu dihadapkan dengan kondisi seperti ini dan entah Mona harus merasa bersyukur atau menyesali keberadaan dirinya yang tak pernah berada di tempat yang baik.
Hari ini, sampai dengan jam makan siang, Mona tak mendapat kabar sama sekali dari Axel, tentang apakah cowok itu akan datang ke kantor atau tidak. Mona ingin mengirim pesan terlebih dahulu, bertanya, tapi rasanya sangat tidak sopan meskipun, hatinya mendesak untuk mengirimkan pesan tersebut. Sayangnya, pikiran Mona lebih mendominasi hari ini ketimbang hatinya.
Mon, gue tunggu di restoran lantai satu, ya!
Mona menghela napas membaca pesan masuk tersebut sebelum bangkit berdiri, meraih dompet dan ponsel, lalu melangkah meninggalkan meja kerjanya. Sudah jam makan siang dan Mona punya hak menggunakan jam tersebut untuk makan siang, kan?
Langkah Mona terhenti di depan elevator begitu mendengar sebuah suara yang membuatnya menoleh. Mona tersenyum melihat siapa yang baru saja menyebut namanya, cukup keras. Eros Bennedict Delmar.
"Kamu mau ke mana, Mon?" tanya Eros, sama-sama menunggu pintu elevator.
"Makan siang, Pak." Mona menjawab dan di saat bersamaan, pintu elevator terbuka. Keduanya melangkah memasuki elevator dan Mona dengan cepat menekan tombol satu, lantai tujuannya. "Bapak mau ke mana?"
Eros nyengir. "Mau ikut kamu makan siang, hehe."
"Bapak gak makan siang di luar? Biasanya juga di luar."
Pintu elevator terbuka dan keduanya melangkah bersamaan menuju ke restoran yang berada di sudut kiri gedung kantor tersebut. Eros melangkah dengan satu tangan yang dia sembunyikan di kantung jaket tebal yang dia kenakan.
"Bosen makan di luar. Sekalian mau ngobrol-ngobrol sama kamu."
Mona membuka pintu restoran dengan satu alis mengernyit. "Tapi saya makan sama Mbak Fanya, loh, Pak. Gak apa-apa?"
Eros mengangguk. "Gak apa-apa, Mon. Saya udah ngobrol banyak sama Fanya, kok, membicarakan tentang masa depan kita yang gak kesampaian. Sekarang, kita baik-baik aja."
Senyuman tipis muncul di bibir Mona saat cewek itu mengangguk sebelum menatap sekeliling untuk mencari keberadaan Fanya yang katanya sudah berada di restoran ini. Mona terus mencari sampai akhirnya, melihat Fanya yang melambaikan tangan kepadanya dengan semangat. Mona buru-buru menghampiri Fanya, Eros mengikuti dari belakang.
"Maaf ganggu acara cewek kalian, ya. Habisnya, saya bingung mau makan siang sama siapa." Eros berujar santai seraya menarik kursi untuknya sendiri.
Fanya nyengir. "Enggak, kok, Pak. Cuma makan siang biasa, bukan acara cewek."
Eros terkekeh. "Tetap aja. Pasti kehadiran saya bikin kalian gak leluasa cerita. Soalnya, Mona pasti mau cerita tentang Axel dan kamu mau cerita tentang saya. Iya, kan?" Eros menaik-turunkan alisnya seraya mengambil asal kentang goreng yang sudah Fanya pesan, memakannya begitu saja.
"Enggak, Pak. Ngapain juga ngomongin Bapak. Gak penting."
Jawaban Fanya membuat Eros menatapnya tak percaya. "Kamu jleb banget sekalinya ngomong."
Fanya hanya dapat terkekeh mendengar ucapan Eros sebelum keduanya kembali ke dunia nyata di mana Mona berada. Mona menatap dua orang yang pernah dekat itu secara bergantian sebelum nyengir lebar.
"Sekarang, malah saya yang kayak obat nyamuk, hehe. Atau saya makan di kantin belakang aja, ya, biar gak ganggu obrolan kalian berdua?" Mona bercanda, sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama
RomanceKarena suatu hal, Tatiana Monalisa mengundurkan diri dari perusahaannya bekerja dan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang tak pernah dia ketahui akan benar-benar berpengaruh dalam hidupnya.