40 | Pelukan

4.9K 848 52
                                    

Salahkan pengendara motor sialan yang tadi mengejar mobil Axel hingga Axel terpaksa lewat jalan tol dan bahkan tak sadar saat mobilnya sudah melaju cepat hingga dia sudah berpindah ibu kota. Dari Jakarta, ke Bandung dan Axel sama sekali tak menyadari karena terlalu sibuk mendengar cerita Mona tentang banyak hal. Memang dasarnya Mona tak bisa diam dan tak tahu jalan jadi, dia tenang saja ketika Axel mulai kebingungan untuk menghentikan mobil.

"Pak, kita mau cari makan kok gak sampai-sampai, ya? Saya baru cek jam di hape, udah jam sepuluh malam. Gak berasa, hehe." Mona cengengesan, seperti biasa begitu mobil Axel berhenti di depan sebuah tenda makan pinggir jalan.

Axel menghela napas dan menoleh. "Saya juga gak sadar. Kamu ngajakin saya ngobrol melulu sampai lupa niatan awal saya buat makan." Axel melepaskan sabuk pengamannya, Mona melakukan hal yang sama.

Mona terkekeh. "Kita lama banget di jalan, loh, Pak. Kalau jalanan itu lurus dan gak belok-belok, mungkin kita udah sampai di Yogyakarta sekarang." Mona asal mengumpamakan.

Axel tersenyum tipis. "Butuh waktu lebih dari tiga jam untuk ke Yogyakarta, Mona."

"Berarti mungkin bukan Yogyakarta, tapi Bandung!"

Refleks, Axel tertawa dan Mona menatapnya bingung. Sungguh, Mona tak tahu menahu tentang keberadaan mereka saat ini. Yang dia tahu, mereka pasti masih berada di Jakarta karena Axel memutar jalan yang cukup panjang untuk menghindari si pengendara motor yang mengikuti mereka nanti.

Axel berhenti tertawa dan tanpa menjawab apapun, dia membuka pintu mobil sambil berkata, "Ayo, makan! Saya udah laper banget!"

Mona masih menatap Axel bingung sebelum ikut turun dari mobil dan melangkah mendekati Axel yang mulai masuk ke dalam tenda Pecel Lele.

"Kamu mau makan apa?" tanya Axel ketika Mona sampai di dekatnya.

"Saya pecel lele aja."

Axel mengangguk dan beralih kepada si penjual pecel lele yang menunggu pesanan Axel sedari tadi, dengan mata yang sedikit berbinar. Serasa menonton aktor kawakan, mungkin yang ada dalam pikirannya.

"Bu, pesan dua pecel lele, ya. Minumnya yang satu teh hangat, yang satu lagi—,"

"Samain aja, Bu! Teh hangat tawar!" Mona berujar penuh semangat seraya menarik kursi plastik di dekatnya dan duduk di sana, melipat tangan di atas meja kayu.

Axel ikut menarik kursi di dekat Mona, menunggu pesanan mereka datang.

"Kayaknya bentar lagi hujan, ya, Pak? Dingin banget."

Axel menoleh untuk melihat Mona yang memeluk tubuhnya sendiri, sesekali menggesekkan lengannya supaya menciptakan rasa hangat. Cewek itu masih mengenakan kemeja warna krem dan celana panjang hitam yang dia gunakan ke kantor. Kemeja Mona itu bisa dikatakan tipis meskipun, tidak tembus pandang.

Selanjutnya, Mona hanya dapat menahan napas begitu merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya. Mona sudah mendapati jaket kulit yang Axel kenakan, bertengger di punggungnya sementara si empunya malah mengenakan kaus oblong yang Mona tahu cukup tipis.

"Pak, jaketnya—,"

Mona hendak melepaskan jaket yang Axel selampirkan di punggungnya ketika Axel menatapnya tajam dan dengan tegas berkata, "Pakai. Saya belum kedinginan. Nanti kalau kamu sakit, saya yang repot."

Bibir Mona mengerucut. "Ish, si Bapak. Kebalik, lah. Mending Bapak pakai jaket soalnya, kalau Bapak sakit, saya yang repot." Tangan Mona hendak melepaskan jaket yang terselampir di punggungnya, namun Axel menahan tangan Mona.

"Pakai, Mona. Ini perintah."

Mona mendengus dan akhirnya, pasrah. "Si Bapak, mah, suka ngancam begitu mentang-mentang Bapak atasan dan saya bawahan."

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang