22 | Dikecewakan

5.1K 797 30
                                        

Setelah beberapa hari tidak bertatap muka secara langsung padahal, masih berada di gedung yang sama akhirnya, Mona mendapat kesempatan untuk makan siang bersama dengan Fanya karena siang ini Axel memiliki pertemuan di luar bersama klien. Mona sangat senang. Rasanya sudah sangat lama sejak Mona mengobrol dengan senior yang selalu terlihat menakjubkan di matanya tersebut.

"Gila, Mon! Gue gak nyangka lo sama Pak Axel udah sejauh itu! Gila! Si Namora aja ditolak mentah-mentah sama Pak Axel. Lah, lo malah diajak nonton Asian Games sama dia!"

Mona hanya berani menceritakan jika dia pergi menonton Asian Games bersama Axel di hari Sabtu. Mona belum berani bercerita tentang dia yang menginap di apartemen Axel. Jika cerita Mona yang diajak menonton Asian Games saja sudah membuat energi menggosip Fanya naik, apalagi jika bercerita yang satu itu. Bisa-bisa, Mona akan terus diledek oleh Fanya yang sepertinya bisa mencium perasaan berlebih Mona pada Axel.

"Keberuntungan, Mbak."

Fanya menggeleng. "Enggak. Keberuntungan gak datang dua kali. Ini, mah, udah cukup jelas, ya, Mon! Kayaknya Pak Axel punya rasa sama lo!" Fanya berujar heboh dengan senyuman lebar di bibirnya. Dia terlihat sangat senang mengetahui kabar ini.

Mona terkekeh. "Enggak, Mbak. Serius cuma keberuntungan." Mona menyedot jus alpukatnya, "Lagipula, Pak Axel bilang sendiri kalau dia udah punya pasangan yang ditentukan sama Papa-nya sendiri."

Fanya menahan napas dan menghelanya perlahan. "Jadi, lo udah dengar tentang makan malam keluarga Delmar minggu lalu di mana Pak Yaqub ngenalin Pak Axel ke salah satu anak dari rekan kerjanya dulu?"

Pergerakan Mona berhenti seketika, matanya hanya terfokus pada Fanya yang menunggu ekspresi darinya. "A-Apa?"

"Pak Axel dikenalkan dengan anak rekan kerja Pak Yaqub. Pak Eros yang cerita sendiri. Katanya, itu bakal calon istri Axel kelak. Cantik banget, katanya."

Mona menahan napas. "Pa-Pak Eros cerita begitu ke Mbak Fanya?"

Fanya terkekeh. "Elah, Mon. Itu pasangan yang Pak Eros bawa ke acara makan malam yang semula dikira makan malam keluarga itu juga kenalan gue. Dia sampai mohon-mohon dicariin gandengan. Katanya belum punya muka tembok kayak Pak Axel yang bodo amat diledekin jomblo. Pak Eros mana suka diledekin jomblo meskipun, dia jomblo."

Mona terkekeh. "Kenapa enggak Mbak Fanya aja yang jadi gandengan Pak Eros? Kalau dilihat-lihat, kalian cocok, loh. Terus Mbak Fanya, kan, tahu jelas Pak Eros kayak gimana."

Fanya diam sejenak sebelum menarik napas dalam. "Gue dipindahin ke departemen marketing dari Sekretaris Direktur Operasional, ya, gara-gara gue punya hubungan spesial sama Pak Eros, Mon."

Hening. Mona tak menyangka akan mendengar pengakuan seperti ini dari seorang Fanya yang benar-benar tertutup perihal pribadinya. Fanya tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya. "Lo tahu? Jadi Sekretaris itu bukan pekerjaan gampang. Lo harus layanin bos lo sebaik mungkin sampai akhirnya, lo tahu baik buruknya bos lo dan sebisa mungkin lo harus nahan diri buat...buat gak ngerasain apa yang gak seharusnya lo rasa."

"Mbak Fanya, maksudnya lo sama Pak Eros—,"

Fanya terkekeh. "Pacaran, sih, enggak, Mon. Tapi gue kayak...well, cewek simpanannya Pak Eros tiap kali dia berantem sama ceweknya yang juga hobi selingkuh. Gue selalu ada di samping dia, jadi pendengar dan penasihat yang baik buat dia. Tapi seisi kantor protes keras dengan hubungan gue dan Pak Eros. Akhirnya, gue dan Pak Eros mutusin buat jaga jarak."

Jari Fanya memutar sedotan lemon tea pesanannya. "Tapi akhir-akhir ini, Pak Eros kayak coba dekatin gue lagi. Entah gue yang kepedean atau apa, tapi gue gak bisa. Lo tahu sendiri sebentar lagi gue mau nikah. Gue gak bisa tiba-tiba ninggalin seseorang yang udah kasih gue kepastian demi seseorang yang belum tentu bisa kasih gue kepastian."

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang