30 | Minyak & Air

4.8K 798 53
                                    

Faktanya, makan malam itu berakhir dengan Cas yang merengek minta pulang ke Melvin yang juga menguap beberapa kali karena mengantuk. Alhasil, sepasang kekasih itu izin untuk pulang terlebih dahulu, meninggalkan Mona dan Axel yang masih menikmati makanan ringan yang disajikan di meja. Ada kentang goreng, puding dan juga chicken drumstick.

Sebenarnya, tadi Mona ingin menebeng di mobil Cas yang akan Melvin kendarai, tapi rasanya sangat tidak sopan. Mona juga belum siap menjadi obat nyamuk pasangan romantis itu, ditambah Axel juga mengiyakan saat Cas memintanya untuk mengantar Mona sampai kostan.

Sedari tadi, tak ada percakapan apapun yang Mona dan Axel buka sejak Cas dan Melvin pergi. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, termasuk saat Axel memakan kentang gorengnya secara perlahan, berusaha menikmati sebaik mungkin.

Keheningan itu bertahan cukup lama sampai ponsel yang Axel letakkan di atas meja berdering dan membuat Axel buru-buru meraihnya. Axel menatap layar ponselnya selama beberapa detik dengan tatapan yang tak bisa Mona artikan sebelum akhirnya, dia mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Xel, kamu lembur sama Mona, ya? Kok Mona belum balik sampai sekarang? Udah jam setengah sepuluh malam, loh."

Axel memejamkan mata sekilas. "Iya, ada lembur. Aku antar dia balik setelah selesai."

Mona mengernyitkan dahi saat Axel menatapnya sambil berkata demikian pada seseorang yang sekarang Mona yakini sebagai sahabatnya, Jenny.

"Jangan sering-sering ajak Mona lembur, Xel. Kasihan. Dia cewek, loh. Emangnya gak ada cowok yang bisa diajak lembur?"

Axel menghela napas. "Aku antar dia pulang sekarang, ya? Selamat malam dan tidur yang nyenyak."

Tanpa menunggu jawaban Jenny, Axel sudah mengakhiri panggilan dan meletakkan ponselnya di atas meja seraya berkata, "Udah selesai belum makannya? Saya antar kamu balik sekarang."

Mona memejamkan mata dan mengangguk. "Udah, Pak."

"Ayo."

Axel yang bangkit berdiri terlebih dahulu dari kursinya dan melangkah meninggalkan restoran. Mona mengekori dari belakang, seperti anak itik yang mengikuti induknya.

Mona menahan napas melihat Axel yang memasuki jok kemudi mobilnya. Mona bahkan tak pernah sadar, kapan Rinto memberikan kunci mobil itu dan kapan Rinto pergi? Apa Axel yang memintanya pergi?

Lamunan Mona buyar ketika Axel membunyikan klakson yang membuat Mona cukup terkejut sebelum memasuki mobil Axel tersebut dengan hati yang masih belum menenang. Baiklah. Sekarang, dia hanya berdua di mobil. Bersama seseorang yang sebentar lagi akan menjadi hak paten sahabatnya.

Mobil Axel mulai melaju meninggalkan area restoran, dengan penumpang yang masih diam bingung bagaimana harus memulai percakapan.

"Kamu udah mendingan?"

Suara Axel yang terdengar lebih dahulu, membuat Mona yang semula fokus pada jalanan menoleh ke pemuda yang masih mengenakan kemeja berwarna merah dan celana panjang hitam tersebut.

"Perasaan saya baik-baik aja, Pak. Saya gak apa-apa."

Axel menghela napas. "Kamu berbeda beberapa hari belakangan." Axel menoleh sebentar menatap Mona dan lanjut berkata, "Mungkin gak banyak orang menyadari perbedaan itu, tapi selama beberapa waktu belakangan, saya menghabiskan lebih banyak waktu dengan kamu. Mustahil kalau saya gak merasakan perbedaan itu."

Mona menundukkan kepala. "Saya bingung, Pak, berbeda di sisi mananya. Saya berusaha bekerja keras, seprofesional mungkin."

"Bukan tentang profesionalitas. Tapi tentang...sikap."

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang