Sinar hangat mentari menyelinap masuk lewat sela-sela kaca dan jatuh tepat di wajah Tatiana Monalisa yang tertidur pulas. Awalnya, terasa hangat, tapi lama kelamaan sinar itu sukses membuat Mona terbangun dari tidur lelapnya meskipun, rasanya sangat malas. Mona baru membuka mata begitu menyadari sesuatu yang berada di atas kepalanya. Mata Mona terbuka sempurna dan matanya bergerak, melirik. Sesaat kemudian, dia mengumpat dalam hati.
Gue ketiduran di sofa, sumpah dan jadiin pundak Pak Axel sebagai bantal?!
Bukan hanya pundak Axel yang menjadi bantal, kepala Mona pun menjadi bantal Axel yang masih memejamkan mata sehingga Mona tak bisa berbuat apapun selain diam. Jujur, tubuhnya pegal-pegal dengan posisi tidur seperti ini, tapi entah kenapa Mona dapat tidur nyenyak. Harusnya, tidak seperti ini.
Beruntung, tak memakan waktu lama, Mona merasakan beban di kepalanya yang lebih ringan saat Axel tersadar dari tidurnya dan duduk menegakkan tubuh dengan mata yang setengah terpejam. Dia merenggangkan otot-otot tubuhnya sebelum menoleh dan memberikan Mona senyuman manis dengan mata yang baru setengah terbuka.
"Selamat pagi, Monalisa."
Mona menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. "Pagi, Pak."
"Maaf, saya kayaknya ketiduran waktu coba nenangin kamu. Kamu terpaksa tidur di posisi gak enak kayak tadi," Axel sudah membuka mata lebih lebar, tapi masih terlihat sayu.
Mona melotot dan buru-buru menggeleng. "Lah, kenapa jadi Bapak yang minta maaf? Enggak, Pak. Bukan salah Bapak. Saya-nya aja yang ketiduran, hehe. Pundak Bapak pasti pegal saya tibanin sama kepala saya yang berat."
Axel menguap kecil sebelum berkata, "Sedikit, sih."
Obrolan kecil mereka harus terhenti saat salah satu pelayan kediaman Delmar datang, yang semalam mengenakan daster. Dia tersenyum bergantian kepada Axel dan Mona. "Selamat pagi! Maaf sebelumnya, A' Asel. Bibi mau bangunin kalian, gak tega. Maaf, ya, kelamaan bikin minuman sama rapihin tempat tidur semalam. Kalian pasti capek banget." Sedikit menunduk.
Axel tersenyum tipis. "Gak apa-apa, Bi. Maaf juga udah ngerepotin bibi malam-malam."
"Mau sarapan apa A' Asel dan Neng Lisa?"
"Mau bubur ayam Kang Asep. Masih ada gak, ya, Bi?"
Si pelayan itu mengangguk antusias. "Masih, A'! Masih ada. Tunggu sebentar, ya? Biar bibi pesankan."
"Makasih banyak, Bi."
"Sama-sama, A'. Bibi permisi, ya."
Si pelayan baru saja hendak pergi menuruti keinginan sang Tuan Muda saat Axel memanggilnya, membuatnya berbalik lagi menatap Axel. Axel tersenyum. "Di lemari aku masih ada baju, kan, Bi?"
Pelayan itu tersenyum dan mengangguk. "Masih sangat lengkap, A'. Bibi cuciin setiap bulan sekali, meskipun gak ada yang pakai."
"Baju-baju Bunda masih ada yang sisa, Bi?"
Si pelayan lagi-lagi tersenyum tipis mendengar pertanyaan Axel. "Beberapa baju udah dikasih ke orang, A'. Tapi ada beberapa dress kesayangan Bunda-nya A' Asel yang masih ada di lemari. Dress kesayangan dia semua yang motifnya bunga-bunga."
Senyuman tipis muncul di bibir Axel. "Makasih banyak ya, Bi."
"Siap, A'. Bibi beli sarapan buat kalian dulu, ya."
"Bibi jangan lupa beli. Buat Bibi sama Bi Asih juga."
Pelayan itu mengangguk patuh. "Siap, A' Asel."
"Makasih, Bi."
"Sama-sama."
Setelahnya, pelayan itu meninggalkan Axel dan Mona yang kembali sibuk dengan pikiran masing-masing, sama-sama canggung untuk memulai percakapan meskipun, sangat banyak yang ingin mereka tanyakan ke satu sama lain. Rumah keluarga Delmar ini sangat sepi, namun terasa sejuk dan nyaman. Cukup heran di rumah seluas ini, hanya di tempati oleh dua pelayan dan dua satpam yang katanya bertugas bergantian. Jika diberi izin, Mona tak keberatan tinggal di sini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama
Любовные романыKarena suatu hal, Tatiana Monalisa mengundurkan diri dari perusahaannya bekerja dan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang tak pernah dia ketahui akan benar-benar berpengaruh dalam hidupnya.