Sungguh, tiga hari di Singapura sangat cukup membuat Mona menampung semua rasa rindu untuk Indonesia. Sebagus apapun Singapura, semodern apapun Singapura, tetap saja. Menurut Mona, Singapura tetap tidak akan memiliki rasa nyaman dan aman seperti yang Indonesia miliki. Mona lebih suka berada di Indonesia.
Seisi kantor mungkin heran melihat bagaimana cerianya Mona pagi ini saat mereka tahu, empat orang yang memiliki dinas di Singapura baru sampai di Indonesia tengah malam dan mungkin sampai di rumah masing-masing dini hari, mereka tidak mendapat tidur yang cukup karena harus bangun di pagi hari untuk bekerja.
Bahkan, Indra dan Toni sudah mengajukan izin datang terlambat untuk menambah sedikit jam istirahat mereka. Sedangkan Mona? Well, dia terlihat tidak butuh tambahan jam istirahat. Dia masih bersemangat seperti biasa.
Perhatian Mona yang semula sibuk membaca berkas-berkas yang harus Axel tandatangani nanti tiba-tiba teralih oleh suara elevator yang berhenti. Mona menoleh dan mendapati Eros ke luar dari elevator dengan kepala tertunduk. Entah apa yang terjadi, tapi Eros tak terlihat seperti biasanya. Mona sempat bertatap mata dengan Eros, tapi Eros yang biasanya menyapa atau sekedar tersenyum malah bablas melangkah menuju ke ruangannya.
Mona penasaran dengan apa yang terjadi pada Eros dan rasa penasaran itu sepertinya akan terpenuhi saat Mona mendapat panggilan dari Eros, meminta Mona untuk masuk ke dalam ruangannya.
Mengingat jabatan Eros sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama, apa yang dapat Mona lakukan selain menurut? Mona melangkah menuju ke ruangan Eros, sesampainya di depan pintu, Mona terlebih dahulu menoleh ke Janeta yang benar-benar membuang wajah menatapnya. Mona menghela napas, mencoba mengabaikan perlakuan Janeta itu dan mengetuk pintu ruangan Eros sebelum membukanya perlahan sambil berujar, "Permisi, Pak."
"Silahkan duduk, Mona." Perintah itu langsung Eros ucapkan dan Mona menuruti perintah Eros tersebut.
Mona tak berani memulai percakapan begitu dia duduk dan Eros pun terlihat sibuk dengan pikirannya selama beberapa saat sebelum menatap Mona dan tersenyum tipis. "Bagaimana dinas kamu di Singapura? Lancar?"
Mona mengangguk kecil. "Alhamdulillah. Semuanya lancar, Pak."
Eros mengangguk. "Bagus kalau begitu. Axel sudah menyampaikan laporan secara lisan ke saya tentang kepeminatan investor tujuan kita di Singapura dan akan segera melakukan penandatanganan MoU. Saya berterima kasih sebesar-besarnya ke kamu atas keberhasilan kalian melobi investor itu."
"Saya gak ngelakuin banyak hal, Pak. Pak Axel, Pak Indra dan Pak Toni yang lebih berperan."
"Sekecil apapun lingkup kerja kamu, kamu tetap berperan, Mona."
Mona menahan napas dan sedikit menundukkan kepala. "Terima kasih, Pak."
Hening selama beberapa saat. Mona sedikit bisa membaca situasi, melihat kegusaran jelas di mata Eros yang membuat senyuman cerahnya hilang. Mona tahu seberapa bersahabatnya seorang Eros Bennedict Delmar, tapi tetap saja. Mona belum berani memulai percakapan akrab selayaknya percakapan akrab antara Mona dan Axel. Kalau saat Mona berbicara dengan Axel, semuanya bermodalkan nekat dan Mona beruntung Axel tidak mengambil hati semua ucapan menyebalkannya.
"Sebenarnya saya panggil kamu ke sini bukan untuk membicarakan soal pekerjaan. Tapi karena hal lain." Eros akhirnya, buka suara dan membuat satu alis Mona terangkat.
"Bapak mau curhat sama saya?" Mona bertanya demikian yang membuat Eros otomatis nyengir dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.
Eros tersenyum tipis. "Saya dengar dari Melvin, kamu pendengar dan penasihat yang baik. Kamu juga bisa jaga rahasia. Makanya, saya panggil kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama
RomansKarena suatu hal, Tatiana Monalisa mengundurkan diri dari perusahaannya bekerja dan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang tak pernah dia ketahui akan benar-benar berpengaruh dalam hidupnya.