Mobil sport yang Axel kendarai baru saja melaju ke luar jalan tol saat ponsel Axel berdering dan begitu Axel melirik, kontak yang Axel beri nama Je tertera di sana. Tanpa ditebak, Mona yang duduk di samping Axel sudah tahu siapa Je yang berada di layar ponsel Axel tersebut.
"Lisa, bisa minta tolong angkat panggilan dari Jenny? Tangan saya gak bisa lepas dari stir. Kamu aja yang jawab dia."
"Bapak mau persahabatan saya dan Jenny hancur karena nanti Jenny nuduh saya ngerebut Bapak dari dia?" Mona bertanya sarkastik.
Axel menggeleng. "Gak bakal. Kalian sahabat, kan? Jenny juga pasti paham apalagi dia tahu kamu itu Sekretaris saya. Kalau dia nanya, bilang aja kamu ikut saya ketemu klien di Bogor."
Mona mengangguk pasrah, menurut sebelum meraih ponsel yang Axel letakkan di dashboard. Mona menahan napas. Foto kontak bernama Je di ponsel Axel itu jelas-jelas sahabat Mona, teman satu kost dengannya yang Mona akui sangat cantik dan punya bentuk tubuh yang sangat indah. Jika dibandingkan dengan Mona, apalah artinya bentuk tubuh rata Mona.
Baru Mona mengangkat panggilan dan menyalakan loud speaker, suara Jenny sudah terdengar berbicara seakan-akan dia tengah melakukan rapping.
"Axel, kamu di mana? Kenapa dari tadi aku teleponin gak bisa, sih? Aku SMS juga di balas!"
Mona menghela napas mendengar suara Jenny tersebut sebelum, "Jen, sori banget gue yang angkat panggilan. Pak Axel lagi nyetir soalnya."
"Lah? Mona? Lo sama Axel?"
Mona memejamkan mata. "Iya, Jen."
"Tadi gue ke kantor, katanya lo antar berkas yang harus ditandatanganin Axel ke apartemennya?"
"Iya, Jen."
"Kalau begitu, gue nyusul ke sana, ya? Ada yang mau gue bahas juga sama Axel."
Mona menahan napas dan refleks menjawab, "Eh, gak--,"
Jawaban Mona terpotong saat satu tangan Axel meraih ponselnya yang berada di tangan Mona, dengan satu tangan lain yang masih fokus mengendarai mobil. Mata cowok itu juga masih fokus pada jalan tol menuju Bandung yang dilaluinya secepat kilat.
"Aku ada meeting di luar sama klien, makanya ajak Monalisa. Meeting dadakan."
Mona menatap sang atasan yang berbicara kepada Jenny seperti itu. Mona memejamkan mata dan menghela napas sebelum mengalihkan pandangannya ke sisi kiri kaca mobil.
"Di luar mana? Sama siapa dan kenapa kamu nyetir sendiri?"
Mona menoleh sekilas untuk menatap wajah terganggu Axel. "Jenny, kamu bertanya terlalu banyak pertanyaan dan percuma aku jawab kalau kamu bakal menanyakan hal-hal lain." Axel berujar dingin dan membuat Mona menggigit bibir bawahnya.
"Kenapa susah banget, sih, Xel, cuma sekedar ngabarin aku? Kalaupun gak bisa ngabarin atau gak tahu cara ngabarin, kamu cukup respon semua panggilan masuk dan balas pesan aku!"
Mona menggigit bibir bawahnya begitu mendengar nada bicara Jenny yang meninggi, panggilan yang dilakukan Jenny masih berada dalam mode loud speaker jadi, jelas saja Mona bisa mendengar percakapan mereka.
"Aku sibuk. Call you later."
"Axel, aku belum selesai bicara!"
Mona tak tahu harus berkata apa saat Axel menarik napas dan menghelanya perlahan sebelum mengakhiri panggilan begitu saja, tanpa ada salam penutup dan langsung meletakkan ponselnya pada dashboard bersamaan dengan mobil yang tiba-tiba melambat sebelum akhirnya berhenti tepat di depan sebuah tempat seperti taman, yang diberi pagar pembatas berbahan dasar besi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama
RomansaKarena suatu hal, Tatiana Monalisa mengundurkan diri dari perusahaannya bekerja dan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang tak pernah dia ketahui akan benar-benar berpengaruh dalam hidupnya.