51. | Calief.

1.3K 279 97
                                    

"Tok...tok...tok !!!" Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Calief.

Calief segera menghapus air matanya, dan menaruh kembali foto ayahnya di dinding kamar. Ia lalu menghampiri pintu kamar tapi tak lantas membukanya.

"Cal...boleh abah masuk nak !" Seru Rizky sembari berdiri didepan kamar Calief.

"Abah...." Calief menjawab tanpa suara, ia ingin langsung membua tuas pintu tapi kembali ia urungkan.

"Cal...kamu dengar abah kan nak ? Bisa kita bicara sebentar saja, abah ingin bicara hal penting denganmu."

"Abah mau bicara apa ?" Sahut Calief dari balik pintu kamar.

"Buka dulu dong pintunya, biar kita bicaranya lebih enak, sesama lelaki Cal, asyikkkk !" Rizky berusaha mencairkan suasana.

"Krekk..." suara tuas pintu terbuka, Calief tak mau menatap wajah Rizky, ia menundukan pandangannya kelantai, Rizky menghela nafas panjang meminta izin masuk kekamar Calief dan hanya dijawab anggukan.

Rizky pun duduk diatas tempat tidur Calief sementara Calief berdiri dihadapan Rizky.

"Duduk sini Cal...!" Titah Rizky sembari meminta Calief duduk disebelahnya. Calief pun menurut ia duduk disebelah Rizky tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Boleh abah mulai pembicaraan kita ?"

"Hmm.." sahut Calief pendek.

"Abah tau kamu kesal sama abah karena abah minta sama bunda supaya kita pindah rumah, benar ?"

"Ya..."

"Boleh abah tau kenapa kamu sekesal itu sama abah ?" Rizky bertanya lembut sembari mengusap bahu Calief.

"Abah gak ngerti perasaan Calief !" Sahut Calief dengan nada agak tinggi.

"Perasaan Calief yang mana yang abah gak mengerti ?"

"Bah, Cal kan pernah bilang kalau Cal gak mau pindah dari sini, bukan Cal mau jadi pembangkang sama abah, Cal cuma gak mau bah meninggalkan rumah ini, rumah yang menjadi sisa kenangan ayah Daffa, karena Cal gak bisa nemu kubur ayah, sampai detik ini Cal hanya tau ayah meninggal tanpa Cal tau dimana kuburan ayah.." suara Calief bergetar mengenang ayahya.

Rizky pun menarik tubuh Calief kedalam pelukannya, mencoba menenangkan Calief yang tersulut emosinya sendiri.

"Pindah dari rumah ini, bukan berarti abah menghapus dan membuatmu melupakan sosok ayah Daffa yang sangat kamu cintai Cal, tapi abah sekarang adalah suami bunda, abah bertangung jawab dan berkewajiban memberi yang terbaik untuk keluarga yang abah bina ini, abah berhak memberikan penghidupan yang layak atas keluarga kecil abah sekarang, abah mau kalian tinggal dirumah yang abah bangun dari keringat abah sendiri, abah gak mau numpang terus dirumah ayah Daffa."

"Tapi rumah ini sekarang jadi milik Cal bah, abah gak usah gak enakan kayak gitu, Cal ikhlas kok abah dan adik-adik tinggal disini..."

"Ini bukan soal ikhlas gak ikhlas nak, ini soal tanggung jawab abah sebagai kepala keluarga, sebagaimana ayah Daffa semasa hidup sama bunda dan kamu, ia membangun rumah ini untuk kamu dan bunda tempati kan, karena ayahmu ingin kalian hidup di istana yang ia bangun dari keringat kerja kerasnya, sama hal nya yang ingin abah lakukan padamu bunda juga adik-adikmu, Cal...abah bukan ayah kandungmu, abah gak bisa menggantikan sosok ayah Daffa dihidupmu, tapi abah mau memberikan yang terbaik, abah mau adil kepadamu juga adik-adikmu, karena meskipun kita gak sedarah sayangnya abah sama kamu gak berbeda seperti pada adik-adikmu."

Calief mencerna setiap perkataan yang keluar dari bibir Rizky. Ia menatap dalam mata Rizky yang berbinar penuh pengharapan padanya.

"Cal tau abah bukan ayah kandung Cal, tapi Cal juga tau betul abah sama sekali gak pernah kurang cinta dan kasih sayang sama Cal meski sudah ada Clemira, Chairil dan Clarissa, tapi bah, Cal belum bisa kalau harus disuruh pindah dari sini. Cal mohon bah mengertilah mau Cal..."

CALIEFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang