Song : Kim Feel - One Day.
Jihyo sepenuhnya sadar, bahwa tak selamanya ia bisa menghindar dari Yoongi. Kadang kala, diwaktu yang tidak ditentukan, sebuah ikatan takdir bisa saja mempertemukan mereka dalam keadaan yang tak terduga. Bertatap mata saat bersama Yoonji atau sekedar berpapasan pada sunyinya lorong mansion kakeknya itu.
Bagi Yoongi, mungkin itu merupakan sebuah keberuntungan, tapi tidak dengan Jihyo. Bertemu Yoongi seakan membawanya kembali pada dunia kelam yang tak ingin ia ingat sedikitpun. Membawanya pada ingatan pahit tentang dirinya dan juga pemuda itu. Meski dalam hati ia tak memungkiri jika saat ini ia benar-benar merindukan sosok pemuda berkulit pucat itu. Tapi, sekuat tenaga coba ia tekan perasaan sialan itu agar hatinya tidak makin tersiksa karenanya.
"Jihyo..."
Panggilan nan lembut itu spontan menghentikan laju kursi roda Jihyo. Berhenti tepat saat tubuh keduanya saling berpapasan. Dada Jihyo mendadak terasa sesak. Meski kejadian ini telah berulang kali terjadi, tapi wanita itu tetap tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Rasa hingga getar dalam batinnya seketika membuat ia merasa lemah dan jatuh untuk kesekian kalinya.
"Kau sendirian? Tidak ada yang menemanimu?"
Lagi, suara lembut itu terdengar menyapa. Menyalur lewat udara yang kian menghangat. Terukir senyum indah dari bibir sang pemuda. Tak menyangka jika ia akan bertemu dengan sang wanita di lorong temaram ini. Sungguh ia merasa sangat beruntung karena Tuhan sekali lagi memberinya kesempatan berharga itu. Kesempatan bertemu seseorang yang teramat berharga baginya. Seseorang yang setiap hari begitu ia rindukan.
"Kau mau ke kamarmu? Biar aku antar ya."
Tanpa meminta ijin terlebih dahulu, Yoongi dengan sendirinya bergerak, mendorong kursi roda itu menuju kamar sang wanita. Tak peduli dengan reaksi Jihyo yang enggan menerima tapi juga tidak menolak. Seolah ia hanya menjalankannya inisiatifnya sendiri sebagai seorang pria.
"Hari ini cuaca sangat cerah bukan?Tapi, kenapa rumah ini rasanya sepi sekali? Dimana kakekmu? Ah iya, aku lupa, sekarang jadwal kakekmu untuk ikut club lansianya bukan?"
"Apa kau merasa kesepian? Maaf jika aku baru datang sekarang, ada hal yang perlu ku urus tadi pagi. Oh ya, apa kau sudah makan? Sudah minum obat?"
Yoongi tersenyum tipis saat merasa Jihyo masih bertahan dalam keterdiamnya. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi Yoongi saat Jihyo tidak menjawab pertanyaannya. Ia merasa itu bukanlah masalah yang besar. Selagi ia bisa melihat wanita itu dirasa sudah begitu cukup baginya. Yoongi sadar, ia tidak bisa memaksa Jihyo untuk berbicara padanya. Ia sadar, kesalahan yang ia perbuat terlampau begitu besar hingga mungkin tak akan ada maaf yang bisa memaafkan segala kesalahannya dimasa lalu.
"Katakan, kau ingin apa?"
Yoongi berjongkok mensejajarkan posisinya dengan Jihyo. Menatap Jihyo yang selalu mencoba menghindari tatapannya. Sekarang mereka sudah berada dalam kamar wanita itu. Kamar yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi Jihyo, kini berubah menjadi ruang sempit yang terasa sesak karena kehadiran pria yang tidak ingin ia lihat.
"Kau ingin membaca buku di balkon ya, baiklah, tunggu sebentar, aku buka tirainya dulu." Yoongi beranjak menuju pintu balkon, menyibak tirai yang menutupinya, membiarkan cahaya matahari masuk menyinari kamar sang wanita.
"Pergilah."
Satu kata yang membuat kegiatan tangan Yoongi berhenti. Satu kata yang terucap setelah sekian lama ia menunggu wanita itu berbicara padanya. Mata Yoongi berkaca-kaca, pandangannya mengabur.
Ah, kenapa rasanya sakit sekali?
Bukan kata itu yang ia harapkan keluar dari mulut sang wanita. Namun, sebisa mungkin Yoongi tetap tersenyum, menarik nafasnya pelan lalu berbalik menatap wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Producer (Min Yoongi) - END
Fanfiction[WARNING :17+] [PRIVATE] Akibat kecerobohannya, Jihyo gadis berusia 21 tahun harus terjebak pada sebuah perusahaan agensi milik keluarga Min Yoongi mantan kekasihnya waktu SMA. Setelah sekian lama, takdir mempertemukan mereka kembali dalam situasi y...