Kejadian demi kejadian yang terjadi belakangan ini seolah memaksa mengubah ritme hidup Yoongi yang biasa berjalan secara teratur. Keadaan agensinya yang makin tak karauan membuat dia harus memutar otak untuk mengendalikan keadaan kembali seperti semula. Dia bahkan merelakan sejenak waktu dari rutinitas produsernya demi mengawasi langsung keadaan sistem perusahaan yang selama ini dikendalikan oleh orang kepercayaannya.
Banyak hal yang membuatnya pusing. Banyak masalah yang tidak ia mengerti. Perhitungan saham, laba dan rugi, kepercayaan publik, serta masalah ekonomi lainnya yang tidak ia pahami. Dia memang tidak mempunyai kemampuan dalam bidang tersebut. Meski pernah belajar otodidak dari mendiang sang ayah, namun rasanya itu belum cukup membuat Yoongi memahami situasi ini.
Benar apa yang Jihyo katakan dulu, dunia bisnis tak segampang menulis lirik yang bisa ia selesaikan hanya dalam kurun waktu satu jam saja. Sedikit tidak membuka mata Yoongi, bahwa hal inilah yang mungkin tengah Jihyo alami saat ini.
Berbicara tentang Jihyo, Yoongi menerawang ingatannya tentang pertemuan terakhir mereka yang lagi dan lagi berakhir dengan pertengkaran. Hubungan mereka nampak makin rumit saja. Bagai tak pernah menemukan titik temu, hubungan mereka seperti tengah berjalan kearah tepian jurang.
Pertengkaran demi pertengkaran terjadi, seolah tak bisa menyatukan satu pendapat dalam benak mereka. Yoongi yang dengan egonya meminta Jihyo untuk menjauhi Chansung, sementara Jihyo yang kekeh pada keputusannya untuk tetap bertahan. Berusaha sebaik mungkin menghandle si brengsek itu agar tidak membuka suara perihal kesalahan kakeknya dimasa lalu. Hal yang tidak diketahui dan tidak dimengerti oleh Yoongi.
"Maaf PD-nim, ada kiriman paket untuk anda." Salah satu staff datang ketempat Yoongi, memberikan satu buah amplop cokelat yang disebut sebagai kiriman itu.
"Dari siapa?" Tanya Yoongi sembari menimang apa kira isi amplop tersebut.
"Saya tidak tahu, hanya hanya bertugas untuk mengantarkannya saja dari lobby." Yoongi mengangguk mengerti lalu mempersilahkan staff yang tidak ia ketahui namanya itu untuk menyingkir dari hadapannya.
Merasa begitu penasaran, dengan segera ia membuka amplop itu yang ternyata berisi beberapa buah photo yang dicetak dengan resolusi yang cukup besar. Wajahnya nampak terkejut, melihat itu tangannya langsung bergetar dan matanya seketika memanas. Melihat semua ini sungguh membuat Yoongi benar-benar marah.
"Brengsek!!" Ia melempar photo itu kesembarang tempat lalu dengan segera mengambil ponselnya dan menelpon seseorang yang telah membuat amarahnya begitu memuncak.
"Datang ketempatku sekarang! Kita perlu bicara!"
Yoongi membanting ponselnya kesal. Mulutnya terkatup rapat dengan dada yang bergemuruh hebat. Rasanya ia ingin membunuh seseorang sekarang juga.
"Brengsek kau Lee Chansung!!"
*****
Mata Jihyo berkedut sesaat sebelum netra hitamnya menangkap cahaya yang menyilaukan matanya. Samar nampak ia melihat sang sekretaris duduk disampingnya, menatapnya dengan pandangan khawatir.
"Nona, anda sudah sadar? Anda sudah tidak apa-apa?" Segala pertanyaan itu tak langsung bisa Jihyo jawab. Ia perlahan bangun dan menegakkan badannya. Sedikit meringis saat merasakan nyeri dikepala dan juga gejolak kram pada perutnya.
"Ada apa denganku? Apa telah terjadi sesuatu?" tanyanya masih dengan tatapan linglung.
"Tadi kami menemukan anda pingsan didalam lift. Sepertinya anda sedang tidak sehat. Wajah anda terlihat sangat pucat. Apa perlu aku panggilkan dokter sekarang?"
Jihyo menggeleng lemah. "Tidak perlu, aku baik-baik saja. Kurasa ini hanya..." Ucapan Jihyo terhenti saat merasakan gejolak perutnya makin menjadi. Mualnya makin terasa amat parah. Ia menutup mulutnya lalu dengan terseok berlari kearah kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Producer (Min Yoongi) - END
Fanfic[WARNING :17+] [PRIVATE] Akibat kecerobohannya, Jihyo gadis berusia 21 tahun harus terjebak pada sebuah perusahaan agensi milik keluarga Min Yoongi mantan kekasihnya waktu SMA. Setelah sekian lama, takdir mempertemukan mereka kembali dalam situasi y...