Hari berganti hari, saat musim perlahan beranjak pergi berusaha tidak meninggalkan jejak. Waktu terasa sudah berlalu begitu lama, di saat Min Yoongi dan Park Jihyo memutuskan untuk mengikat hubungan mereka ke tahap yang lebih serius. Mungkin hampir lima tahun sudah, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Tanpa lamaran romantis, juga tanpa pesta resepsi mewah. Cukup hanya mendaftarkan pernikahan ke catatan sipil dan mereka sudah resmi menjadi pasangan yang resmi di mata hukum.
Jangan bayangkan bagaimana perjalanan rumah tangga mereka lima tahun ke belakang ini, karena jujur tidak ada momen romantis apalagi berbagi kata puitis. Di sibukkan dengan mengurus Yoonji, anak laknatnya yang mulai tumbuh dewasa serta terapi kesehatan yang Jihyo jalani, seakan tidak ada tempat untuk mereka dapat beradu kata gombal atau sekedar mengucap kata cinta.
Kecuali di atas ranjang tentunya.
Itu lain cerita.
Tidak ada kata toleransi bagi otak mesum Min Yoongi dan tidak ada pengampunan bagi kepolosan Jihyo yang kelewat akut.
Yah, meski hidup kadang berjalan tidak seusai impian, tapi setidaknya mereka bahagia.
Begitu menurut mereka.
Apalagi di tahun ketiga pernikahan, kehadiran anak kedua mereka seolah menjadi alasan bagi sang peri kebahagiaan untuk tetap menari di antara kehidupan mereka.
Makin terasa sempurna.
Yoonji begitu bahagia, pun Yoongi yang mendamba memiliki jagoan tampan penerus kebejatan ayahnya. Katanya kesepian karena Yoonji lebih suka menempel pada sang ibu, padahal kenyataannya tidak sama sekali. Justru Yoongi yang lebih sering menghabiskan waktu bersama sang putri, entah itu berdebat masalah adik baru atau sekedar mengerjai sang kakek perihal malaikat maut pencabut nyawa. Ya, bisa dibilang Yoonji dan Yoongi itu ibarat seekor ulat dan si pucuk daun muda.
Lain halnya dengan Jihyo yang lebih sering bergelung dengan alat terapi dan juga dokter. Memang penyembuhan paska koma tidak secepat yang ia perkirakan. Banyak hal yang harus wanita itu lewati hingga setahun kemudian keajaiban datang dan ia akhirnya bisa berjalan kembali. Meski tidak selincah dulu, tapi ia mensyukurinya. Setidaknya kini ia bisa bermain bersama anak-anaknya.
Seperti yang Jihyo lakukan hari ini, bermain bersama bocah-bocah kecilnya, membentuk serpihan pasir putih menjadi susunan abstrak kerajaan pasir yang tengah mereka bangun. Semilir angin menemani, disertai deburan ombak tipis di tepi pantai.
"Ibu, jangan diam saja, ayo buat lagi, buat kerajaan yang besar."
Begitulah suara Yoonji mengakhiri rajutan kenangan yang coba Jihyo ingat. Wanita itu tersenyum, mengangguk dan mulai mengisi gelas plastik dengan butiran pasir. Membantu sang anak membangun imajinasi liarnya, sementara sang adik kecil Park Yoonho mendadak menjadi monster yang sewaktu-waktu bisa merusak semua kerja keras Yoonji.
Tunggu, tunggu, tunggu. Beberapa pasti heran dan bertanya kenapa anak mereka di beri nama dengan marga Park, marga dari sang ibu.
Kenapa tidak memakai marga Min?
Setelah resmi menikah, Jihyo dan Yoongi memang memutuskan untuk tetap tinggal di rumah kakeknya. Selain karena tidak mau mengubah kebiasaan Yoonji, menemani hari tua sang kakek adalah alasan utama. Maklum tua renta itu hidup sebatang kara dan hanya punya Jihyo dalam hidupnya. Takut kalau nanti si kakek tiba-tiba mati saat di tinggal sendiri, siapa yang mau tanggung jawab? Rasanya tidak siap jika hantu si kakek tiap malam datang dan menuntut perhatian.
Untuk perlihal pemberian marga, itu juga mereka dapat atas usulan dari sang kakek sendiri, Yoonji tidak perlu mengubah marga yang memang sedari awal bermarga Park, sedangkan anak mereka yang kedua, di minta secara khusus oleh sang kakek agar dimasukkan ke dalam silsilah keturunan keluarganya. Katanya sih biar kelak bisa meneruskan perusahaan keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Producer (Min Yoongi) - END
Fiksi Penggemar[WARNING :17+] [PRIVATE] Akibat kecerobohannya, Jihyo gadis berusia 21 tahun harus terjebak pada sebuah perusahaan agensi milik keluarga Min Yoongi mantan kekasihnya waktu SMA. Setelah sekian lama, takdir mempertemukan mereka kembali dalam situasi y...