Happy reading..
-----------------------------------
Seharian aku merasakan ayunan kakiku terasa ringan seperti bulu. Seringai bahagia nyaris lolos dari mulut ini. Dan aku mati-matian menyembunyikannya di balik wajah dinginku.
Layaknya remaja belasan tahun baru pertama kali jatuh cinta, perutku sudah bergolak sejak janji pertemuan kami kemarin.
Jangan bodoh! Aku mengutuk diriku sendiri.
Aku berusaha fokus kembali dengan laptop di depan mejaku, setelah sedetik yang lalu manik mataku melirik untuk ke seribu kalinya Rolex yang setia melilit di pergelangan tangan kiriku. Masih satu jam lagi dari pukul enam sore. Rasanya hari ini detik-detik berlalu teramat lamban.
Ada beberapa draft kontrak perjanjian yang masih harus aku pelajari segera dari Meghan. Aku selalu kagum dengan kecekatan wanita itu. Meski keputusan akhir selalu berada di tanganku, namun jangan lupa ada faktor Meghan yang ikut berpengaruh di sana.
Sepertiga dari rencanaku hari ini sudah berjalan lancar. Melalui Ivy aku sudah menyiapkan segala sesuatunya demi kelancaran kencan pertamaku dengan Ariana.
Kencan? Aku menyunggingkan senyum kecil di sudut bibirku.
Aku tinggal menunggu ketukan jari-jari Ivy pada pintu ruang kerjaku dan kalimat yang akan meluncur dari mulutnya, tamu yang anda tunggu Nona Ariana sudah tiba.
Lagi-lagi perutku bergolak kembali. Aku akan melihatnya sore ini..
Sebuah ketukan mengejutkanku. Seketika aku mengalihkan bola mataku dari laptop di depanku lalu mengawasi dengan tajam daun pintu ruanganku. Tidak seharusnya Ariana datang pukul lima sore bukan?
Hatiku mencelos antara lega dan kecewa melihat Isabele dengan gaya khas percaya dirinya berjalan melalui pintu. Rambut pirangnya melambai di atas baju merah marun serta rok pendek warna senada yang ia kenakan.
Ia berjalan anggun__yang kuyakin hasil didikan sekolah-sekolah kepribadian ternama entah di Jakarta atau Amerika__ menuju sofa dan meletakkan tas coklat miliknya di sana. Sebuah logo Chanel tersemat mencolok di atasnya.
"Ada apa, Isabele?" Tanyaku kembali mengarahkan kepala pada laptop. Aku tak harus menyembunyikan ketidaksukaanku dengan kedatangan Isabele. Mengingat bagaimana sikap Isabele pada Melani yang kurang bersahabat, aku tak mau hal itu terjadi juga pada Ariana.
Hari ini adalah hari penentuan, aku tak mau Ariana merasa tak nyaman atau bisa jadi berpikiran yang tidak-tidak tentang Isabele yang berpotensi membuat wanita itu ragu dan berlari menjauh dariku. Aku harus mencegah hal itu sampai terjadi.
"Kenapa? Kamu merasa terganggu dengan kedatanganku, hhmm?" Isabele duduk di atas kursi di depan mejaku dan menyilangkan kakinya seperti biasa.
Aku mendengus tanpa mengalihkan kepalaku. Penunjuk waktu yang mengambang di sudut laptopku menyebutkan pukul 17.30. Masih ada waktu tiga puluh menit lagi.
Aku tak ingin Isabele menangkap kegelisahanku.
"Don't worry, Dear. Aku akan pergi begitu tamu-mu datang. Aku hanya mampir sebentar saja kok." Kilah Isabele dari kursinya.
"Kamu tidak ada pekerjaan lain selain menggangguku di sini?" Tanyaku tanpa memandang wajahnya. Terdengar tawa kecil keluar dari mulut Isabele.
"Kamu masih kesal gara-gara ciumanku kemarin, Christopher? Bukankah itu tidak ada artinya bagimu? Atau kamu ingin merasakannya lagi?" Ada nada geli di kedalaman suara Isabele.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Christopher
General FictionWarning : 21++ Banyak adegan dewasa, mohon kebijakan pembaca! Dari sekian banyak wanita yang tergila-gila padanya, Christopher Regan, CEO dan pewaris tunggal dari Sagara Grup malah memilih Ariana Darmawan. Wanita misterius dan tertutup yang sudah...