Bab 37

42K 3K 274
                                    

Happy reading all..

=========================

"Ariana. Jangan! Tunggu aku!" Napasku tersengal. Kakiku berusaha berlari dan menyelip di antara orang-orang.

Seolah tak mendengar panggilanku, Ariana berdiri termangu di selasar peron yang dipadati orang-orang ketika kereta itu tiba di depannya.

Jarak kami tidak terlalu jauh. Namun, Ya Tuhan, aku kesulitan untuk mencapai tempatnya berdiri.

Jangan! Aku harus mencegah Ariana melangkah ke dalam kereta.

Aku tidak tahu bagaimana aku bisa merasakan kalau sesuatu yang jahat sudah menunggu Ariana di dalam sana.

"Ariana!" Aku berusaha mengeluarkan suaraku sekuat mungkin. Napasku semakin pendek-pendek, keringat sudah membanjiri tubuhku saat kulihat Ariana melangkah masuk ke dalam kereta.

Dari tempatnya, ia berpaling dan memandangku. Tenggorokanku seketika tersekat saat manik mata kami beradu. Ariana tampak sedih dan terluka.

Tidak! Jangan pergi! Jangan pergi!

Gelagapan aku membuka mata. Napasku terengah-engah. Aku mendapati diriku terbaring di atas tempat tidur dalam keheningan dan kegelapan yang menyelimuti kamarku.

Sial. Mimpi buruk.

Spontan tanganku terulur, meraba ranjang di sampingku. Dingin. Seketika perasaan nyeri perlahan merayap dan menguasai rongga dadaku.

Tidak ada Ariana berbaring di sisiku.

Manik mataku mengerjap gelisah. Gara-gara mimpi yang begitu mengerikan, perasaanku tidak karuan sekarang.

Tuhan. Aku tidak mau kehilangan Ariana.

Aku beringsut duduk, bola mataku menemukan jam digital di atas nakas berkedip pukul dua pagi. T-shirtku terasa lembab dan aku sangat kehausan serta tak nyaman.

Mengeret sandal kamar, aku berjalan menuju walk in closet. Mengganti kaos lalu melangkah keluar kamar menuju dapur.

Aku duduk merenung di kursi bar. Air dingin yang meluncur melewati kerongkongan membuatku segar dan sepenuhnya terjaga. Mataku mengawasi lantai dua.

Tidak ada satu menit kemudian, tanganku sudah memutar handel pintu kamar lama Ariana. Aku ingin memastikan Ariana baik-baik saja setelah mimpi mengerikan yang aku alami barusan.

Sangat hati-hati, aku duduk di tepi ranjang Ariana. Syukurlah Ariana tidur nyenyak dan terlihat begitu damai, juga sangat cantik seperti biasanya.

Dadanya naik turun, seirama napasnya yang berhembus halus.

Tak dapat menahan diriku, perlahan punggung jemariku menyusuri sisi wajah Ariana. Mengelusnya pelan. Kulit wajah Ariana terasa hangat dan lembut.

Ada panggilan kerinduan seketika bergema di dalam kepalaku. Aku ingin mengecupi sisi wajah Ariana untuk mengisi kekosongan dalam diriku, namun aku tak ingin mengganggu tidurnya.

Dengan enggan aku memutuskan membawa tubuhku duduk di sofa yang ada di dalam kamar Ariana. Memandangi Ariana tertidur hingga pagi dengan sedikit harapan bisa mengurangi beban kegelisahan serta kerinduan di dalam diri ini.

-oOo-

Aku terbangun untuk kedua kalinya. Jam yang melekat pada dinding kamar menunjukkan pukul lima pagi.

Shit. Aku tadinya ingin memandangi Ariana selama ia tidur, mengapa malah aku ikut tertidur di atas sofa?

Gerutuanku langsung sirna saat aku beranjak dari sofa lalu berdiri di sisi ranjang Ariana yang masih tertidur dengan wajah malaikatnya.

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang