[Epilog]

80.4K 3.3K 289
                                    

Happy reading...

====================

Aku kembali dikepung pekerjaan. Satu bulan ini, setelah kepulangan kami dari bulan madu, nyaris aku tak punya waktu untuk Ariana. Pekerjaan sudah menghajarku habis-habisan, membuatku setiap hari pulang hingga larut malam. Hanya pada hari Minggu saja aku sepenuhnya milik Ariana, itupun aku lebih sering melakukan bussines trip yang mengharuskanku meninggalkan rumah.

Ariana tidak pernah mengeluhkan kurangnya waktuku berduaan dengannya. Meski begitu aku selalu merindukannya. Aku membutuhkan dirinya. Ariana adalah obat penyembuhku.

Bibirnya, aromanya, sentuhannya sanggup meluluhkan seluruh ketegangan dalam diriku akibat tekanan pekerjaanku sehari-hari.

Minggu ini sama nerakanya dengan minggu-minggu sebelumnya. Urusanku dengan perusahaan Tuan Edward belum selesai. Pria tersebut malah tidak diketahui lagi keberadaannya. Ia meminta seseorang yang tidak kami kenal untuk menjalankan operasional perusahaannya. Beruntung urusan bisnis kami di Singapore sudah selesai. Sagara Grup berhasil mengambil alih sebagian besar proyek di sana dan meminta Tony sebagai pimpinannya.

Ke depannya, aku berencana mengakuisisi perusahaan Tuan Edward karena aku melihat sepertinya pria tersebut sudah tidak mampu lagi menjalankan bisnisnya. Setelah perjalanan bisnisku minggu ini ke Myanmar serta Vietnam dan ground breaking pabrik Tuan Reymon pada minggu depan, aku akan segera mempelajari kemungkinan ini.

Saat ditangani Isabele, sebenarnya perusahaan ini sangat profitable. Sagara Grup bisa merasakan keuntungannya. Prospek bisnisnya bagus. Nama mereka sudah dikenal sebagai pengembang kredibel di kalangan konsumen kelas menengah ke atas. Aku bisa terus bermain di pasar mereka dan tinggal mencari siapa yang punya kemampuan bisnis di bidang properti.

Aku sudah menakar kalau nama Tony sangat cocok_____.

Ponselku berbunyi nyaring meminta perhatian. Lampu led yang berkedip pada dinding ruang kerjaku masih menunjukkan pukul 12.20, artinya panggilan ini bukan panggilan bisnis. Tidak mungkin, siapapun peneleponku ingin berbicara urusan bisnis denganku pada jam makan siang.

Bola mataku melirik sekilas benda pipih itu dari atas meja kerjaku untuk melihat nama siapa yang tengah mengambang pada layarnya.

Ah, mamaku!

Aku tersenyum sendiri. Menyambar ponsel dengan tangan, aku menempelkannya segera pada cuping telingaku.

"Hello, Mama."

"Christopher. Sayang. Apa kabarmu?" Suara lembut mamaku tercinta langsung membelai hangat telingaku.

"Kabarku baik, Mama. Sibuk seperti biasa." Aku membawa tubuhku duduk di depan meja di mana Ivy sudah menyiapkan makan siangku.

"Apa panggilan mama mengganggu makan siangmu, Sayang?"

"Tidak, Mama. Aku malah belum makan siang yang sudah disiapkan Ivy di meja." Aku mencoba mengintip makan siangku. Biasanya Ivy sudah membuat list menu makan siangku selama satu minggu, dan aku lupa menu apa untuk siang hari ini.

"Jangan sampai pekerjaan menyita waktumu, Sayang. Kasihan badanmu dan istrimu. Bagaimana kabar Ariana?"

"Ariana baik, Mama." Mendengar nama Ariana, suaraku seketika melembut dengan sendirinya.

"Syukurlah, Sayang. Kamu terdengar sangat bahagia, apalagi sejak kamu pulang dari liburan yang lalu. Mama ikut senang, Christopher."

"Terima kasih, Mama. Aku memang sangat bahagia sekarang." Tak sadar sudut bibirku sudah melengkung membentuk senyuman. "Jadi Mama meneleponku hanya untuk menanyakan kabarku dan istriku?"

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang