Ekstra 1

72.1K 3.4K 375
                                    


Alarm tubuhku membangunkanku pukul lima pagi. Kamar masih gelap, belum ada cahaya masuk dari luar. Hari ini adalah Sabtu, artinya aku masih bisa bermalas-malasan dan memeluk tubuh Ariana lebih lama dari hari biasanya. Rasanya menyenangkan menikmati kehangatan tubuhnya meresap ke tubuhku, merasakan nuansanya ada di dekat detak jantungku.

Aku menghirup udara dalam-dalam saat aroma rambut Ariana merasuki diriku. Keharumannya begitu menenangkan. Menutup kelopak mata rapat-rapat, ujung hidungku menggosok lembut di kedalaman rambut lebat Ariana lalu bergerak ke bawah. Aku menciumi pipinya yang lembut dan terasa hangat.

Cara membangunkan ala Christopher Regan.

Ariana bergerak pelan dalam rengkuhan lenganku, kelopak matanya bergetar sesaat sebelum pelan-pelan terbuka dan menatapku dalam kantuk.

"Selamat pagi, Sayang." Aku memandangnya sepenuh hati, dan bertanya-tanya sendiri. Mengapa aku selalu mengalami perasaan takjub yang berbeda setiap kali memandang Ariana?

"Selamat pagi." Kelopak mata Ariana benar-benar terbuka sekarang. Dalam keremangan, wajahnya tampak berseri-seri. Tiba-tiba ia berkedip panik. "Jam berapa sekarang? Kamu tidak bekerja?"

Ariana berusaha menegakkan kepala untuk melihat jam digital di atas nakas. Aku segera meraih bahunya dan menariknya lembut.

"Hei. Hei. Tenang. Ini hari Sabtu. Kita bisa menikmati waktu lebih santai."

Seolah tersadar, Ariana langsung tersenyum malu.

"Oh? Aku lupa." Ia merebahkan lagi kepalanya.

"Bagaimana kabar dia hari ini?" Tanganku mengelus pelan perut Ariana yang terbungkus baju tidur satin. Dahinya mengernyit sesaat, seolah berusaha merasakan sesuatu.

"Hm. Tidak ada. Biasa saja."

"Apa kamu menginginkan.. sesuatu?"

Semalam kami memeriksakan kandungan Ariana. Menurut Dokter Grace, wanita hamil biasanya mulai merasakan mengidam sesuatu saat usia kehamilannya memasuki 6 minggu. Namun, Ariana tak pernah meminta apapun padaku meski usia kandungannya sudah 7 minggu.

Aku ingat cerita mama saat ia hamil muda. Mama memaksa papa harus lari ke sana kemari demi memenuhi keinginan mama. Dari rujak di daerah Menteng hingga gudeg di Bendungan Hilir. Lucunya, sejak kapan mama suka gudeg?

Kata mama, itulah ajaibnya wanita mengidam. Aku juga ingin merasakan seperti papa, sepertinya menyenangkan.

"Christopher, kalau pertanyaanmu masih seperti semalam. Apakah aku mengidam? Jawabannya tidak berubah. Aku belum merasakan apa-apa." Bibirnya cemberut. Aku tahu Ariana kesal karena aku terus menanyakan hal yang sama sejak kemarin.

Aku terkekeh kecil. Tubuhku beringsut agar bisa menciumi perut Ariana.

"Kalau begitu, aku akan menanyakan langsung padanya." Aku berhenti mencium dan menempelkan bibirku pada perutnya. "Hey, Baby. Please tell me, what you want me to do?"

Aku berpaling, lantas menekan telingaku pada kulit perut Ariana.

"Dia tidak mengatakan apa-apa. Mungkin masih tidur."

"Janin ini masih seukuran biji kacang, Christopher!" Ariana memukul gemas bahuku sembari tertawa geli.

"Aku tahu. Aku hanya ingin membuatmu tertawa karena aku suka melihatmu tertawa." Aku menegakkan punggungku.

Ariana menatapku beberapa saat lantas beringsut bangun. Tanpa mengatakan apapun, kedua lengan Ariana terulur padaku lalu memelukku erat. Aku membalasnya dengan semangat yang sama.

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang