Bab 14.

63.8K 4.2K 84
                                    

Happy reading...

---------------------------------

Aku mengaitkan kancing terakhir tuxedo hitam yang membalut tubuhku malam ini. Sebelum beranjak dari tempatku berdiri, aku memandang sekali lagi cermin yang menempel pada dinding ruang walk in closet. Penampilanku sudah sempurna.

Kakiku berayun keluar kamar setelah tak lupa tanganku meraih salah satu koleksi Rolex favoritku dari dalam laci lemari.

Jam di dinding ruang tengah menunjukkan masih ada waktu satu setengah jam lagi dari waktu yang tertera dalam undangan malam ini. Seharusnya Ariana sudah selesai mempersiapkan dirinya karena kami sudah harus segera berangkat ke acara topping off.

Tadi pagi ketika sarapan, aku sudah menanyakan pada Ariana apakah dia butuh pergi ke salon? Atau kalau dia malas keluar, aku bisa meminta mereka datang ke rumah ini.

Biasanya wanita akan membutuhkan sentuhan-sentuhan esktra demi tampil maksimal saat harus menghadiri sebuah acara gala seperti ini.

Tetap saja Ariana hanya menggeleng. Ia mengucapkan terima kasih dan dengan mantap ia mengatakan kalau dirinya tidak membutuhkan penanganan khusus dari salon.

Akhirnya aku hanya meminta Bella untuk membantu Ariana.

Imbas dari peristiwa di butik Magie semalam, aku merasa Ariana masih saja membentengi dirinya. Kami memang mengobrol biasa tadi pagi sambil menikmati sarapan. Aku bisa meraih dan menggenggam tangan Ariana, memberikan sensasi menenangkan untuknya melalui ibu jariku yang dengan lembut mengelus-elus lembut punggung tangannya.

Namun Ariana seolah berada di tempat yang jauh yang aku tak tahu ada di mana. Ia berubah lagi menjadi sosok misterius dan tidak terjangkau. Membuatku jadi gelisah dan tersiksa.

Aku bersedia membayar berapapun untuk bisa mengetahui apa yang ada di dalam pikiran istriku saat ini.

Sebelum aku naik menuju kamar Ariana di lantai atas, aku mampir sebentar ke ruang kerjaku. Aku punya rencana untuk Ariana.

Tanganku mendorong pintu ruang kerjaku. Sepatuku berayun senyap di atas karpet beludru ketika kakiku mendekati meja kerja. Aku memasukkan anak kunci pada laci meja kerjaku lalu memutarnya pelan. Setelah terbuka, aku menarik lacinya pelan.

Kotak kecil yang sudah aku persiapkan sejak kemarin masih menunggu di sana. Tanganku meraihnya pelan. Benakku seketika membayangkan betapa cantiknya Ariana mengenakkan ini nantinya. Walaupun aku tidak bisa menduga bagaimana reaksi Ariana ketika aku memberikan ini padanya.

Pengalaman sebelumnya, Ariana tidak menyukai perhatian yang bila menurutnya terlalu berlebihan untuknya. Namun apapun responnya nanti, aku berharap Ariana tidak banyak protes dan memakai hadiahku malam ini.

Aku memasukkan kotak kecil itu ke dalam saku celanaku. Setelah mengunci kembali laci meja kerjaku, aku melangkah keluar menuju kamar Ariana di lantai atas.

Berdiri sebentar di depan pintu kamarnya, aku mengetuknya perlahan.

"Masuklah." Telingaku menangkap teriakan dari dalam. Aku mendorong daun pintunya masuk lantas berdiri terpesona dengan pemandangan yang aku dapatkan.

Apa aku sedang menatap seorang peri saat ini?

"Selamat malam, Ariana."

Ia menoleh padaku, sedikit gugup. Diatas putih wajahnya, seketika semburat merah mulai menjalar di kedua pipi Ariana.

Aku tersenyum. Kakiku berjalan lambat ke arahnya.

Kedua mataku tak sanggup beralih dari dirinya, terlalu tertawan oleh kecantikan alami nan sempurna di depan mataku saat ini.

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang