Bab 13

68.7K 4.5K 140
                                    

Happy reading..

---------------------------------------------

"Christopher, kalian baru menikah satu minggu, bagaimana mungkin kamu malah meninggalkan Ariana di Hari Sabtu seperti sekarang? Seharusnya Sabtu dan Minggu kamu prioritaskan untuk keluarga bukan pekerjaanmu." Tegur mama.

"Mereka meminta pertemuan bisnis sambil main golf, Mam. Kita tidak bisa menolak karena kerjasama ini sangat penting untuk kita." Jawabku.

Bola mataku kembali mengawasi Ariana yang berdiri tak jauh dari kolam renang. Mengamati setiap gerak-geriknya.

Bagaimana cara Ariana berbincang akrab dengan peneleponnya. Awalnya ia bicara serius kemudian tertawa, walau tidak terbahak namun Ariana tampak bebas..

Aku belum pernah melihat Ariana seperti ini, bahkan ketika di hari pernikahan kami.

Siapa yang meneleponnya hingga membuat Ariana berubah riang? Perempuankah? Laki-lakikah?

Pemikiran terakhir membuat ketidaknyamanan yang tadi sempat kurasakan seketika kembali menghampiriku. Perasaan seperti tidak rela yang teramat menyakitkan mulai mencubiti hatiku.

Apakah aku tengah terbakar api cemburu? Aku tak tahu persis. Aku belum pernah merasa begitu cemburu dengan kekasih-kekasihku yang dulu. Tidak seperti sekarang. Sangat menyiksaku..

Aku harus tahu siapa yang menelepon istriku!

"Kasihan Ariana, Christopher. Dia bisa kesepian kalau kamu tinggal terus." Suara mama mengeret perhatianku kembali memandang ke arahnya.

"Aku mengerti, Mam. Next time aku bisa mengaturnya." Sahutku membalas pandangan mata mama. Namun seluruh benakku sekarang tengah berpaling mengamati Ariana.

Apakah Ariana sering menerima telpon seperti ini saat aku tak ada?

Aku menelan ludah dengan gusar. Aku tersiksa. Terbakar. Aku harus tahu! Harus tahu!

Aku sudah tak tahan lagi..

"Maaf, Mam. Aku akan menanyakan sesuatu pada Ariana." Aku mengangguk sopan ke arah mamaku dan Berta sembari bangkit dengan cepat dari kursiku.

Dengan langkah lebar aku menghampiri bibir kolam renang di mana Ariana berdiri membelakangiku.

Ariana terkejut saat kedua lenganku menggapai pinggangnya dengan kuat dan secara tiba-tiba. Aku semakin mempererat lingkaran lenganku hingga tubuh Ariana menempel rapat di dada dan perutku.

"Siapa yang menelepon, Sayang." Bisikku dekat cuping telinganya. Namun aku yakin suaraku cukup terdengar di telinga orang yang melepon Ariana.

Ujung hidungku mulai menghidu belakang telinganya. Aroma manis tubuh Ariana dicampur dengan wangi sampo dan parfum yang dipakainya, seketika menyerbu lubang hidungku. Aku menunduk dan mulai menciumi satu sisi leher Ariana.

Sengaja kuciptakan bunyi sensual dan erangan nikmat saat bibirku bertemu dengan kulit leher Ariana. Aku sedang mendeklarasikan kepemilikanku, suaminya, kepada si penelepon itu.

Siapapun dia!

Ariana bergerak tak nyaman.

"Ki, maaf. Uumm.. aku harus pergi." Aku mendengar Ariana berbisik di ponselnya, lalu diam mendengarkan beberapa saat.

Ki? Siapakah Ki? Perempuan? Laki-laki?

Bayangan seorang laki-laki di seberang sana sedang menelepon Ariana saat ini semakin menyulut emosiku.

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang