Bab 42

48.8K 3.1K 230
                                    

Masih kangen sama christop gak seh?

Hehehe..

Happy reading yak..

==================


Aku menyukai warna kulit wajah Ariana pagi ini yang sudah terlihat lebih berwarna. Tidak seperti hari kemarin kulitnya begitu pucat. Meskipun sekarang bekas penganiayaan sahabatku masih berjejak di sana, dan itu selalu membuatku geram setiap kali melihatnya.

Kondisi mental Ariana paling menggembirakanku. Tidak ada lagi kutemukan kepanikan atau ketakutan yang tersisa di wajahnya. Aku tidak mengira ternyata Ariana lebih kuat dari penampilannya. Peristiwa mengerikan itu tidak mengubah Ariana.

Diantara kelegaan dan sedikit kesal karena ia masih Ariana yang keras kepala dan tidak suka diatur. Aku tidak suka kalau Ariana menolak bantuanku. Sebagai seorang suami, sudah seharusnya aku selalu berada di samping istriku serta memenuhi setiap kebutuhannya selama ia terbaring di rumah sakit. Kupikir itu kewajibanku bukan?

"Aku bisa jalan sendiri, Christopher." Bisik Ariana kesal dengan bola mata membesar dan sorot tak terima. Hanya karena malu dilihat orang tuaku yang berkunjung pagi ini sebelum papa berangkat ke gedung Sagara, Ariana sudah membahayakan dirinya sendiri.

Ia masih sakit. Bagaimana kalau kepalanya mendadak pusing lantas ia kehilangan keseimbangan? Ia bisa jatuh dan kepalanya terbentur sesuatu.

No. Tak mengindahkan protes yang berdesis keluar dari mulut Ariana, tanganku meraup tubuhnya dan membawanya ke kamar mandi.

"Demi Tuhan, Christopher. Jangan berdiri di situ." Ariana masih saja protes dengan mulut cemberut memandangku yang berdiri membelakanginya di pintu. Aku menoleh jemu.

"Kenapa?" Toh, kalau dia membutuhkan sesuatu untuk diraih aku bisa membantunya bukan?

"Sshi..." Geram kemarahan Ariana terhenti begitu melihat alisku melengkung menegurnya. "Ini... ini tak bisa keluar kalau kamu berdiri di situ!"

Manik matanya menatapku gemas. Aku menghela tak sabar. Apa susahnya sih?

Sedikit enggan aku bergerak keluar kamar mandi.

"Tolong. Tutup pintunya." Ariana masih berujar lagi dari balik kamar mandi. Aku menutup pintunya seperti yang ia minta, meskipun aku memberinya sedikit celah. Berjaga-jaga jika terjadi sesuatu padanya.

"Christopher, istrimu tidak suka kamu memperlakukannya seperti anak kecil." Papa memperhatikanku seraya menyesap pelan orange juice dari botol minum di tangannya. Mama hanya mengulum senyum di bibir mendengar komentar papa. Mereka duduk bersebelahan di atas sofa bed di mana aku dan Danis setiap malam biasa tidur bergantian menjaga Ariana. Pagi ini adik Ariana tersebut harus pergi ke kampus pagi-pagi.

"Aku hanya menjaganya, Pap. Sampai dokter menyatakan ia sudah sehat."

Mungkin papa menganggap tindakanku terlalu berlebihan, begitu juga dengan mama yang sedari tadi tak melepaskan senyum dari sudut bibirnya. Ada apa dengan mereka? Menurutku aku sudah melakukan apa yang seharusnya seorang suami lakukan untuk istrinya. Memastikan Ariana selalu aman bersamaku.

Okay, aku memang over protective. Level rendah!

Aku beranjak karena mendengar Ariana memanggil namaku dari dalam kamar mandi. Ternyata Ariana meminta tolong padaku membawakan kimono dan baju dalam miliknya. Ia ingin mengganti baju rumah sakit yang ia pakai sekarang karena belum pernah ganti sejak ia tiba di sini.

"Terima kasih, Christopher. Sekarang, bisakah kamu keluar karena aku mau mengganti bajuku." Kedua mata Ariana memandang penuh perintah setelah aku meletakkan baju yang ia minta di atas meja gantung di depan kaca kamar mandi rumah sakit.

[END] ChristopherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang