Chapter 11 - Blood

4.7K 411 17
                                    

***

Lagi-lagi Anna terbangun tengah malam karena mimpi buruk. Ini adalah malam keempat ia menginap di penthouse Damian. Selama itu ia tak pernah mengonsumsi obatnya, membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak. Anna tak akan meminta Damian membelikan obat itu, walau mungkin pria itu mau. Ia sudah merasa sangat merepotkan mereka. Jadi, ia tak sampai hati jika harus meminta Damian membeli obatnya. Toh, pelayannya selalu bilang jika obat itu diracik dan dipesan khusus dengan dosis yang disesuaikan untuk Anna. Sehingga tak terlalu berbahaya. Jadi, pastilah obat itu tak dijual di apotek biasa.

Tap

Tap

"Argh."

Anna terlonjak saat mendengar langkah berat seseorang yang disertai suara rintihan. Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan mengintip melalui celah pintu. Pandangannya langsung jatuh pada tetes cairan yang ada di lantai. Suasana yang temaram membuat Anna tak bisa melihat dengan jelas. Namun, ia bisa mencium aroma karat dari cairan itu. Gadis itu mengikuti arah tetesan yang menuju ke kamar sebelah. Saat itulah, Anna mendapati sosok Damian yang berjalan sempoyongan sembari memegang pinggangnya. Pria itu tampak limbung dan nyaris terjatuh, membuat Anna tanpa pikir panjang segera merangkulnya.

"Anna?" bisik Damian dengan suara berat. Sorotnya tampak meredup dalam keremangan. Namun, kilau maniknya masih tampak dengan indah. Anna menggeleng dan membantu memapah pria itu memasuki kamarnya.

Ini, adalah kali pertama seorang Damian membiarkan gadis memasuki kamarnya.

"A-apa yang terjadi?" ujar Anna panik, saat berhasil membawa tubuh Damian ke ranjang. Gadis itu melihat wajah Damian yang pucat dalam remang cahaya dari lampu tidur.

"Aku akan minta tolong yang lain." Damian langsung mencekal lengan gadis itu. Ia menggeleng, menatap Anna yang begitu khawatir.

"Mereka juga baru pulang, jangan membuat mereka khawatir, " lirih Damian lemah, "ini akan segera membaik. "

Anna mendesah pelan, ia mendudukan dirinya di tepian ranjang dan membantu melepas rompi aneh yang kedua kalinya Anna lihat-sejak pertemuan pertamanya dengan Damian. Pria itu membiarkan Anna melepas kaosnya. Menampakkan luka goresan peluru yang cukup dalam di pinggangnya.

Anna langsung membekap mulutnya sendiri kala melihat luka tersebut. Darah dari perut Damian mulai membanjiri seprai. "A-apa yang harus kulakukan, kau harus ke dokter!"

"Tidak."

"Damian ..."

"Ambilkan kotak itu!" Damian menunjuk kotak PP di rak. Anna pun menurut dan mengambilkannya, membiarkan pria itu mengambil beberapa botol berisi cairan jernih dan jarum suntik.

Anna langsung memejamkan matanya kala Damian menyuntikkan obat tersebut ke daerah lukanya. Pria itu sampai menghabiskan empat botol cairan.

"Kau bisa menjahit luka? " tanya Damian dengan wajah kesakitan. Gadis itu terdiam sejenak, berusaha mengingat hal yang diajarkan dokter pribadi keluarganya.

"Sedikit," cicitnya.

"Tolong ..."

Anna mengangguk ragu dan mengambil peralatan tersebut. Ia membersihkan tangannya dan mengenakan sarung tangan. "Aku minta maaf jika hasilnya kurang rapi." Damian hanya memberikan anggukan singkat. Selanjutnya, pria itu hanya meringis kecil kala Anna mulai menjahit lukanya.

Sejujurnya, Damian tak menyadari jika ia sempat tertembak. Mungkin itu terjadi di gerbang utama, pikirnya. Kini, pandangannya jatuh pada gadis di depannya. Wajahnya tampak tegang dengan pelipis dibanjiri keringat.

The Apollo : Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang