Chapter 13 - Brother

4.9K 398 57
                                    

***

Damian membiarkan air dingin dari shower mengguyur tubuhnya. Rahangnya tampak mengetat karena amarah. Pria itu mengumpat kala menyadari perbuatannya semalam. Entah iblis mana yang merasukinya. Untunglah, ia tak sampai kalap dan berbuat lebih jauh pada gadis itu.

Damian menggeram tertahan. Ia mengakhiri acara mandinya dan bergegas mengenakan pakaian. Pria itu berjalan keluar kamar dan menuju meja makan. Anna tampak menunduk, sama halnya dengan Veira. Sepertinya gadis itu juga salah paham. Sementara Dante dan Juan tampak santai saja. Ya, mungkin karena mereka tak tahu apa-apa.

Keheningan tiba-tiba pecah kala pintu masuk terbuka dan seorang pria masuk begitu leluasa.

"Whoa, sepertinya aku datang tepat waktu!" ujar pria itu dengan senyum lebar. Veira dan Juan mengernyit menatap pria tampan di depan mereka. Tak terkecuali Anna yang sama bingungnya.

"Bukan begitu, Kak?" sontak seluruh atensi beralih pada Damian. Pria itu menghela napas dan berjalan ke arah sosok tersebut. Memeluknya sesaat dan mengulas senyum.

"Kau punya adik, Damian?" tanya Veira dengan mata melebar. Memandang dua pria yang berdiri berdampingan itu. Keduanya terlihat sangat kontras.

Damian dengan kulit pucat dan rambut perak, serta bermata biru. Sedangkan pria itu berkulit cerah kemerahan dengan rambut gelap dan mata berkilau keemasan. Garis tampan wajah mereka pun tampak berbeda, walau sama-sama terlihat tegas dan kuat.

"Ya. Dia adikku, Riggs. Dia baru kembali dari tugas di Asia."

"Hai!" sapa pria itu dengan senyum tipis. Memandang rekan-rekan kakaknya yang tak asing. Ya, semua anggota Illusions memang terkenal karena mereka sebelumnya adalah agen-agen profesional.

Kemudian, pandangan Riggs jatuh pada sosok asing yang sukses membuatnya mengernyit. "Dan ..."

"Ah, dia Anna. Arianna." tukas Veira membuat Anna mengangguk dan tersenyum.

Riggs mengangguk-angguk dan menatap kakaknya dengan senyum nakal. "Whoa, kakak ... seleramu bagus juga." bisik Riggs dengan kedipan nakal yang langsung dipelototi sang kakak.

"Duduklah Riggs, lama aku tak berjumpa denganmu."

"Tentu saja, Kak Dante!"

Dan mereka berlima segera menikmati sarapan yang telah tersedia.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Juan melihat keakraban Dante dan Riggs.

"Ya, begitulah. Aku pernah mengisi kelasnya di akademi, oh astaga ... dia murid favoritku waktu itu." kalimat Dante membuat Riggs menunduk malu.

"Iya. Aku baru lulus dua tahun lalu." jelas Riggs. Memandang agen-agen hebat di depannya.

"Dia baru lulus dan sudah dikirim di Asia untuk ISA Center." Dante berseru membuat Veira melongo terkejut sedang Juan langsung menghentikan aktivitas makannya.

"Oh, astaga ... keren!" puji Juan dengan mulut penuh makanan, membuat suasana pecah dipenuhi tawa. Ya, kecuali Damian yang hanya mengulas segaris senyum samar.

***

"Apa yang membuatmu menemuiku?" Damian memandang lurus hamparan gedung pencakar langit lewat dinding kaca kamarnya. Pria itu tahu, adiknya bukan tipikal orang yang akan membuang-buang waktu hanya untuk berkunjung tanpa tujuan jelas. Pria itu bahkan sangat jarang menunjukkan dirinya di bawah cahaya. Lebih memilih bekerja dengan bayang-bayang gelap menyelimutinya.

"Mom ..." lagi-lagi kata itu. Kata yang selalu membuat dada Damian berdenyut nyeri. Orang yang teramat ia cintai di dunia ini. Kata itu selalu mengingatkannya pada kilasan suram di masa lalu, saat wanita itu menjerit pilu meratapi kondisinya. Semua kesalahannya, batin Damian merutuk.

The Apollo : Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang