Chapter 5 - Blue Eyes

5.5K 486 154
                                    

***

Anna menginjak kuat pedal remnya saat menyadari ia telah menabrak seseorang. Seketika, peluh membanjiri pelipisnya. Kedua tangannya gemetar tak karuan memegang kemudi. Tergeragap, ia membuka pintu mobil. Badannya bahkan sedikit limbung kala melihat seseorang terkapar beberapa meter di depan mobilnya.

"S-saya minta maaf, Tuan. Apa Anda baik-baik saja?" suara Anna terdengar bergetar. Telinganya dapat mendengar erangan kesakitan dari pria tersebut. Dan ia yakin, pria itu tak sedang baik-baik saja.

Damian merasa seluruh tubuhnya seakan remuk redam. Ia dapat mencium aroma karat dari cairan kental yang menetes dari pelipisnya. Susah payah, ia berusaha mendongak kala mendengar suara penuh sesal dari seorang gadis yang berjongkok di sampingnya. Kala itulah manik birunya bersirobok dengan sepasang kelereng keemasan yang juga serupa dedaunan. Sungguh, perpaduan warna yang cantik—batin pria itu tanpa sadar. Sebuah perpaduan yang pernah menjadi favoritnya.

Gadis itu pun tertegun, menatap pahatan Tuhan di depannya yang tampak nyaris sempurna. Hanya saja, warna darah menodai wajah tegas di hadapannya itu. Damian berusaha bangkit dari posisinya. Ia menyeka darah yang juga mengalir dari sudut bibir, sedang pandangannya tak luput dari sosok gadis yang kini bersimpuh dan menunduk—tepat di sampingnya.

Gadis itu hanya mengenakan sebuah gaun tidur berupa terusan putih berlengan panjang dengan renda-renda kecil. Wajahnya kusut dengan jejak-jejak airmata yang baru mengering, tanpa alas kaki, dan mengendarai mobil berkecepatan gila di malam hari. Kabur—itulah yang terbersit dalam benak Damian.

"Tuan, maafkan saya ..." lamunan Damian buyar kala mendengar suara bergetar dari gadis asing tersebut. Damian baru hendak mengangguk kala melihat beberapa mobil melaju dari arah yang sama, mereka mulai mengeluarkan senapannya dan Damian tak bisa tinggal diam.

Mengabaikan raut terkejut gadis di depannya, Damian menarik gadis itu memasuki mobil. Tanpa pikir panjang, ia mendudukan diri di kursi kemudi sedang gadis itu berada dalam pangkuannya. Sedetik kemudian, Damian membawa mobil gadis itu melaju dengan kecepatan yang lebih gila.

Anna menjerit kala pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan yang di luar batasnya. Ia bahkan semakin histeris saat mendengar ledakan peluru yang bersahutan. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan dan jantungnya berdegup jauh lebih cepat. Keringat dingin membanjiri sepanjang leher, bahkan mungkin nyaris seluruh tubuhnya. Suara tangisnya bahkan tak lagi terdengar, namun bahu bergetarnya tak dapat menyembunyikan perasaannya yang kacau dengan rasa takut luar biasa.

Sesaat kemudian, masih di bawah tekanan hamburan peluru, sesuatu yang hangat menyentuh pundak bergetarnya. Anna berusaha mendongak, namun pria itu langsung menenggelamkan kepala gadis itu di dada bidangnya. Tepat setelah itu, sebuah peluru menembus dari kaca belakang hingga melubangi kaca depan mobil. Pria itu menyelamatkannya, batin Anna dengan jantung yang berdetak kian gila.

Ketegangan belum usai begitu saja, pria itu melakukan manuver tiba-tiba hingga mobilnya melintang di tengah jalan. Damian merogoh pistol yang terselip di bulletproof vest yang ia kenakan. Glock 20, satu dari beberapa pistol kesayangannya yang mudah dibawa kemana-mana. Gadis di pangkuannya itu tentu teramat terkejut, namun Damian berusaha mengabaikan hal tersebut.

Anna menjerit histeris sambil menutup matanya kala Damian meledakkan beberapa peluru terakhirnya yang sukses memecahkan ban mobil para pengejar. Mobil-mobil di belakang mereka oleng, menabrak pembatas jalan sebelum berguling keras dan meledak. Sebuah senyum terukir di wajah Damian, pria itu kembali bermanuver dengan lincah dan melajukan mobil dalam suasana yang tenang.

The Apollo : Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang