Chapter 38 - Piece of Past

4.3K 416 86
                                    

***


"Jangan tidur di sini, ayo, pulang." Anna berjengit ketika kepergok nyaris terlelap, kantuk yang sempat merayapinya menguap dalam sekejap. Damian terbangun dan beranjak dari posisinya. Ia membenarkan letak pakaiannya dan menatap Anna.

"Kau lelah." Damian bangkit dan menawarkan tangannya. Ragu-ragu, Anna mengulurkan tangan. Membuat Damian menggenggamnya dan membawa gadis itu berdiri. Sebelum beranjak pergi, pria itu menjatuhkan pandangannya pada pakaian yang Anna kenakan.

Gadis itu mengikuti arah pandang Damian, dalam sekejap raut wajahnya berubah merah padam. Baru ia sadari, kemeja Damian masih melingkupi tubuh mungilnya. Ditambah mantel hitam yang juga milik pria itu, terlampir longgar di badannya.

Anna hanya bisa menunduk karena malu. Telinganya bahkan ikut memerah dengan jelas. Sejak Damian meninggalkannya, ia begitu kacau hingga memakai pakaian pria itu. Berfantasi jika pria itu berada di sisinya. Mendekapnya dengan erat.

Damian menghela napas dan membenarkan mantel yang nyaris melorot dari tubuh Anna. Ia merengkuh gadis itu, membiarkan rasa hangat mengalir ke tubuh Anna. Keduanya pun melangkah pelan untuk kembali pulang.

Tidak ada tanda angkutan umum yang akan melintas, mengingat malam larut yang sudah beranjak pagi. Anna meremat jemarinya, merasakan tubuh kokoh Damian yang menempel erat di sisi tubuhnya. Sementara tangan pria itu merengkuh pundaknya tak kalah erat.

Udara dingin kian terasa menggigilkan, Anna merapatkan kaki yang hanya tertutup hotpants sepertiga pahanya. Kelerengnya melirik Damian yang sibuk dengan ponselnya. Pria itu tampak memeriksa layar ponselnya beberapa kali sembari menatap jalanan yang sepi. Ia tampak tak terganggu dengan cuaca yang begitu dingin, padahal tubuhnya hanya berbalut kaos berlengan pendek dan celana jeans.

Sekian putaran menit berlalu saat lampu sebuah mobil yang melaju menyilaukan pandangan keduanya. Anna memerhatikan jaguar hitam yang melaju kian lambat hingga berhenti tepat di depan mereka. Gadis itu pikir Damian memanggil salah seorang temannya untuk menjemput mereka. Akan tetapi, pikiran Anna musnah saat kaca mobil tersebut bergerak turun, menampakkan kursi kemudi yang kosong.

Anna masih termangu menatap mobil tanpa awak di hadapannya saat Damian melepas rengkuhannya dan membuka pintu mobil. Menunggu gadis itu untuk masuk lebih dahulu. "Anna?" panggilnya pelan. Anna yang baru tersadar dari lamunan, langsung bergerak memasuki mobil.

Damian mendudukkan diri di balik kemudi dan memainkan jemarinya di atas touchscreen yang ada di dashboard. Ia mengubah mode kemudi mobil menjadi manual dan melajukannya dalam diam. Saat itulah Anna teringat akan luka tembak di bahu kanan Damian. Pria itu terlihat tak terganggu sama sekali, seakan luka dibahunya hanya lecet biasa, bukan luka akibat timah panas.

"Kupikir lukamu harus diobati," ujar Anna pelan. Damian melirik sekilas tanpa menyahut. Ia kembali fokus pada jalanan di depan sebelum berujar.

"Aku baik-baik saja."

Anna menunduk, tak membantah. Ia tak memiliki keberanian hanya untuk memaksa pria itu merawat dirinya sendiri. Mengabaikan Damian yang sibuk menyetir, Anna menoleh ke arah jendela mobil. Memerhatikan jalan asing yang diterangi lampu remang-remang.

Gadis itu menghela napas panjang, untuk pertama kali, ia benar-benar merasa asing di negerinya sendiri. Semakin banyak jalanan yang ia lalui, semakin besar rasa asing yang timbul di hatinya.

Ada apa dengannya selama ini. Ia nyaris tak memercayai dirinya sendiri, bagaimana bisa ia hanya menurut pada sang ayah selama ini. Anna sungguh menyesal, andai dahulu ia memilih melawan kehendak sang ayah barang sekali saja, mungkin ia bisa menjalani kehidupan layaknya gadis di luar sana. Tapi, semuanya benar-benar telah berlalu. Ia pun tak yakin, apakah jika ia tak menjalani kehidupan seperti sekarang, ia akan bertemu Damian?

The Apollo : Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang