***
Ketukan sepatu menggema di sebuah lorong. Dalam keremangan cahaya, sosok tegap bertopi tengah melangkah dengan mantap. Pakaian legam yang dikenakannya begitu menyatu dengan keremangan. Namun, topi hitamnya tak cukup baik untuk menutupi surai perak miliknya.Tiba-tiba saja, lelaki itu menghentikan langkahnya. Tangannya bergerak merogoh ponselnya yang bergetar. Sebuah panggilan masuk.
"Damian?" terdengar suara feminin wanita dari panggilan tersebut.
"Hmm," si pemilik nama menyahut, suara berat khas pria itu terdengar begitu dalam.
"Apa kau sudah sampai?"
"Ya."
"Oke, lima menit lagi kami sampai!" dan sambungan terputus.
Pria bernama Damian itu meneruskan langkahnya. Wajahnya yang terpasang dingin sekaligus mengintimidasi terlihat samar. Namun, cukup jelas saat pria itu melewati lorong dengan jendela yang memberikan celah untuk sinar rembulan.
Damian menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu. Tangannya terulur ke scanner tersembunyi. Kemudian, ia memasukkan beberapa security code sebelum pintu terbuka. Ia melangkah masuk, dan lagi-lagi ruangan temaram menyambut. Di tengah ruangan, terlihat sebuah meja kaca bundar yang dipenuhi dokumen dan hologram. Di sekelilingnya, terdapat lima buah kursi yang salah satunya telah terisi. Seorang pria dengan setelan hitam duduk sembari menautkan jemarinya. Wajahnya tak terlihat begitu jelas karena minimnya pencahayaan.
"Damian Xavier, alias Apollo, selamat datang!" suara parau pria itu terdengar, menyambut kedatangan Damian yang telah ditunggunya. Sementara Damian, pria itu hanya mengangkat sebelah alisnya ketika mendengar sambutan tersebut. Ia memilih mendudukan diri di salah satu kursi, tampak tak acuh.
Smith Berney, pria paruh baya yang kini memimpin Divisi Utama ISA--International Secert Agency--New Cassiopeia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia memang telah paham pada satu agen terbaiknya ini yang terkenal begitu malas berbicara, bahkan berekspresi.
"Dimana anggota tim-mu?"
"Dalam perjalanan."
Tuan Smith pun hanya mengerling. Namun, atensinya segera teralihkan saat pintu ruangan kembali terbuka. Pria itu sontak berdiri, menyambut kedatangan tiga orang lain yang juga ditunggunya. Terlihat satu diantara tiga orang tersebut adalah wanita.
"Welcome, Illusions Team!" seru Tuan Smith dengan senyum lebarnya. Ia pun mempersilakan ketiga orang tersebut untuk duduk.
"Wah, betapa langkanya momen ini, aku akhirnya bisa menemui kalian setelah sekian lama ..." ucapan Tuan Smith terpotong.
"Tak bisakah Anda menghentikan basa-basi ini?" kalimat bernada dingin terlontar begitu mudah dari bibir Damian. Tentu hal itu membuat semua atensi tertuju padanya. Pria itu tampak begitu tenang, seakan tak melakukan kesalahan.
"Ah, anu, kami minta maaf, Apollo tak bermaksud mengatakan hal-"
"Tak apa Venus, aku sangat paham akan tabiat pemimpin kalian ini!" kalimat Tuan Smith sukses membuat Veira terdiam. Sebenarnya, ia masih merasa tak enak hati.
"Baiklah, tidak lagi ada basa-basi. Aku akan langsung memulainya saja!" begitu menyelesaikan kalimatnya, Tuan Smith memberikan sebuah tablet yang segera Damian terima.
Pria itu pun mengulik tablet bertuliskan Top Secret tersebut. Sebuah hologram berukuran sedang langsung terbentuk tepat di tengah meja. Hologram itu, sukses membuat ketiga rekan Damian mengernyit. Mungkin, antara bingung dan heran.
"Tuan Stewart Hamilton?" tanya Juan dengan sebelah alis terangkat. Sementara Dante, ia hanya melirik Damian dengan pandangan seakan mengatakan Apa maksud semua ini? Dan tentu Damian tak mengatakan apapun.
"Ya, Tuan Stewart Hamilton," Tuan Smith hanya mengangguk ketika menjawabnya. Masih belum menjelaskan seperti apa misi mereka kali ini.
"Ada apa dengan presiden?" Veira sungguh dibuat bingung.
Kenapa Tuan Smith melampirkan foto presiden New Cassiopeia, Tuan Stewart Hamilton? Bukankah jika terjadi sesutu yang berkaitan dengan presiden akan menjadi tanggung jawab Pasukan Keamanan Presiden, kepolisian, bahkan bisa intelijen nasional. Bukan ISA. Pikir ketiganya. Mengapa Tuan Smith memberikannya pada Divisi Utama ISA yang mengurus masalah internasional?
"Presiden kita Stewart Hamilton aman-aman saja, namun hal itu tidak akan bertahan lama," dan kini, kalimat Tuan Smith benar-benar membuat anggota Illusions membelalakan matanya. Terkecuali Damian yang sejak tadi terlihat begitu tenang.
"Akan ada yang melengserkan dan menghancurkan dirinya," sambung Tuan Smith sembari menatap wajah-wajah bingung anggota Illuisons.
"Apa maksud Anda? Itu adalah pemberontakan besar tak termaafkan, Tuan!" Dante yang memiliki ketenangan cukup baik kini mulai gusar.
"Siapa orang gila yang akan menentang pemerintahan negeri ini!?" seru Juan geram.
"Kita."
Deg
"What the hell? Apa maksudmu, Apollo!?" Dante bangkit dari kursinya dengan gusar, menatap leader-nya yang sudah dianggap gila saat ini.
"Aku telah menyetujui misi ini," lagi, Damian berucap dengan nada dingin dan wajah datarnya.
"Apa ini Apollo, kau akan dianggap pemberontak, ini adalah pengkhianatan!" seru Veira yang juga tak paham dengan jalan pikiran ketuanya itu, "kau tahu jika pemberontakan dan pengkhianatan di negeri ini tidak akan termaafkan. Jika tertangkap, mereka akan mengeksekusi mati pelakunya keesokan harinya!" sambung gadis itu menggebu.
"Tuan Smith, apa-apaan semua ini, kau memanggil kami hanya untuk menjadikan kami sebagai pemberontak negara? Apakah ISA mulai gila sekarang!?" Juan mulai memberanikan diri untuk angkat bicara. Ia sudah tak tahan dengan kegilaan di tempat itu.
"Jaga bicaramu, Erios!" sontak, Damian bangkit berdiri dengan gusar, "jangan menghina kesatuanku!" sambungnya dengan nada dingin mengerikan.
"Kau yang harusnya diam, sialan. Apa-apaan semua ini, kau ingin kami bergabung dengan rencana pemberontakan ini, huh? Kau mulai sinting, Apollo!" Juan semakin geram.
"Apollo, kami kecewa padamu!" lirih Veira menatap Damian dengan raut sendu.
"Kami pergi." ucap Juan dan mengajak kedua rekannya keluar dari tempat tersebut.
Damian mengembuskan napas kasar, sementara Tuan Smith hanya menyunggingkan seringai miring. Menatap ketiga rekannya yang berjalan menjauh.
"Manipulasi suara di pemilihan umum, korupsi jutaan euro untuk dana kampanye politik, bisnis ilegal yang bekerja sama dengan jaringan mafia internasional, penjualan budak manusia, dan dugaan pembunuhan berencana terhadap beberapa agen intelijen nasional dan agen ISA." kalimat panjang Damian rupanya sukses membuat langkah ketiga temannya terhenti. Mereka sontak berbalik dengan dahi berkerut dan alis mencuram.
"Belum dengan kasus besar lain yang masih tersembunyi," tambah Damian.
"Apa kau bercanda!?" Juan menggeleng ragu. Sementara Damian hanya memandangnya dengan raut dingin.
"Dia tidak berbohong!" suara dari sosok yang baru muncul itu tentu mengagetkan semua orang. Bagaimana ia bisa mengakses masuk?
"Tuan Jannivarsh!?"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Apollo : Other Sides
AzioneEmpat agen intelijen internasional terpaksa menjadi buronan negara, dengan gadai nyawa untuk sebuah misi sekelas bunuh diri. Pemimpin mereka, Damian Xavier, dipertemukan oleh takdir dengan Anna. Gadis misterius yang ia jumpai di sebuah malam penuh k...