***
"Astaga, Kakak!" Seorang gadis kecil menjerit seraya melompat-lompat dengan girang. Kedua mata hijau keemasannya berbinar cerah diterpa sinar mentari musim semi. Rambutnya yang berkilau, berkibar dengan cantik. Ia mengulas senyum lebarnya ketika melihat seorang pemuda keluar dari mobil yang berhenti di pelataran.
Pemuda bersurai perak itu memasang senyum yang sama dan menghambur ke teras rumah. Tubuh mungil gadis itu meloncat dan dengan mudah berada dalam gendongannya.
"Kenapa kau tambah berat, Crys!" gadis berambut pirang itu cemberut, membuat si pemuda terkekeh.
"Tentu saja dia berat, dia terus-terusan merengek meminta kue dari mom!" dari dalam rumah, seorang remaja lelaki melangkah keluar. Ia melempar ringisan pada sang adik perempuannya sebelum memandang kakak sulungnya. Di sampingnya, muncul seorang wanita dengan balutan terusam selutut di tubuh rampingnya.
Wanita itu mengulas senyum hangat. Membuat pemuda itu mendekat dan mencium keningnya. "Istirahatlah, Sayang." Ucap wanita itu dengan lembut. Sang putera sulung itu pun mengangguk.
"Bagaimana seleksinya? Kau pasti lolos kan?" Sang kakak meringis mendengar pertanyaan adiknya. Ia pun memberikan anggukan sebagai jawaban.
"Ya Tuhan, selamat, selamat! Aku akan segera menyusulmu!" Teriak bocah lelaki itu dengan girang.
"Tentu saja." Anak lelaki itu tersenyum ketika sang kakak mengacak puncak kepalanya. Ia pun beralih pada sang ayah yang berjalan menuju teras.
"Dad, Ayo berlatih lagi, aku akan segera menyusul kakak!" Sang ayah terkekeh dan mengacak rambut puteranya dengan gemas. Memberikan kecupan di kening dan bibir sang isteri sekaligus merangkulnya kembali ke dalam rumah.
"Kau benar-benar akan pergi?" Crystal memajukan bibirnya. Membuat sang kakak semakin gemas.
"Kau akan merindukanku, ya?"
"Tentu saja." Rengeknya.
"Sudahlah, bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Manik Crystal membulat dipenuhi antusiasme. Ia pun mengangguk dengan mantap dan membiarkan sang kakak menggendongnya.
Hari itu terasa lebih hangat, mentari musim semi bersinar dengan cerah. Langit pun terlihat begitu cantik. Kedua bersaudara itu melangkah menyusuri jalanan setapak menuju bukit yang tak jauh dari rumah. Tak butuh waktu lama, mereka tiba di hamparan lahan yang dipenuhi tanaman rapeseed yang cerah.
Gadis itu berjingkrak riang dan berlari ke sana kemari. Sosoknya membaur dengan alam begitu mudahnya. Pemuda itu tersenyum memandang sang adik dari atas bukit. Ah, ia pasti akan merindukan malaikat kecilnya itu selama beberapa tahun ke depan. Selagi menempuh pendidikan di akademi, mustahil untuk bisa menemuinya. Selain itu, ia juga harus fokus mengejar tujuannya.
"Apa yang kaupikirkan?" Crystal berdiri di hadapannya, memeluk sekuntum rapeseed.
"Aku akan berangkat besok pagi." Senyum gadis itu memudar, ia memundurkan langkahnya perlahan dan berlari cepat menuju ke rumah. Pemuda itu berteriak, namun sang adik tak menghiraukannya. Selama semalaman, gadis itu tak mau berbicara dengannya. Ayah dan ibunya sudah berusaha membujuknya, namun tetap saja, gadis itu memilih bungkam.
Pagi harinya, pemuda bersurai perak itu telah bersiap. Ia sudah berpamitan pada sang ibu dan adik lelakinya, ayahnya akan mengantar hingga ke akademi. Namun, si bungsu tampak tak akan memberinya kesempatan. "Damian, nanti Dad yang akan bicara pada Crystal. Masuklah, kau tidak boleh terlambat."
Pemuda itu mengangguk lemas, jemarinya mengetat pada sekuntum rapeseed yang ia petik pagi-pagi. Hingga sebuah teriakan menginterupsinya. Crystal menangis dan berlari kecil ke arahnya. Wajahnya memerah yang membuatnya terlihat makin menggemaskan. Damian tak dapat menahan senyum dan memeluk adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Apollo : Other Sides
AzioneEmpat agen intelijen internasional terpaksa menjadi buronan negara, dengan gadai nyawa untuk sebuah misi sekelas bunuh diri. Pemimpin mereka, Damian Xavier, dipertemukan oleh takdir dengan Anna. Gadis misterius yang ia jumpai di sebuah malam penuh k...