Twenti Tu

3.7K 155 9
                                    

Jangan lupa follow terlebih dahulu sebelum membaca❤️

Ig:yuni_wulandari1964
.

.

.

Happy reading❤️

•••

Hari ini Alodia terpaksa pulang sekolah dengan menaiki angkutan umum. Baterai ponselnya habis, jadi dia tidak bisa menghubungi Pak Dani untuk menjemputnya. Taksi? Sepertinya di daerah sekitar sini tak ada taksi.

Ini semua karena tugas kelompok dari Bu Ida. Alodia harus berjalan kaki dari rumah Sheryl—teman satu kelompoknya—ke halte di depan gang rumah Sheryl. Rumah Sheryl berada di ujung jalan.

Sebenarnya tadi Gerry menawarkan tumpangan kepada Alodia. Namun, Alodia menolak dengan alasan sudah meminta jemput kepada Pak Dani. Alodia sedikit menyesal. Seharusnya sebelum menolak tawaran Gerry, dia mengecek ponsel terlebih dahulu.

Sudah menjadi hukum alam, jika penyesalan selalu dan pasti muncul belakangan.

Semburat jingga menghiasi angkasa, matahari mulai tak terlihat. Terlihat sangat indah, ditambah dengan burung-burung yang berterbangan, mencari pohon yang akan ditempatinya selama semalam.

Alodia terus berjalan kaki dengan tempo yang lebih cepat dari sebelumnya, dia sedikit takut. Karena saat ini di sekitarnya hanya terdapat pohon-pohon besar, tak ada rumah satupun.

Langkahnya sedikit ragu, saat melihat ada segerombolan pria yang saat ini tengah menatapnya. Alodia bingung, terus lanjut atau putar balik. Jika putar balik, tak ada guna, dia harus melewati pohon-pohon besar itu lagi dengan langit yang mulai menggelap.

Dengan terpaksa, Alodia meneruskan langkahnya, berusaha mengabaikan tatapan-tatapan dari kelima pria itu.

Satu diantara kelimanya bersiul menggoda. "Cewek, sendirian aja nih? Udah mau malem ini, ayo Abang anterin,"

Alodia bersikap acuh dan kembali meneruskan langkahnya.

"Sombong amat sih neng," ucap pria tadi.

Alodia mendengar suara derap langkah ramai, dia menoleh dan mendapati kelima pria tadi mengikutinya. Segera dia berlari, namun usahanya sia-sia karena pria berkepala plontos mencengkram tasnya, sehingga membuat Alodia tak bisa berkutik.

Saat ini kelimanya mengepung Alodia.

"Main bentar yuk sama kita!" Pria berambut keriting mencolek dagu Alodia dan langsung ditepis dengan empunya.

"Jangan coba-coba sentuh gue!" Peringat Alodia yang saat ini ketakutan, tapi dengan pandai dia menutupi rasa ketakutannya itu.

"Weits, jangan galak-galak amat napa?" Mereka tertawa puas.

Pria tadi mengelus rambut Alodia. Merasa tak terima, Alodia memegang tangan pria itu dan memelintirnya dengan keras.

"Ayolah main bentar," kedua pria disamping kiri dan kanan Alodia memegang kedua tangannya, membuat pelintiran yang Alodia berikan kepada pria berambut keriting tadi terlepas.

"Lepasin gue!" Alodia berusaha berontak, namun usahanya tak membuahkan hasil. Hanya menambah rasa sakit di kedua pergelangan tangannya. Jelas saja dia kesakitan. Tubuh rata-rata kelima pria itu berotot. Mana kuat dengan tenaga Alodia yang tidak ada apa-apanya bagi mereka. Ditambah dengan dirinya yang saat ini sendiri.

Bunyi sirine mobil polisi membuat kelima pria tadi bubar dan segera pergi dengan motor yang dikendarai masing-masing.

Alodia menghela napas lega dan memegangi pergelangan tangan kirinya yang amat sakit.

Alodia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang