Terty Tu

3.3K 129 17
                                        

Jangan lupa follow terlebih dahulu sebelum membaca❤️

Ig:yuni_wulandari1964
.

.

.

Happy reading❤️

•••

Jarum panjang telah menunjuk ke angka sebelas. Adit baru saja sampai di rumahnya. Setelah cowok itu memarkirkan motor di garasi, segera ia masuk kedalam rumah.

Cowok berperawakan tinggi itu berjalan santai sambil memainkan kunci motor miliknya. Ia menaiki anak tangga, untuk segera sampai dan beristirahat di kamar. Sungguh, Adit sangat lelah hari ini. Berbeda dengan tadi, saat bersama teman-temannya dia sama sekali tak merasakan kelelahan. Dan pasti jika di pulang ke rumah, rasanya tulang dan sendinya terasa ingin lepas.

Memang jika bersama teman kita akan lupa apa itu rasa lelah.

Langkah santainya terhenti saat dia melihat pintu kamar Alodia terbuka setengah. Tak ada cahaya di kamarnya, tidak biasanya Alodia mematikan lampu saat malam-malam begini.

"Al," Adit membuka pintu berwarna pink pastel itu sepenuhnya. Dia meraba-raba tembok, dan tak lama kamar Alodia menjadi terang benderang, kala Adit menekan saklar.

"Ala," Adit berjalan menghampiri Alodia yang sedang duduk di lantai balkon, kedua tangan cewek itu memeluk dirinya sendiri.

"Kamu belum tidur?" Adit menyentuh bahu Alodia.

"Hey, Abang nanya sama kamu," Alodia masih diam, pandangannya menatap lurus dan terlihat kosong.

"La," Adit mencubit pipi Alodia. Tak ada reaksi. Biasanya jika Adit mencubit pipi Alodia, maka cewek itu akan menghadiahkan tatapan tajam untuk Abangnya.

"Ala, kamu baik-baik aja?!" Adit mengguncang bahu Alodia.

"La, jangan buat Abang khawatir!" Masih sama, cewek itu tak merubah posisinya.

"Tinggalin Ala sendirian, Bang," Alodia akhirnya buka suara. Namun, bukannya merasa lega, Adit malah semakin cemas. Nada suara Alodia terdengar lemah.

"Cerita sama Abang, ada apa?" Adit memegang kedua bahu Alodia, di bawanya Adik kesayangannya itu menghadap dirinya.

"..."

"Hey, are you okay?"

Cairan bening jatuh ke lantai balkon. Tangis itu menjadi histeris saat Alodia kembali mengingat masa kelam itu. Karena tak tega, Adit memeluk Alodia, menyalurkan kehangatan kepada Adik perempuan satu-satunya itu.

"Kenapa? Cerita sama Abang?" Ucap Adit dengan lembut. Tangan sebelah kanannya mengelus puncak kepala Alodia.

"A—ala takut bang, hiks hiks,"

"Takut kenapa?" Bukannya menjawab, tangis Alodia malah semakin deras.

"Iii—itu," jari telunjuk Alodia mengarah ke sebuah kotak yang terbuka di sudut balkon. Jarinya bergetar hebat.

Adit melepaskan pelukannya dan mengambil kotak yang ditunjukkan Alodia.

"Kamu dapat darimana boneka ini?" Tanya Adit tegas.

"Tadi ada yang ngirimin di depan rumah,"

"Kamu tau siapa pengirimnya?" Alodia menggeleng.

"Jangan pikirin boneka ini, kamu tidur aja. Sekarang udah malam, besokkan sekolah!" Sebelah tangan Adit merangkul Alodia, menggiring cewek itu masuk ke dalam kamar. Sedangkan satu tangannya yang lain, ia gunakan untuk membawa kotak yang berisi boneka tertusuk pisau dengan linangan darah sintetis.

Alodia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang