"KIAN CAKRA TRISMAN! MAJU KAMU!"
Teriakan menggelegar itu datang dari Ibu Vini, guru matematika yang sedang mengajar di depan kelas.
Dengan santainya, Cakra melangkah menghampiri ibu Vini, dengan wajah tanpa dosanya itu. "Kenawhy, bu?
Ibu Vini memijat pelipisnya yang terasa agak berdenyut. "Kamu ini tidak ada sopan-sopannya sama guru!"
"Lah, saya salah apa lagi, bu?", balas Cakra enteng.
"Salah kamu? Banyak!", sahut ibu Vini makin geregetan.
"Ibu, ibu! Apa salah dan dosa saya, bu? Belajar di kelas salah, bolos jam mata pelajaran ibu juga salah. Maunya ibu itu apa?", tanya Cakra dramatis, yang membuatnya seisi kelas berusaha menahan tawa geli.
Ibu Vini sudah murka. Emosinya sudah diujung tanduk. "GIMANA SAYA NGGAK EMOSI, CAKRA? KAMU MEMBUANG PERMEN KARET DI KELAS! APA-APAAN KAMU INI?!"
Meski dimarahi oleh Ibu Vini, Cakra malah cengengesan. Bahkan ia sudah membuat balon kecil dari permen karet yang baru saja ia masukkan ke dalam mulutnya.
"Aduh! Sakit, bu!"
Ibu Vini sudah kepalang kesal, sampai ia menjewer telinga Cakra dengan membabi buta. Cakra itu murid yang bebal, selalu saja membuat tekanannya naik.
"Kamu ibu hukum! Berdiri di lapangan upacara selama jam pelajaran ibu! Posisi hormat menghadap bendera! Cepat!"
Guna menghindari amukan ibu Vini yang makin menjadi, Cakra segera bergegas ke arah lapangan upacara.
Permen karet yang ia kunyah rasa manisnya sudah hilang. Tak peduli ada yang melihat apa tidak, ia membuang permen karet itu di lantai koridor.
Dari arah berlawanan, seorang siswi tengah sibuk membaca buku yang ada digenggamannya. Cakra mendengus. Apakah orang yang ia lihat itu tak bosan berhadapan dengan buku?
Cakra mengendikkan bahu, kembali melangkah menuju lapangan upacara.
Ia tak sadar, sebab perbuatannya seseorang sudah menginjak permen karet yang ia buang.
Gadis itu meringis permen karet itu sudah menempel sempurna dialas sepatunya. Kepalanya tertoleh melihat Cakra yang makin menjauh.
"Putus cinta bikin orang jadi nggak waras kayak dia! Dari dulu nggak berubah!" Gadis itu berdecak, kemudian melanjutkan perjalanan ke kelasnya.
***
Bukannya melaksanakan hukuman dari ibu Vini, Cakra malah duduk dipinggir lapangan upacara. Tangannya dengan lincah mencabuti tanaman bunga yang ada disana.
Mengenaskan.
"Aduh, mas ganteng! Jangan cabutin bunganya, dong!", tegur pak Tabah, tukang kebun sekolah.
"Hehehe, maaf yah, pak! Habisnya saya bosen, sih!"
Pak Tabah menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir bahwa Cakra ini kelakuannya tak ada yang benar.
"Cakra Khan!"
Cakra menipiskan bibirnya, saat seseorang memanggilnya.
Dia Alen, kakak kelasnya di sekolah. Cowok dengan perawakan tinggi besar itu berjalan dengan wajah yang dibilang tak santai kearahnya.
"Napa, bang?", tanya Cakra saat Alen sudah berada dihadapannya.
"Gawat, Cak! Anak sekolah sebelah mau nyerang sekolah kita ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...