33

463 18 4
                                    

Shera berjalan sendirian di koridor sekolah. Jam pulang sudah lewat sejak 7 menit yang lalu.

Shera berjalan dengan perasaan cemas. Bahaya juga jika Cakra berpikir ia dan Gio berencana memisahkan ia dari Tania.

Shera juga tak berpikir jahat seperti itu.

Ini hanya sekadar pengandaian saja.

Sore ini aktivitasnya kembali berlatih menari. Karena waktu semakin mepet.

Bisa saja Shera memutuskan untuk tinggal di sekolah saja, berhubung ayahnya memberi uang lebih. Tapi, rasa khawatir jauh lebih mendominasinya saat ini.

Ia sungguh tak ingin kejadian tak mengenakkan tempo hari kembali menimpa ayahnya.

Shera hanya memiliki ayahnya. Jika ayahnya dalam keadaan buruk, Shera tentunya tak akan bisa membayangkan apa yang terjadi padanya.

Ia bukan orang yang cukup kuat untuk menghadapi semuanya. Orang-orang boleh saja menganggap jika ia sudah lebih tabah setelah kepergian sang ibu, tapi ketahuilah, Shera sama rapuhnya dengan sang ayah.

Shera menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sudah cukup memikirkan itu.

***

"Cakra..."

Cakra menghentikan langkahnya. Berbalik badan dan menemukan Tania dengan senyum hangat yang selalu menghiasi wajahnya yang cantik.

Jika beberapa waktu lalu Cakra akan kesal, bahkan mengabaikan Tania yang terus berusaha mendekatinya, maka sekarang berbeda. Dengan senang hati Cakra akan melebarkan senyumnya, membalas tiap ucapan Tania dengan baik.

Cakra tak mau salah langkah kembali.

"Kenapa, Tan?", tanya Cakra lembut.

Tak langsung menjawab, Tania hanya memilin ujung seragamnya dengan gerakan gelisah. "Cakra, apa aku bisa menjadi orang yang terus dekat dengan kamu?"

Pertanyaan bernada lirih itu menghadirkan senyum tipis di wajah Cakra. Tangannya mengelus lembut puncak kepala Tania. Mampu menghadirkan sensasi luar biasa pada tubuhnya.

"Siapa bilang nggak boleh? Kamu orang baik, Tania. Siapapun pasti mau menjadi orang yang dekat dengan kamu. Dan aku? Aku akan selalu menjadi orang yang baik buat kamu. Aku benar-benar memperlakukan kamu dengan sangat keterlaluan selama ini. Aku mau nebus kesalahan aku."

Sepenuhnya ucapan Cakra belum sanggup menghadirkan rasa tenang di hati Tania.

"Cakra, jujur sampai sekarang perasaan aku ke kamu nggak berubah sama kali. Aku masih sayang dan kepikiran kamu terus." Tania menghembuskan napas panjang, tangannya meraih tangan Cakra dan menggenggamnya. "Maaf membuat kamu tidak nyaman dengan sikap aku yang kesannya mengejar-ngejar kamu, menganggu kamu. Tapi, aku nggak bisa bohong dan nyembunyiin perasaan aku. Katanya, tak ada masalah jika perempuan mengatakan perasaan lebih dulu, karwna tindakan selanjutnya akan dilakukan oleh laki-laki. Cakra, apa aku masih ada kesempatan?"

Napas Cakra memburu, ditambah tangan Tania yang menggenggam tangannya erat. Bagaimana jika yang lain lihat, apa lagi Shera? Apa yang akan Shera pikirkan jika menyaksikan ini?

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang