Shera sama sekali tak pernah membayangkan, akan ada Cakra di dalam kehidupannya. Shera tak menyangka, jika Cakra akhirnya menaruh perasaan yang sama besar dengannya.
Sudah hampir 5 tahun ini Cakra terus mempertahankan Shera sebagai 'miliknya', dekat saja dengan Shera dengan tujuan tertentu Cakra akan datang dan melayangkan ancaman pada orang itu.
"Udah lama nunggunya?", tanya Cakra saat melihat Shera duduk dipinggir pantai di suasana malam hari itu.
Shera tersenyum tipis. "Baru beberapa menit aku disini."
Cakra duduk di sebelah Shera, dan mengusap lembut kepala Shera, kebiasaan yang tak pernah hilang selama kurun waktu lima tahun ini.
Ada banyak hal yang berubah. Mereka yang dulunya memakai sapaan 'lo-gue' sekarang berubah sapaan menjadi 'aku-kamu'. Selain itu, pertambahan usia menjadikan keduanya dewasa. Menyadari bahwa suatu hubungan bukan hanya memberi label kepemilikan, tapi juga memberi penghargaan dan kepedulian serta kepercayaan penuh pada pasangan.
Cakra merangkul tubuh Shera, dan membawa gadis itu bersandar pada pundaknya.
"Gimana kuliahnya? Lancar?", tanya Cakra memandang Shera yang menyandarkan kepalanya dipundaknya.
Shera menghembuskan napas panjang. "Ya gitu, deh. Kamu sendiri gimana? Lancar kuliah sama kerjaannya?"
"Alhamdulillah, lancar. Bahkan sekarang aku lagi buka bisnis toko alat musik."
Senyum Shera merekah. "Hebat, kamu. Udah kuliah bisnis, jalanin perusahaan papa kamu, sekarang mau buka usaha lagi."
Cakra menumpukan kepalanya diatas kepala Shera. "Kamu juga hebat calon ibu arsitekku. Nanti kalo aku lamar kamu, buruan desain rumah impian kamu, dan kita bakalan tinggal disana nanti."
"Iya, iya. Nanti aja, bos muda."
Keduanya kembali diam. Larut dalam perasaan cinta yang semakin lama semakin besar.
"Shera, aku sudah janji sama mendiang ayahmu, kalo aku akan menjaga kamu. Kamu masih ingat, sebelum ayah pergi ninggalin kita, beliau menyerahkan kamu sama aku."
Shera mengangguk pelan.
Adi--ayahnya telah berpulang ke pangkuan Tuhan 4 tahun yang lalu, karena penyakit diabetes yang diidapnya.
Saat itu adalah waktu yang membuat Shera menjadi pribadi yang sangat lemah. Ibu dan ayahnya sudah pergi, dan menyisakan ia menjadi anak yatim piatu, dan hidup sebatang kara.
Tapi, Tuhan sangat sayang padanya. Disaat terlemahnya, Cakra datang merangkulnya, menguatkannya, dan meyakinkan jika Shera tidaklah sendiri. Banyak orang yang peduli padanya.
Shera memandang Cakra. "Makasih yah, selalu ada buat aku, selalu sayang sama aku."
"Aku seharusnya yang bilang makasih sama kamu. Kamu selalu sabar ngadepin aku, selalu memperhatikan aku. Makasih." Cakra mencium puncak kepala Shera dengan sayang.
"Oh iya, Cak, minggu depan Risty sama bang Gio bakalan nikah, lho."
Cakra melepaskan rangkulannya dari Shera, wajahnya nampak heran sekali. "Buset, gercep amat bang Gio! Baru aja wisuda udah mau kawinin anak orang."
Shera memukul lengan Cakra. "Ya bagus, dong! Makin cepat makin baik. Lagipula, hari Kamis ini Risty mau buka toko make up barunya."
"Bener juga, sih. Bang Gio kan udah mapan, udah jadi manager di perusahaan besar, nah kalo Risty udah jadi businesswoman muda." Cakra berujar. Kepala Shera mengangguk membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...